Chereads / Teman Tidur / Chapter 4 - Penasaran

Chapter 4 - Penasaran

Langit cerah tak selamanya indah. Teriknya matahari yang sedang bersinar membuat dahaga bagi banyak manusia. Minuman dingin pun menjadi pilihan utama. Begitu gerahnya kota Medan hingga banyak orang kerap merasa tak sabar menanti pesanan. Membuat para pelayan kerepotan dan nyaris berkata kasar. Namun, syukurnya tidak ada pelayan yang melampiaskan kemarahannya di depan pengunjung. Mereka hanya bergumam dan terus menggerutu kesal saat berada di ruang dapur.

"Enggak taulah, harus bersyukur atau kekmana. Bukannya awak enggak senang kafe jadi rame. Tapi kalok begini yang ada setan awak keluar jadinya," gerutu salah satu pelayan kafe tempat dimana Cassie bekerja.

Kafe yang berukuran kecil, namun dikelilingi taman luas terbuka itu kini kebanjiran pengunjung. Bahkan melebihi jumlah meja dan kursi yang mereka miliki. Para pengunjung datang sekedar melepas dahaga sambil menikmati taman yang asri dengan latar kehijauan. Tiupan angin menjadi begitu berarti, hingga banyak pengunjung yang berebut ingin mendapat meja di bagian luar. Sedangkan ruang dalam yang berdinding batu tak merasa sejuk, meski memiliki tiga AC yang menyala. Sepertinya suhu begitu panas hingga membuat AC tak memberi pengaruh dingin.

"Udahlah! Mana tau rame terus gini. Kan bisa nambah karyawan, nambah bangku juga, jadi kita enggak capek kali. Sampek mau begadoh sama tamu," sambung pelayan wanita lainnya.

Di kafe ini ada tiga pelayan wanita dan dua pria yang bertugas sebagai tukang masak dan penyedia minuman. Tak heran jika mereka kelimpungan jika harus menghadapi tiga puluhan tamu yang nyaris datang secara bersamaan.

"Kak!" teriak seorang pria sembari mengangkat tinggi tangannya. Ternyata pria itu bermaksud memanggil Cassie yang berada tak jauh dari mejanya.

Cassie yang menyadari bahwa dirinya tengah dipanggil pun segera menghampiri. Tersenyum ramah sembari memberikan kertas menu mengingat meja ketiga pria itu dalam keadaan bersih tanpa jejak makanan maupun minuman.

"Aku pesan ini Kak, sama ini juga. kelen woy?" tanya pria yang awal tadi memanggil Cassie.

"Samakan aja, biar cepat," sahut teman satunya dan disetujui dengan teman lainnya.

"Ok, Bang. Ditunggu ya!" pinta Cassie dengan ramah. Membuat kedua teman si pria merasa terpesona.

"Gilak, bening oy. Nanti minta nomor WA-nya ya. Kali aja ya kan," ledek salah satu teman si pria berkaos hitam dengan kemeja yang tak terkancing sepenuhnya.

"Mata kau itu, kalok nengok cewek pasti langsung ijo. Ngerih kau ya. Cak ngaca dulu kau. Enggak akan mau cewek itu sama kau, kalok matanya sehat," sahut teman lainnya. Sedangkan pria manis berkaos hitam hanya bisa menggeleng sembari tersenyum.

Cassie telah kembali setelah beberapa saat menghampiri meja lain. Ia datang dengan nampan berisi tiga gelas minuman dan piring berisi kentang goreng. Kedatangan Cassie pun terpantau oleh ketiga pria tadi. Mereka tampak bersiap sembari menegakkan dada menyambut Cassie. Namun, sayang sungguh disayang Cassie ternyata datang untuk menghampiri meja yang ada di sebelah mereka.

Mereka pun hanya bisa mendengus kesal, namun bukan karena pesanan yang tak kunjung datang. Tetapi kekesalan mereka bertambah kala mendengar suara Cassie yang berkata, "Aduh!"

Terlihat Cassie tengah digoda oleh pria dewasa yang memiliki barang mewah pada tubuhnya. Pria itu sepertinya mengenal Cassie dengan baik. Terlihat dari ucapan dan nada tenangnya saat menggoda Cassie.

Ingin berniat bangkit untuk membantu, namun kedua pria itu ditahan oleh temannya yang mengenakan kemeja.

"Tenang dulu, lagian enggak mungkin dia berani aneh-aneh di tempat rame kekgini," ucapnya sembari menahan tubuh kedua temannya dengan tangan.

"Emang enggak tau diri kali Bapak itu ah. Uda tua pun masih gatal jugak. Enggak sadar umur. Aku yakin, kalok rambutnya enggak dicat pasti banyak putihnya," gerutu salah satu pria geram.

Saat ini Cassie masih terlihat santun, ia berusaha menghindari pria tua itu tanpa kegaduhan. Ia tak ingin mendapat peringatan dan dipecat. Bagaimanapun menjadi pelayan merupakan pekerjaan yang bisa menerima dirinya saat ini. Sedangkan panggilan kencan tidak selalu ada meski ia kerap mendapatkan bayaran mahal.

"Tapi kok keknya Bandot tua itu kenal ya sama cewek itu. Apa jangan-jangan ...."

"Jangan-jangan apa? Udah ah, enggak usah buruk sangka. Mungkin dia langganan di kafe ini. jadi udah banyak kenal dengan pelayan di sini," sahut pria berkemeja dengan segera.

"Ye ... emang itu maksudku. Kaunya yang pikiran buruk keknya. Kau pikir maksud kata-kataku tadi bilang dia "Sugar Daddy"?" sambung temannya sambil menatap geli.

Pesanan ketiga pria akhirnya tiba, namun bukan Cassie yang menyerahkan. Sedikit kecewa tetapi mereka sadar akan tujuan mereka datang ke sana yang tak lain untuk minum sambil membahas proyek baru mereka sebagai konten kreator.

"Aku ke kamar mandi dulu ya, sesak kali kebanyakan minum," ucap salah satu dari ketiga pria. Dengan penuh percaya diri ia pun mendekati salah satu pelayan untuk menanyakan keberadaan kamar mandi tamu.

Memilih toilet yang berada di luar, pria itu terpaksa berjalan sedikit memutar. Keadaan tak terduga kembali ia saksikan setelah menunaikan hasratnya untuk membuang air.

"Dasar perempuan murahan. Pasti Om-om tadi itu salah satu langganan dia. Kalok enggak, mana mungkin kita dibayar biar nyerahkan pesanannya ke Cassie. Apalagi kalok bukan karena mau buat janji kencan. Dasar enggak tau malu. Pantas aja dia punya barang mahal, darimana lagi kalok bukan dari pelanggannya," gerutu salah satu pelayan sembari menatap sinis ke arah Cassie.

Pria yang tadinya berniat kembali ke meja pun sejenak berhenti mengamati si pelayan wanita dengan tanda nama "Lila" di dada kanannya.

"Ah, masak iya cewek itu perempuan bayaran? Emang sih dia cantik dan baik. Ramahnya menggoda gitu. Ah ... palingan orang ini iri-irian. Biasalah perempuan tukang gosip," gumam pria itu dalam hati.

"Kerja, jangan diam matung aja di sini," ucap Cassie mendekati pelayan yang bernama Lila.

"Santai aja ngomongnya. Kalok aku capek kali pun bisa tidur nyenyak nanti malam. Kaunya ... udah kerja siang, malam kerja lagi. Kuat kali kau ya!" ledek Lila yang kemudian nyelonong pergi dengan tatapan penuh kebencian.

Cassie hanya terdiam dengan tatapan benci, namun bibirnya justru berbalik menunjukkan kesedihan.

Kejadian ini cukup membuat pria pengintip mengernyitkan dahi. Jauh di dalam hatinya masih bertanya-tanya dan menyayangkan jika apa yang pelayan Lila katakan benar adanya. Raut wajah bingung pun masih terlihat hingga ia kembali ke mejanya. Membuat kedua temannya bertanya-tanya akan apa yang terjadi padanya.

"Kenapa mukak kau, mencret kau, sakit perut?" tanya temannya tanpa rasa bersalah. Sedangkan dua cewek yang berada di samping mereka terlihat senyum-senyum mendengar percakapan mereka.

"Kecilin suaramu," bisik pria berkemeja kotak.

"Sorry, sorry. Cemanalah, kutengok macam orang capek ngeden mukaknya pulak," sambung temannya tanpa rasa bersalah. Malah ia tertawa dengan gelinya.

***

Langit yang cerah telah berubah gelap. Bulan malam ini bersinar meredup dengan beberapa bintang yang tak menyala. Cassie terlihat sendiri duduk di depan kafe. Wajahnya sedih sambil terus memandangi foto yang ada di galeri gawainya. Foto sepasang suami istri beserta dua orang anak gadis yang sepertinya seusia.

"Cewek, yok Abang antar!" ledek Nando dengan senyum sumringahnya.

"Abang, abang. Macam betol aja kau. Enggak sadar kau, aku lebih tua tiga bulan. Hah!" ucap Cassie dengan judesnya.

"Maafkan Adek, Kak!" jawab Nando kembali meledek. Tetapi Cassie tak membalas. Malah ia diam seribu bahasa selama perjalanan pulang. Membuat Nando bingung dan semakin bertanya-tanya.

"Kenapalah cewek sebijik ini. Yang kesambetnya. Tadi senyum-senyum macam orang gilak. Sekarang sedih. Kalok marah, emang marah aja bawaannya. Apa salah dan dosaku Sayang?" ungkap Nando dengan kalimat terakhir diucapkan sembari melagu.

Sesaat Nando turut berdiam diri, namun hatinya terus menerka dan seketika tersadar.

"Apa mungkin dia enggak disentuh tadi malam? kalok pun enggak, pasti dia enggak dapat bayaran. Apa karena itu dia sedih, ah enggak jugak. Dia malah ketawa-ketawa senang tadi pas pergi kok. Argh! Entahlah. Cewek emang susah ditebak," gumam Nando dalam hati. Ia hanya bisa berpasrah dalam sabar menanti saat yang tepat untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.