Chereads / Pernikahan Lintang Kemukus / Chapter 1 - Resepsi Tengah Malam

Pernikahan Lintang Kemukus

🇮🇩setiawansasongko
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Resepsi Tengah Malam

"Malam ini ada perhelatan lagi," kata pengantin perempuan.

"Ada pesta lagi? Mengapa tidak dibicarakan sejak awal? Orangtuaku dan keluarga besarku sudah kembali ke Malang." Pengantin pria bingung. "Mengapa baru sekarang ada pemberitahuan?" Perempuan itu membaca kebingungan laki-laki yang baru pagi tadi sah jad suaminya.

"Ini hanya internal dari pihak keluarga bapakku dan ibuku," ujarnya.

"Lho, bukankah mereka sudah datang di resespi kita di Gedong Agung?"

"Ada yang belum datang," jawab pengantin perempuan. "Sudahlah, tidak usah khawatir. Malam pertama kita tetap malam ini kok. Setelah resepsi kedua ini berlangsung."

Kemukus tidak membantah lagi. Sudahlah, dituruti saja. Toh, orangtuanya dan keluarga besarnya sudah datang ke rumah besan sehari sebelum perhelatan resepsi di Gedong Agung. Mereka menginap di hotel dan kini sudah kembali ke malang.

Pasangan pengantin itu, Lintang dan Kemukus, sedang perjalanan pulang dari tempat perhelatan pernikahan mereka yang jaraknya kira-kira tiga kilometer dari dari rumah Lintang. Mereka mengendari mobil kuno yang dihias sangat mewah. Mereka sudah tidak memakai pakaian raja dan ratu sehari, karena sudah ganti di kamar rias di Gedong Agung.

Ada sopir yang hanya sekilas melihatnya dan tidak menegurnya sama sekali. Mungkin tidak mau mengganggu pengantin yang dibawanya. Karena dia sudah berpengalaman membawa pasangan pengantin, yang sering tidak sabar menunggu sampai rumah. Sudah nyicil bercumbu di dalam mobil sebagai pemanasan acara inti dari hakikat sebuah pernikahan.

Kemukus yang biasa menyapa orang saat itu hanya diam, tidak tertarik untuk berbasa-basi dengan si sopir. Ya, karena tangannya sibuk meremas tangan Lintang dengan penuh gairah. Lintang tersenyum sambil memejamkan mata dan itu menambah gairah Kemukus.

Mobil pengantin sudah sampai ke rumah Lintang. Mobil masuk regol, berhenti persis di depan rumah. Mereka berdua keluar dari mobil. Anehnya, tidak ada tanda-tanda akan ada resepsi di rumah itu sebagaimana layaknya rumah-rumah yang akan menggelar resepsi. Tidak ada janur melengkung, padi-padi atau lampion, tarup, kembang mayang, dan sebagainya sebagai uborampe acara pernikahan.

Sepi, tidak ada orang rewang. Ah, Lintang hanya bercanda, pikir Kemukus. Tetapi dia tidak mau menanyakan hal itu. Setelah masuk rumah mereka menuju kamar. Anehnya, begitu masuk pintu kamar rasa kantuk yang sangat berat melanda Kemukus sehingga begitu rebah di ranjang pengantin langsung tidur lelap.

Eloknya, begitu bangun Kemukus dan Lintang sudah duduk di pelaminan megah, lebih megah daripada di pelaminan di Gedong Agung. Suara gamelan kebo giro terdengar lagi, bukan dari kaset tetapi ada kelompok kerawitan yang memainkannya secara langsung, life.

Mengapa bisa secepat itu berubah? Rumah mertuanya sudah semarak indah dan hingar bingar dan banyak orang. Tapi tidak banyak orang yang dia kenal, yang dikenal hanya Tumengung Radite dan istrinya, serta beberapa orang lagi yang tadi menjadi panitia resepsi di Gedong Agung.

Resepsi pertama dilangsungkan di pendopo Gedong Agung milik Raden Ngabei Radite, seorang bangsawan yang pengusaha batik kaya raya. Tidak sembarang orang bisa memakai pendopo yang dianggap sakral itu, yang katanya wingit dan angker, hanya mereka yang ada aliran darah biru yang bisa memakai pendopo itu untuk menggelar acara pernikahan.

Orangtua Lintang memang juga bangsawan, Raden Mas Sundoro dan Raden Ayu Wulan Wilis. Ada kabar kalau yang bisa memakai pendopo itu hanya orang-orang tertentu, hanya orang-orang dari komunitas atau paguyuban Selendang Kuning yang diasuh Raden Ngabei Radite. Malahan, ada keharusan jika anak-anak dari anggota paguyuban harus menikah di pendopo itu. Padahal, rumah Raden Sundoro tak kalah megah, rumah joglo kuno yang sangat besar dengan halaman luas, khas milik para bangsawan kaya.

Di pelaminan hanya ada dua tempat duduk, hanya untuk si pengantin. Tidak ada kursi untuk orangtua pengantin di sebelah kiri atau kanan.

Raden Mas Sundoro dan Raden Ayu Wulan Wilis sibuk menerima tamu yang datang silih berganti. Jam sebelas malam. Kemukus dan Lintang masih berada di pelaminan dan tamu masih berdatangan. Tepat tengan malam, datang beberapa kereta kencana dan tamu-tamu berpakaian adat Jawa. Mertuanya menyambut kedatangan mereka dengan ramah. Kemukus seperti dihipnotis, tidak sepatah kata keluar dari mulutnya walau ada kehendak untuk menanyakan semua itu kepada Lintang, tapi kata-katanya tidak keluar.

Pada kereta terakhir, ini yang membuat Kemukus sangat shock, keluar beberapa ular besar dengan memakai mahkota, ada yang tidak memakai mahkota tapi pakai jamang, yakni hiasan yang menempel pada telinga, walau ular tidak bertelinga tapi jamang intan kencana menempel di kepala, tepat di bagan kiri dan kanan kepala, layaknya di bagian telinga jika itu manusia. Ular-ular itu tidak berjalan menjalar, tidak ndlosor, melainkan berdiri tegak dan berjalan dengan ekor sebagai tumpuan. Kedua mertuanya ramah menyambut, layaknya menyambut tamu manusia.