Kakek Alia menghela nafas panjang. Dia mengerutkan sudut bibirnya, dan perlahan menyentuh kepalanya dengan tangannya yang keriput.
Persis seperti saat dia kecil, sebuah belaian tangan yang penuh dengan cinta yang kuat.
"Alia, kau sudah tumbuh dan terlihat semakin mirip dengan ibumu. Aku benar-benar bahagia. Adapun tentang apa yang aku katakan, tidak sudah dimasukkan ke hati. Suatu hari, kau akan tahu yang sebenarnya."
Alia tidak berbicara, dan dia menatap kakeknya dengan pandangan galau.
"Alia, ketika ibumu pergi, kita melihat Cahyo langsung menikah dengan wanita lain, dan mereka ingin bersaing untuk hak asuh atas dirimu. Pada akhirnya, kami hanyalah kakek dan nenek, dan tidak ada cara untuk bersaing melawan mereka."
"Bahkan kalau pun dalam gugatan, kita hanya bisa kalah. Apalagi Cahyo tidak mau melepaskanmu, jadi kita mencoba berbagai cara, dan akhirnya malah mengancamnya dengan pembubaran kerja sama dan membiarkannya menyerahkan hak asuh atas dirimu."