Chereads / Bukan Stasiun Terakhir / Chapter 21 - Kapten Basket

Chapter 21 - Kapten Basket

Sepanjangn hari, Alluna terlihat begitu ceria, senyuman manis yang sangat Alvian suka it uterus menghiasai sepanjang perjalanan mereka menuju ke sekolah pagi ini. Namun, bukannya ikut bahagia, ALvian justru dibuat kesal bukan kepalang karena tingkah Alluna yan sejak kemarin, sangat membuatnya tidak nyaman. Bagaimana tidak? Rencana liburan akhir pekan mereka harus terganggu karena ulah teman dekat Alluna dari kota yang sepertinya memiliki rasa yang tidak biasa juga pada Alluna.

"Segar banget ya, udara pagi ini," ujar Alluna membuka suara. Pasalnya setelah hampir setengah perjalanan mereka menuju stasiun kereta yang seperti biasa akan mereka tumpangi Alvian juga tak kunjung berbicara sepatah katapun juga.

Alvian masih bergeming, focus menatap kedepan sembari mnegayuh sepedanya dengan santai. Tidak menghiraukan ucapan Alluna sedikitpun, seolah tuli.

"Vian!" Alluna kembali berseru menyebutkan nama pria yang beriringan dengannya tersebut.

"Hmm?" balas Alvian, melirik sekilas.

"Kamu kenapa?"

"Apanya yang kenapa?" balas Alvian masih dengan mode pura-pura bodohnya.

"Aku berasa kayak lagi ngomong sama tunggul deh," keluh Alluna.

Alvian tersenyum kecil, antara ikhlas, dan tidak. "Emang kamu ngomong sama siapa? Ucapan kamu perlu jawaban gak?"

Alluna mengesah berat, seraya menggelengkan kepalanya. 'Penyakitnya kumat nih,' batin Alluna lagi.

"Jam berapa kemarin gerombolan orang-orang kota itu pulang?" tanya Alvian dingin dengan nada sengit. Terlihat jelas ia sangat tidak suka dengan kehadiran mereka yang mengusik kesenangannya kemarin tersebut.

Alluna melirik sekilas dengan ekor mata yang tak kalah sinis. "Sore, menjelang malam."

"Emangnya di kota enggak ada tempat wisata yang lebih bagus ya? Sampai di bela-belain ke kampong ini?" kembali seperti sedang menabuh genderang perang, Alvian menyuarakan kegundahannya yang sudah mengakar sejak kemarin tersebut.

"Maksud Kamu?" ujar Alluna balik bertanya. Memastikan kemana arah, dan tujuan dari ucapan Alvian. Alluna belum menyadari bahwa sikapnya yang pergi begitu saja meninggalkan Alvian di stasiun tua setelah kehadiran teman-temannya dari kota itu nyatanya sangat menyinggung Alvian.

Alvian menarik napasnya berat. Entah memang tidak peka, atau karena Alluna masih ingin terus menguji kesabarannya. Alvian justru kali ini memilih diam, tak ingin memperpanjang kalam lagi dalam perdebatan yang Alvian piki tak aka nada gunanya, mengingat sampai detik itupun Alluna sama sekali tidak merasa ada yang salah darinya.

"Teman-teman aku kemarin nyempetin datang ke sini, karena emang mau ketemu aku. Kangen sama aku, karena aku udah lama banget gak ke kota," Alluna mencoba memberikan keterangan. Mencoba berasumsi bahwa Alvian memang membutuhkan jawaban seperti itu.

"Huh! Ya iyalah mau ketemu sama kamu. Emang ada orang lain yang mereka kenal di kampung ini?" gumam Alvian pelan, dan semakin kesal.

"Kemarin kamu mau aku kenali, malah gak datang," imbuh Alluna lagi, yang masih terus mencoba memahami kekesalan Alvian tersebut.

Padahal, jauh di lubuk hati ALvian bukan masalah perkenalan itu yang membuatnya marah pada Alluna kali ini. Tapi bagaimana Alluna memperlakukannya sebagai kekasih barunya itu, dengan teman-temannya yang baru datang dari kota. Alluna seolah melupakan kehadiran Alvian, dan Lastri, sesaat setelah melihat lelaki bermata cokelat indah nan tampan yang sejujurnya mampu membuat Alvian kehilangan posisinya sebagai kekasih baru Alluna.

"Alhamdulillah, udah nyampe." seru Alluna senang, dan bergegas memarkirkan sepeda mininya, untuk kemudian membeli tiket, dan menunggunya di jalur keberangkatan kereta yang akan membawanya ke sekolah tepat waktu. Sementara Alvian mengiringinya masih dengan wajah masam yang belum juga di sadari Alluna. Hingga kereta api yang mereka tumpangi akhirnya bergerak.

*****

Siang hari saat waktu istirahat dimulai. Alluna ditemani Nina, dan Dinda memutuskan untuk mengunjungi kantin sekolah. Ini merupakan kali pertama bagi Alluna selama hampir satu tahun menjadi siswi di sekolahannya ini. Membuat Alvian yang masih enggan berbicara banyak pada kekasih barunya itupun hanya memandangi semua gerak-gerik Alluna dari kejauhan saja.

"Dilihatin mulu. Lagi begadoh?" mendadak suara Rusdi menginterupsi pemandangan Alvian yang terus mengamati Alluna yang sudah menghilang dari balik pintu kelas, bersama dengan kedua sahabatnya yang lain tersebut. Membuat Alvian menaikkan sebelah alisnya ke arah Rusdi, dengan wajah tidak bersahabatnya itu.

"Perempuan itu memang begitu, suka ngelakuin apa aja semau mereka. Giliran kita yang merasa tersakiti, dibilang egois lah, mau menang sendirilah, gak peka lah," omel Ridho menimpali.

"Lagi curhat?" Alvian membelas dengan senyum mencela, yang langsung mendapat sambutan tawa oleh Rusdi.

Ridho menggaruk-garuk tengkuk kepanya yang tidak gatal tersebut, karena merasa Alvian yang dipikir sedang bernasib sama dengannya itu, nyatanya bukan membenarkan ucapannya, tapi malah justru mencela.

"Hehe … emang kamu sama Alluna baik-baik aja? Kok kayaknya hari ini jarang interaksi?" Ridho kembali menyuarakan rasa penasarannya.

Tidak menjawab dengan kata-kata. Alvian hanya mengedikkan bahunya, seraya mencebikkan bibir bawahnya. Seolah memberikan isyarat ambigu yang di asumsikan oleh kedua temannya sebagai pertanda buruk.

"Baru jadian kan?" tanya Rusdi, kali ini dengan penuh semangat menarik kursinya tepat di hadapan Alvian yang sedang memasang kembali earphonenya.

"Hey! Cerita dulu dong," Ridho mencegah pergelangan tangan Alvian yang hendak menyumbat telinganya dengan benda kecil yang seperti biasa menjadi teman Alvian selama ini.

Alvian menatap tangan, dan wajah Ridho bergantian dengan ekspresi dingin yang mampu membuat siapapun yang menatapnya akan bergidik ngeri.

"Oops! Sorry," Ridho sadar dengan cepat atas kelancangan yang membuat Alvian semakin tidak nyaman dengan kehadiran mereka yang mendesaknya untuk bercerita tentang masalahnya dengan Alluna.

"Beneran ada masalah sama Alluna?" Rusdi kembali memastikan. "Kamu berubah dong Al, jangan kaku banget jadi laki-laki."

"Romantis dikitlah."

"Perempuan itu sukanya di tarik ulur. Manjakan, sayangi."

Secara bergantian Rusdi, dan Ridho memberikan saran pada teman mereka yang satu ini, agar hubungan keduanya yang masih seumur jagung itu dapat langgeng.

Alvian yang mendengarkan kehebohan kedua pria dihadapannya ini pun mengerutkan dahi, seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebuah senyum geli itu berhasil menghias wajah dingin, dan kakunya.

"Sok tahu deh. Udah kayak yang paling bener aja," ujar Alvian kembali menempelkan earphone yang tadi sempat tertunda.

"Kita peduli Al, bukan sok tahu," balas Rusdi dengan mimic wajahnya yang serius. "Alluna sama kamu itu serasi banget."

"Iya, Rusdi bener. Sayang banget kalau sampai putus. Padahal masih baru juga berapa hari?"

"Siapa yang mau putus?" Alvian kembali menghetikan niatnya untuk menenangkan diri dengan mendengarkan music kesukaannya itu pun terpancing untuk membalas ucapan kedua pria di hadapannya ini.

"Terus, kenapa kelihatannya kalian kok kayka jaga jarak gitu?" kembali Rusdi mencecar, dengan penuh semangat.

Alvian baru akan membuka mulutnya, untuk sedikit membahas permasalahan yang tengah ia hadapi, dengan Alluna saat ini. Tatkala wanita pujaan hatinya itu justru sudah kembali hadir di dalam kelas mereka dengan tawa, dan hingar bingar kebahagian yang membuat Alvian sontak kembali memperhatikannya, dan juga kedua sahabatnya yang tidak kalah heboh dengannya tersebut.

"Gila! Baru kali ini lihat ada cowok secakep dia di sekolah ini. Kapten basket pula."