Tamu silih berganti menyalami pengantin. Semerbak bau melati dan mawar. Tamu berupa ular ke arah mempelai. Kemukus sama sekali tidak merasa takut atau khawatir. Ia serasa sangat tersanjung, bangga, entahlah mengapa bisa merasa begitu. Karena tidak ada tangan untuk bersalaman, tamu para ular itu mencium kening kedua mempelai dengan rasa kasih sayang, sebagai ucapan selamat. Setelah ular-ular yang memakai mahkota dan jamang, lalu tamu para ular yang tanpa mahkota datang, sama dengan yang sebelumnya, mereka mengecup kening kedua pengantin sebagai ucapan selamat.
Entahah, Kemukus merasakan hal yang aneh. Dia sama sekali tidak merasa takut. Suasana itu telah membekukan kesadarannya sebagai manusia normal. Rasanya, hanya ada rasa bahagia yang sangat membumbung, membuncah karena hari ini dia menikah, dan malam ini dia akan mengalami malam pertama, yang kata orang-orang inilah yang sangat dinanti para pengatin.
Jam 3 pagi, acara sudah selesai. Kemukus dan Lintang dipersilakan meninggalkan pelaminan dan masuk ke kamar pengantin yang luar biasa megah. Layaknya kamar para raja. Hanya saja, sedikit demi sedikit pengaruh hawa hipnotis hilang pada diri Kemukus. Dia tersentak terkejut dengan peristiwa apa yang baru saja dialaminya.
"Apakah tadi benar-benar terjadi?" bisik Kemukus, ada nada rasa takut.
Lintang terkejut dan balik bertanya. "Maksud Kangmas?"
"Barusan yang kita alami. Apakah ular-ular tadi itu nyata? Yang mengecup kening-kening kita berdua," kata Kemukus.
"Tidak ada ular," jawab Lintang, cepat. Setelah itu hanya ada senyum Lintang yang merekah. Satu persatu dia melepas aksesoris baju pengantin. Mulai dari bagian atas, cunduk mentul di sanggul, melepas sanggul sehingga rambutnya yang panjang terurai. Kemukus juga mulai melepas baju kebesaran. Lintang mendekat, membantu melepas kancing baju suaminya. Wajah mereka berdekatan, aroma bunga di tubuh Lintang sangat kuat dan itu membuat Kemukus melupakan para ular dan fokus melumat bibir istrinya.
Bibir Lintang dikulum hangat, memainkan lidah di bibir dan terjadi saling menyedot lidah, permainan pengantin semakin panas. Tangan Kemukus sudah berhasil melepas kancing beha. Lintang menggelinjang kegelian karena permainan bibir suaminya yang aduhai. Lintang semakin beringas ketika pinggulnya diremas Kemukus dengan gemas. Dia membalas dengan gigitan lembut di dada Kemukus. Tapi, sebelum kebakaran menjadi-jadi, Lintang menarik diri. Kemukus tentu saja terkejut dan kecewa.
"Tunggu sebentar, kita nikmati tanpa tergesa-gesa, tak kan kemana gunung dan hutanku Kangmas kejar," kata Lintang, nakal. Kemukus tersenyum. Lintang mengambil sesuatu, yang ternyata buku kecil, tapi itu bukan buku nikah. "Sebagai orang jawa, kita punya panduan untuk melakukan hubungan suami sitri," kata Lintang.
Kemukus mengerjapkan mata, tanda kurang tahu apa yang dimaksud istrinya. Lintang tahu hal itu, lalu dengan manja ditariknya Kemukus ke ranjang peraduan. "Kita baca ini dulu, hanya sebentar kok." Lampu yang sudah diganti remang, diganti nyala terang lagi. O, itu kutipan dari kitab bataljemur adamakna, primbon. mereka membaca. Waduh, ternyata ada urut-urutannya toh, tidak asal nglabruk, tidak asal ngamuk.
Hm, buku kecil itu menunjukkan bahwa yang pertama kali harus dilakukan pria adalah mencium rambut istri, setelah itu ciuman turun ke bawah ke arah depan tubuh pasangan, setelah itu baru merebahkannya, lalu meremas dua bukit, dan selanjutnya baru terjadi tindakan terakhir yang merupakan puncak olah asmara. "Tidak sulit," bisik Kemukus, sambil tersenyum. Buku kecil ditutup dan Kemukus melakukannya tergesa-gesa, sehingga Lintang memenggal upacara penyerbukan yang akan dilalukannya.
Kemukus tersenyum. Ah, ternyata rumit ya, batinnya. Apakah semua laki-laki begini di awal malam pertamanya? "Jangan tergesa-gesa, Kangmas. Harus sesuai dengan urutannya," bisik Lintang. "Ayo, ulangi lagi dari awal." Napas Kemukus sudah tersengal-sengal, debar jantungnya sangat kencang.