Chereads / Teman Tidur / Chapter 5 - Kejutan dan Hadiah

Chapter 5 - Kejutan dan Hadiah

Dering gawai terus terdengar, suara melengking alunan DJ lagu the night cukup menggemparkan area kost terutama untuk kamar yang berada di sebelah kanan dan kiri Cassie. Menyebabkan kebisingan memekak telinga penghuni lainnya, namun tidak dengan Cassie. Ia masih saja tertidur pulas dengan tubuh ditutupi selimut.

Wajah-wajah tak senang pun terlihat. Para gadis hanya bisa melirik sebal ke arah pintu yang bertuliskan "Don't disturb" itu. Menghela napas berat karena ini bukan kali pertama mereka rasakan. Sempat beberapa kali mereka mencoba membangunkan Cassie untuk mengangkat panggilan masuk atau sekedar mematikan gawai, namun yang ada malah mereka mendapat sumpah serapah dari Cassie yang terkenal liar dan ganas. Ternyata ia tak hanya ganas di ranjang, melainkan juga dalam sikap sehari-hari. Beragam cara mereka lakukan agar Cassie diusir dari sana, mulai dari mengadukan tingkah Cassie kepala pemilik kontrakan hingga mengisengin dirinya. Tetapi yang ada justru merekalah yang merasa kapok dan memutuskan pindah kontrakan demi kehidupan yang nyaman dan damai.

Gawai masih terus berdering, entah sudah berapa kali seseorang menghubungi Cassie. Sepertinya orang itu memiliki keperluan yang sangat penting hingga tak pantang menyerah.

Tepat deringan ke sepuluh, akhirnya gawai itu kini berhenti berbunyi. Bukan karena baterainya yang telah habis, sebab layar gawai masih menyala. Seketika mata Cassie terbuka, dengan bibir yang sedikit melengkung kesal Cassie mencoba bangkit dari ranjang kecilnya. Sepertinya Cassie tahu siapa yang menghubunginya, hingga ia sengaja mengabaikannya.

Masih dalam keadaan mengantuk, Cassie meraih segelas air dan meminumnya dengan mata yang masih terpejam sebahagian.

"Ehem, cuih!"

Sesuatu terasa di mulutnya, tersadar dan segera menyembulkan keluar ternyata laba-laba terhempas ke atas lantai.

"Hampir aja aku jadi spiderwoman kan!" ucapnya tenang.

Tak sedikitpun Cassie merasa jijik. Dengan tenangnya ia kembali membaringkan badan di atas kasur. Entah layak disebut wanita atau tidak, namun yang pasti kamar Cassie sangat kotor dan tidak rapi. Terlihat dari bungkus sisa makanan yang masih menganga tergeletak di atas lantai. Begitu pula boto kosong menumpuk di sudut kamar. Beberapa puntung rokok bertebaran sekitar lantai karena asbak yang telah penuh. Sebuah pelastik hitam dengan banyak lalat pun terikat di dekat pintu masuk. Kamar kecil itu sungguh menyesakkan meski tak berisi banyak barang. Hanya ranjang tua tanpa kaki, lemari kayu yang pintunya sudah terlepas dengan banyak baju yang aut-autan. Belum lagi tumpukan baju yang tergantung di belakang pintu. Andai saja pintu dan paku bisa berbicara mungkin mereka menjerit karena tak sanggup menahan beban hidup. Yang sangat tidak mengenakkan apalagi saat Nando masuk ke dalamnya adalah tempat sampah pelastik yang berisi pakaian dalam Cassie. Tak jarang bra berenda itu tersangkut menyembul keluar yang pastinya terlihat jelas oleh Nando. Namun, syukurnya Nando bukanlah pria yang berakal nakal. Dengan baik dan tulus Nando memasukkan celana dalam dan bra yang berserak ke dalam tempat sampah dan menutupnya dengan sesuatu apapun yang ada di sana. Bagaimanapun Nando adalah pria normal dan ia menyukai Cassie sejak lama.

Cassie meraih handuk, sambil mengenakan pakaian tali satu dan celana pendek yang hanya menutupi bokong ia berjalan tenang menuju kamar mandi. Kontrakan ini terdiri dari beberapa kamar yang saling berhadapan dengan tiga kamar mandi berada di ujung lorong. Tak heran jika suara kuat atau pertengkaran akan terdengar oleh penghuni kamar lainnya.

Melangkah riang sambil tersenyum, Cassie tak perduli akan tatapan sinis yang cewek-cewek berikan padanya. "Untuk apa sibuk mikirin orang, toh orang juga enggak mikirin aku. Emangnya kalok aku enggak bisa bayar kos, apa orang itu mau bayarin? Aku sakit terkapar berhari-hari juga orang ini enggak ada yang perduli. Jadi ngapain repot!" begitulah ucapan Cassie saat Nando memberinya nasehat mengenai sikap cueknya terhadap penghuni kos lainnya.

Ucapan Cassie ini bukanlah tanpa alasan. Kejadian ini nyata terjadi dan Nando menjadi saksi matanya. Saat itu Nando balik kampung selama tiga hari dan itu diketahui oleh Cassie. Keberadaan kampung Nando yang terletak di kaki gunung Sibayak membuatnya kerap kehilangan sinyal. Hal ini membuat Nando hilang kabar tentang Cassie.

"Jangankan susah sinyal. Ada sinyal kalipun kalok enggak awak yang ngubungin dia, mana ingat dia. Tapi awak tau, dia nungguinnya di sana. Cuman gengsi aja," ungkap Nando tanpa firasat apa-apa.

Tiga hari berlalu dan akhirnya Nando kembali ke Medan dengan mengendari motor maticnya. Membawa beberapa macam buah untuk diberikan kepada Cassie. Ia begitu tak sabar selama perjalanan pulang dan sengaja tak mengabarkan kepulangan. Semua ini semata untuk memberi kejutan kepada Cassie.

Melewati penjual nasi gurih kesukaan Cassie, Nando berinisiatif membelikannya. Senyum senang penuh kerinduan pun tergambar jelas di wajahnya. Melangkah gagah dengan kedua tangan menggenggam pelastik berisi oleh-oleh.

Nando sengaja mengetuk lembut tak seperti biasanya. Ia sengaja melakukan ini agar Cassie menyangka kalau yang mengetuk penghuni kos lainnya. Namun, tidak ada tanggapan. Dengan isengnya Nando mendorong pintu Cassie yang ternyata tak terkunci.

"Cassie!" teriak Nando segera berlari mendekati wanita yang dicintai.

Wajah pucat dengan tubuh yang terlihat kurus kering itu terlentang pasrah. Bau tak sedap pun tercium dari tumpukan kain yang berada di atas kepala Cassie. Ternyata itu muntahan Cassie dan ia terlalu lemas untuk berlari ke kamar mandi.

"Kau kenapa? kenapalah enggak kau kabari aku. Kalok aku tau kau sakit kekgini, cepat aku pulang. Yang kupikirnya kau aman-aman aja, makanya sengaja aku gerak pagi ini. Padahal udah dari tadi malam hatiku ngajak pulang," gerutu Nando penuh penyesalan.

Tanpa diminta, Nando membantu Cassie duduk dan menyandarkan ke dinding. Membuka nasi gurih dan teh manis hangat untuk segera disantap. Menyulangkan penuh kasih dengan tatapan kesedihan.

Cassie benar-benar tak terurus. Ternyata sudah tiga hari Cassie terbaring dan terus muntah. Apapun yang ia masukkan ke dalam mulut, pasti segera kembali keluar. Tak terkecuali air putih. Tak heran jika Cassie tak lagi memiliki tenaga saat ini.

"Janji ya, kalok kau kenapa-kenapa kabarin aku. Jangan kau diam kekgini. Sakit kali kurasa lihat kau kekgini. Dengar kau!" pinta Nando, suaranya terdengar bergetar diikuti mata yang berkaca-kaca.

Niatan memberi kejutan justru dialah yang terkejut. "Ngerih kali orang ini ah, apa enggak tau dia si Cassie sakit. Kenapalah enggak ada yang niat baek entah belikan obat kek, belikan makanan gitu. Ah, payah cakaplah!" gerutu Nando penuh kesal.

***

Dering gawai Cassie kembali berbunyi, kali ini lagu "Terukir di Bintang" yang terdengar. Dengan sedikit berlari Cassie menghampiri gawainya. Masih dalam keadaan rambut yang basah Cassie menerima panggilan masuk.

"Halo, Mbak. Ada apa nih, tumben ngubungin," ucap Cassie dengan riangnya. Bagaimana tidak senang, biasanya jika pihak Pusat Teman Tidur yang menghubungi selalu berisi berita baik.

Benar saja, Cassie diminta datang ke pusat teman tidur untuk menemui pimpinan. Pikiran baik pun menguasai, "Mau dapat bonus apa hadiah barang mewah lagi ya?" gumam Cassi dengan mata berbinar.

Terburu-buru untuk tiba di camp teman tidur, Cassie memutuskan untuk pergi menggunakan ojek dan tak mengabari Nando. Namun, ia berniat jika mendapatkan bonus berupa uang ia akan mengajak Nando jalan atau makan di tempat yang mewah. Bagaimanapun Nando-lah satu-satunya orang yang begitu perduli padanya.

Menghampiri resepsionis yang ada, Cassie diminta masuk ke ruang pertemuan. Ada perasaan lain saat ia hendak melangkah masuk. Bukan takut ataupun terlalu senang, tetapi ia sendiri pun tak bisa mengartikan arti detak jantung yang begitu cepat.

"Cassie, silakan duduk!" pinta seorang pria dewasa yang cukup tampan dan berotot.

"Iya, Pak!" sahut cassie. Langkahnya terasa berat, namun tiada guna ia mundur karena kehadirannya telah diketahui. Duduk sopan dan memaksa diri tersenyum Cassie mendapatkan tawaran.

"Kamu nyaman join di sini?"

Pertanyaan yang tak biasa. Antara mau dapat tawaran gaji gede atau hendak dipecat. Itulah dugaan yang singgah dipikiran Cassie.

"Nyaman," sahut Cassie lemah. Sejujurnya wanita mana yang nyaman melakukan pekerjaan ini. Jika ada pekerjaan baik lain yang memberi gaji sama besar.

"Syukurlah kalau kamu nyaman. Ini ada bingkisan untuk kamu, semoga kamu suka," ucap pria itu sembari menyerahkan tas kertas bertuliskan Gucci.

"Ini hadiah untuk rangka apa ya, Pak?" tanya Cassie. Nadanya terdengar curiga, meski hatinya senang akan hadiah mewah yang diberikan. Pak Leo terkenal royal dan sering menyisihkan lima sampai sepuluh persen keuntungan untuk memberikan hadiah kepada mereka.

"Karena kamu terus dapat rating lima dan komen berisi kepuasan konsumen," ucap Leo.

Senang, Cassie berusaha menenangkan hatinya karena ia meyakini tak ada hal buruk yang mungkin terjadi.

"Aku balik ya, Mba!" sapa Cassie kepada resepsionis cantik.

"Wah, dapat bonus nih! Kali ini isinya apa?" tanya resepsionis itu sembari melirik manja.

"Belum dibuka, rahasia!" ejek Cassie dengan senyum sumringah.

"Oh ya Cass, ini ada hadiah dari pelanggan. Sepertinya pelanggan VIP nih, soalnya yang antar aja ajudannya terus bungkusnya mewah. Pasti isinya lebih mewah lagi. Kamu beruntung banget Cass. Aku iri jadinya," ungkapnya sembari memberikan tas kertas tanpa tulisan.

"Cassie gitu loh!" ungkapnya dengan nada bergurau.

Mendapat jatah libur di kafe, Cassie memutuskan kembali pulang menggunakan ojek. Ia begitu tidak sabar akan isi kedua hadiah yang ia dapatkan hari ini.

"Biasanya Pak Leo suka iseng belikan pakaian dalam yang unik dan terbuka. Katanya jadi modal ngelayani tamu. Tapi dia juga mau sih, belikan tas dan perhiasan. Katanya biar kami enggak sekedar cantik tapi juga terlihat berkelas. Secara banyak tamu VIP yang udah jadi member di aplikasi "Teman Tidur". Ah ... enggak taulah. Buka aja nanti," gumam Cassie dalam hati. Bibirnya terus tersenyum di sepanjang jalan.

***

Bungkusan terbuka, Cassie begitu kaget melihat isinya. Sampai-sampai bungkusan itu terlepas dari tangannya. Tubuhnya gemetar kuat. Ia merangkak mundur ke arah ranjang. Menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Sepertinya ia benar-benar ketakutan saat ini. Isak tangis turut terdengar, Cassie sesenggukan dalam kesendirian.