Rumor mengenai Ersha yang masuk ke ruangan interogasi kampus sudah menyebar. Itu sedikit mempengaruhi reputasinya di kampus. Namun, Ersha tak peduli. Awalnya pun dia tak berniat untuk menjadi seseorang yang menonjol di muka umum.
Langkah Ersha, Bisma, dan juga Arka menuju satu fakultas di gedung sebelah. Mereka tak pernah berjalan-jalan sebelumnya, tetapi kali ini Ersha mengajak mereka untuk sedikit mencuci mata.
Pasalnya, di fakultas kedokteran dan juga hukum banyak sekali para mahasiswi cantik. Tentu saja keduanya sangat antusias untuk ikut dengan Ersha. Ya, namanya juga kaum Adam dengan status jomblo. "Wah, gak salah kita ikut sama Ersha," celetuk Bisma.
"Mata lo jaga, Bis!" ujar Arka.
"Lo juga sama aja Ka, pasti lagi cari gebetan. Hayo, ngaku!" tuduh Bisma.
Keduanya terus cekcok, sementara Ersha kini menghentikan langkahnya begitu apa yang ingin dilihatnya sudah direkam oleh mata. Bisma dan Arka sama-sama menghentikan langkah, mereka melihat ke mana arah mata gadis itu.
Chiko.
Ya, Ersha tengah menatap Chiko yang tertawa lepas di ujung koridor sana. Tangan Ersha mengepal, rasanya dia ingin memukul wajah pemuda yang berani mengusiknya itu.
Namun, apalah daya, dia adalah Ersha, bukan Queen. Dia tak bisa bergerak bebas, terkecuali di atas ring. "Mau gue bantu gak, Sha?"
"Gak usah cari masalah lagi, nanti gue yang kena."
"Terus, lo mau apa? Adu skill di atas ring?" tanya Arka.
Ide yang bagus.
Ersha melirik Arka dan mengangguk lemah.
"Atur jadwalnya!" perintah Ersha.
"Seriusan? Dia preman loh, Sa, dia suka banget ...." Kalimat selanjutnya tak Ersha dengarkan.
Gadis itu sudah melangkah lebih dulu, membuat Arka dan Bisma hanya bisa mengumpat. Dia benar-benar tak bisa berkutik. Jika Ersha sudah marah atau kesal, maka dunia seketika sunyi.
Begitu keduanya mengikuti Ersha, Chiko dan teman-temannya melihat kepergian mereka. Dia tak melakukan apa-apa, hanya menatap, dengan pikiran yang mulai mengeluarkan berbagai asumsi.
Chiko sebenarnya tak ingin membuat Ersha disidang, tetapi karena dia melukainya, dan rekaman itu sampai pada ibunya, itu membuat Ersha mendapatkan masalah. "Gimana Chik, rasanya kena bogeman cewek cantik?"
"Kebetulan aja. Ya, kali, gue ribut sama cewek," jawab Chiko sembari berlalu.
Semua teman-temannya sangat tahu bagaimana Chiko. Dia tak pernah pandang bulu. Siapa pun yang membuat masalah dengannya, mereka akan berakhir. Entah keluar dari kampus atau berakhir di penjara. Chiko sangat licik, dia preman yang bersembunyi di balik ketiak orang tuanya yang merupakan pengacara dan juga wakil rekor di universitas ternama itu.
Ersha yang masih kesal dengan Chiko memilih pergi ke kamar mandi. Saat itu, dia melewati beberapa mahasiswi yang tengah menatapnya tak suka. Ya, rumor mengenai Ersha yang memukuli Chiko di atap gedung membuat orang mulai menjadikan Ersha pusat perhatian yang berbeda.
Dia menjadi ikon penting sekarang. Bukan lagi karena prestasi, mengenai karena tingkahnya pada anak wakil Rektor. Bisma dan Arka tak masuk ke kamar mandi, keduanya laki-laki, tentu saja jika masuk hanya akan mendapat umpatan dan usiran dari para kaum hawa.
"Kayaknya dia beneran lagi PMS," cibir Bisma.
"Lo kenapa ngelamun, heh? PMS juga?" tanyanya yang mendapat pukulan dari Arka.
Tentu saja itu pertanyaan yang tidak masuk akal. Arka benar-benar seorang laki-laki. "Gimana akal lo aja deh, Bis, pusing gue."
"Dih, ngambek."
"Gimana ya, caranya ajak Chiko buat naik ke ring? Ada ide gak?"
"Gak tau, gue cuma mikir aja kenapa selama ini lo godain cewek kalau lo PMS juga kayak Ersha," ucapnya yang membuat Arka kembali memukul kepala Bisma.
Bisa-bisanya temannya itu malah menganggap serius. Mungkin memang benar, jika akal pikiran Bisma harus diperiksakan karena tampaknya sedikit meresahkan.
Arka memilih untuk memalingkan wajah, membiarkan Bisma terus berceloteh dengan pemikirannya sendiri. Sembari berdiri dia memikirkan bagaimana caranya untuk membuat keduanya bisa bertanding di ring.
Ersha tengah mengumpat soal Chiko, dia benar-benar marah, dan para gadis yang mendengar itu pun merasa kesal. Entah siapa ketiganya, tetapi mereka tampak tak suka dengan Ersha.
Saat Ersha akan membuka pintu wc, tiba-tiba pintunya tidak bisa dibuka. Ya, pintu itu sengaja dikunci oleh ketiganya. Ersha menunduk, dia tersenyum karena ternyata ada yang mulai mengusiknya. Masih belum sempat meminta bantuan, Ersha kembali mendapatkan masalah dengan adanya seseorang yang menyiram tubuhnya dengan ember berisikan air kotor.
Ersha mendongak, mendapati seseorang tengah tersenyum sembari menggerakkan alisnya. "Hai, Ersha!" sapanya.
Senyuman kecut pun terlempar pada gadis di sana. Terdengar gelak tawa dari luar kamar mandi, membuat Ersha membuang napasnya sembari mengusap wajahnya itu.
Perkara kecil ini bisa saja akan berakibat fatal. Namun, Ersha tak ingin membuat semuanya menjadi runyam. Dia akan mudah menghancurkan kampus ini jika dia mau.
Dari dalam tasnya, Ersha mengeluarkan sesuatu. Sebuah alat yang membuat pintu itu bisa terbuka. Jangankan pintu, brankas saja bisa dia bobol dengan mudah. Ersha keluar dari sana dan melihat ada sekitar 5 orang berdiri dengan tangan yang terlipat di dada mereka.
Mereka tampak tak terkejut saat Ersha bisa keluar dari ruangan sempit itu. "Kenapa? Lo pikir kita bakalan terkejut gitu?"
"Kalian punya masalah apa sama gue?"
"Masalah kita sama lo? Karena lo main curang," ujarnya.
Main curang?
Ersha yang tak mengerti hanya diam, menunggu kalimat selanjutnya keluar.
"Kenapa? Gak mau ngaku?"
"Lo hajar Chiko pasti karena ingin deket sama dia. Iya, kan? Lo suka sama Chiko, pura-pura jago bela diri, pura-pura hajar dia. Ngaku aja, deh!" tuduhnya.
"Atau lo ngerasa paling oke karena jadi anak berprestasi, terus coba-coba deketin Chiko supaya nama lo makin eksis. Iya, kan?"
Ersha tersenyum hambar, bisa-bisanya mereka semua menganggapnya rendahan seperti itu. Ersha tak pernah punya niatan demikian.
Saat Ersha malas menanggapi mereka, dia pun memilih untuk pergi. Namun, belum juga dia melangkah menjauh, tangannya kembali ditarik seseorang dan ....
Bugh!
Tubuh Ersha terbentur ke dinding. Seseorang menariknya dan memukulkan kepalanya dengan dinding kamar mandi. Cairan merah keluar dari kepala Ersha, tetapi dia tidak mengeluh, Ersha hanya melihat itu.
"Ini bukti," ucap Ersha sembari menunjuk salah satu cctv yang ada di sana.
Tentunya aktivitas mereka semua terekam kamera cctv. "Gue gak peduli," ucap seseorang menantang.
Ersha pun mengangguk sembari bangun.
"Lo punya kenalan yang bisa mengaturnya?" tanya Ersha.
"Apa pentingnya buat Lo?"
Ersha meringis begitu tangan seseorang menjambaknya. Sorot mata mereka seakan puas karena menyakiti Ersha.
"Berani lawan? Ayo dong, bukannya kemarin lo hajar Chiko, kok sekarang malah kayak pecundang gini."
Tidak peduli. Ersha benar-benar tak peduli dengan cibiran itu. Dia ada di sana untuk menyamarkan identitasnya, bukan untuk menghabisi mereka semua. Namun, apa yang terjadi saat ini di luar batas kesabarannya. Ersha tidak bisa tinggal diam.
"Gue gak perlu main kasar, merugikan," ucap Ersha sembari memutar tangan orang yang menjambaknya, membuat perempuan itu meringis kesakitan.
"Gue diam bukan berarti gue suka ditindas. Gue guna gak mau ngeladenin sampah kayak kalian semua," cibirnya.
"Dasar ja—"
"Berhenti?!" teriak seseorang yang berhasil menghentikan tangan seseorang yang hendak memukul Ersha.