Togo dan Si Undan melintasi gunung-gunung, lautan, hutan-hutan, lembah-lembah, jurang-jurang, dan gurun-gurun. Bila ada kapal terbang di dekat mereka, maka Si Undan mengejarnya dan numpang bertengger bersama Togo di sayapnya. Ke mana burung besi itu terbang maka mereka mengikuti saja. Sungguh petualangan yang sangat menegangkan. Suatu hari, setelah lama beristirahat di sayap burung besi, mereka pun mendarat. "Di manakah kita sekarang?" tanya Togo. "Hawanya cukup dingin." Togo bahkan sampai menggigil.
"Aaaak!" jawab Si Undan yang bulu-bulunya meregang, juga kedinginan.
Togo memperhatikan ulah seseorang yang berada tidak jauh dari mereka. "Apa yang dilakukan orang itu? Mengapa dia mengikuti sekumpulan rusa?" tanya Togo. Ia teringat dengan pulau kecilnya, teringat rusa yang membesarkannya. Terbit titik air bening di pelupuk matanya.
Dilihatnya di tempat lain, seorang ibu sedang memerah susu rusa, lalu Togo mendekatinya. "Maaf, Bu, di negeri manakah kiranya saya ini?" tanya Togo.
Perempuan itu sejenak memperhatikan Togo, menyelidik dari ujung rambut sampai ujung kaki. Juga dilihatnya Si Undan dengan penuh ketakjuban. "Tampaknya kamu orang asing," kata perempuan itu sambil menghentikan memerah susu. Rusanya dibiarkan pergi. "Kamu berada di negeri Skandinavia. Kamu tampaknya tidak terbiasa di daerah dingin, sehingga begitu kedinginan. Bajumu terlalu tipis untuk iklim di sini. Mari, aku memiliki mantel bulu yang pas untukmu. Kita ini tidak jauh dari laut Artik yang membeku." Orang Laplandia hidup di utara Skandinavia, terutama di bagian utara Laut Arktik. Mereka berambut hitam dan bertubuh kecil. Mereka mengembara ke seluruh negeri Laplandia. Pekerjaan mereka menggembalakan rusa utara. Dari rusa utara itulah orang Laplandia mendapat susu, daging, pakaian, sepatu, bahan tenda, kendaraan , bahkan alat-alat rumah tangga. Kaum pria Laplandia amat mahir mengukir tulang. Mereka suka memakai baju bagus-bagus. Kini mereka sudah tidak mengembara lagi, tapi menetap jadi petani, nelayan, atau pengrajin.
Perempuan itu membimbing Togo meninggalkan tempat itu, dan mengajak ke rumahnya. "Aduh, bagus sekali baju orang-orang di sini. Sangat berwarna-warni," kata Togo. Ia perhatikan tubuh orang-orang di daerah itu rata-rata kecil dan berambut hitam.
Melihat Togo yang terheran-heran perempuan itu berkata, "Kami bangsa Laplandia, yang menggantungkan hidup dari rusa utara. Dari rusa-rusa itulah kami mengambil susu, kulit, dan dagingnya."
"Malah tulang dan tanduknya juga kami ambil, untuk membuat kerajinan," kata si ibu. Begitu sampai di rumahnya, Togo diberi baju dan si Undan diberi selimut tebal lucu sekali. "Ini baju anakku, pakailah!"
Togo ragu-ragu. "Apakah sudah tidak dipakainya?" tanya Togo.
Perempuan itu diam sejenak, tampak berduka. "Tidak, anakku telah tenggelam di danau," kata perempuan itu sedih.
Togo terkejut dan berkata, "Maafkan saya, saya ikut prihatin."
"Ada makhluk jahat di danau itu, yang suka mengambil anak-anak," kata perempuan itu.
Togo terpana mendengar cerita singkat itu. "Betulkah? Jahat sekali makhluk itu? Apakah ada yang pernah melihatnya, seperti apakah dia?" tanya Togo.
Perempuan itu tidak segera menjawab, "Tak seorang pun pernah melihatnya. Tapi tiba-tiba beberapa anak hilang saat bermain di tepi danau. Mungkin monster itu adalah hantu penunggu danau."
Tetapi Togo tidak percaya bahwa itu ulah hantu. "Hantu danau? Bisakah Ibu menunjukkan letak danau itu?"
"Lumayan jauh dari sini," kata perempuan itu. "Mari, kutunjukkan kepadamu." Setelah cukup lama berjalan mereka sampai pada sebuah danau. "Itu danaunya. Anakku hilang ketika sedang mencari buah cerry. Sudah ada tujuh anak yang hilang di danau itu. Kami tidak pernah menemukan mayatnya."
Perempuan itu mengantar sampai di situ saja, tidak berani mendekat danau. Medannya terlalu berat untuk ditempuh. Togo mengamati danau itu dari kejauhan, lalu berkata kepada Si Undan, "Ayo, bawa saya melihatnya dari atas!" Si Undan membungkukkan badan. Togo naik ke punggungnya lalu terbang mengitari danau. Bukit sekitar danau sungguh tempat yang sangat terjal, sehingga susah untuk didatangi. Di sisi bukit, Togo melihat sebuah goa dan saat itu dilihatnya seseorang keluar dari goa. "Orang aneh keluar dari sebuah goa, saya pikir orang itulah yang menculik anak-anak."
Togo dan Si Undan mendarat di tempat perempuan itu. "Tunjukkanlah tempat di mana anak Ibu hilang," kata Togo.
Perempuan mengamati sekitar lalu menunjuk sebuah tempat, dan berkata, "Di pohon oak itu. Kata teman-temannya, anakku sedang beristirahat di bawah pohon itu. Anak-anak lain yang hilang juga tak jauh dari pohon itu. Bersamaan dengan hilangnya mereka, banyak rusa kami yang menjadi cacat."
Togo mengangguk. "Apakah ada yang melihat orang asing berkeliaran di sekitar sini?"
"Apa maksud pertanyaanmu?" perempuan itu balik bertanya. Togo pun jadi maklum bahwa penduduk tidak pernah melihat sosok orang yang ditemuinya keluar dari dalam goa.
"Bagaimana dengan goa, apakah ada yang tahu kalau ada goa di sekitar sini?" tanya Togo.
Perempuan itu menjawab, "Tidak ada. Tapi tunggu, konon katanya, dulu ada goa tua. Tapi itu sudah lama tertimbun tanah longsor."
Togo tidak bertanya lagi. "Saya pikir anak-anak itu diculik saat sedang tertidur di bawah pohon itu."
Selanjutnya, Togo membuat siasat. Ia lalu menyuruh Si Undan mengikutinya. Togo menuju pohon oak dan tidur-tiduran di bawahnya. Berhari-hari pekerjaan itu dilakukannya. Tapi apa yang perkiraannya tampaknya tidak akan pernah terbukti. Manusia goa tidak datang menculiknya. Namun, saat matanya terkantuk-kantuk dilihatnya seseorang bertubuh besar mengendap mendekatinya, orang itu membawa seutas tali. Saat orang itu menyergap, Togo beringsut gesit sehingga orang itu menubruk tempat kosong. Bukan itu saja, karena tubrukannya sekuat tenaga maka kepalanya terantuk pohon dan pingsan.
Secepatnya Togo mengikat kuat orang itu dengan tali. Dipanggilnya Si Undan lalu menuju arah goa dan memasukinya. Didapatinya anak-anak kurus yang diikat kaki-kakinya sambil membuat barang-barang kerajinan dari tanduk rusa. Togo melepas tali ikatan mereka dan mengajaknya keluar goa. Si Undan mengantar anak-anak ke desa. Berikutnya, Togo dan orang-orang desa mendatangi pohon oak dan menemukan orang aneh yang masih menggeletak tidak sadarkan diri.
Melihat sosok yang pingsan itu warga desa berbisik-bisik. "Lho, bukankah orang ini adalah narapidana yang dulu kita kejar?"
"Ya, saat itu dia menceburkan diri ke dalam danau?" kata salah satu dari mereka.
"Teryata dia balas dendam dengan cara menculik anak-anak kita!" sahut yang lainnya.
Sebagian dari warga beramai-ramai mendatangi goa. Ternyata goa yang dulu tertimbun tanah longsor sudah dibuka oleh narapidana itu dan dijadikan tempat persembunyian. Di dalam goa mereka mendapati banyak perkakas dari tanduk dan tulang rusa. "Jadi, rusa-rusa kita yang cacat adalah ulahnya?" kata salah satu yang memasuki goa, geram.
"Beberapa rusa saya kehilangan tanduk. Pasti telah dipotong oleh orang itu!" sungut yang lain.
"Kehilangan tanduk masih mendingan, masih agak pantas. Rusaku malah kehilangan ekornya. Bayangkan, rusa tanpa ekor, betapa malunya!" gerutu yang lain.
Yang lain menimpali, "Kita harus bersyukur, karena anak-anak yang kita perkirakan mati ternyata masih hidup, meskipun jadi kurus-kurus. Yah, sudah kewajiban orang tuanya untuk menggemukkan mereka lagi."
"Tenang, toh, kita masih punya banyak susu rusa. Susu dan kuning telur, bisa cepat memulihkan kesehatan mereka."
"Tapi, harus tambah madu, dong," timpal yang lainnya.
Sungguh pertemuan yang sangat mengharukan antara anak yang disandera dengan oran tua mereka. Sementara, narapidana itu dibawa ke kota, diserahkan kepada pihak yang berwajib. Perempuan yang kehilangan anak berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Togo dan Si Undan. "Terima kasih Penunggang Angsa. Kamu telah menyelamatkan anakku."
"Apa yang bisa kami berikan untuk mengganti kebaikanmu?" kata salah satu dari yang anaknya ditemukan.
"Saya mencari seorang penyair, yang bisa membacakan syair dan menuliskannya agar bisa saya bawa pulang. Adakah di daerah ini seorang penyair?" tanya Togo.
"Ada banyak penyair di sini."
"Saya mencari penyair yang rajin berdoa," kata Togo.
"Penyair yang berhati saleh? Pasti Pak Abrahamikocik," kata salah satu dari mereka. "Mari, kuantar kepadanya." Togo dan Si Undan diantar ke rumah si penyair. Begitu sampai diceritakanlah oleh pengantarnya perihal Togo dan angsanya, juga cerita tentang penyelamatan anak-anak dari sandera narapidana.
Abrahamikocik menatap Togo dengan penuh selidik. "Rupanya kamu bocah yang kutemui dalam mimpiku. Kamu berasal dari sebuah pulau kecil di tengah laut, menyusu rusa, berteman dengan angsa, lalu datang sang bijak menolongmu."
Togo heran dengan kata-kata orang itu. "Kok tahu?" tanya Togo, kemudian.
"Mimpiku begitu terang," jawab Abrahamikocik. Togo selanjutnya memohon agar orang itu membaca sebuah syair untuknya. Abrahamikocik lalu membaca syair:
...................
duhai pengembara muda
nun jauh di waktu lampau
lahirlah anak azar si pemahat batu
bayi yang dibebat kain beludru
ibrahim nama bayi itu
tapi, sang raja menggerutu
karena ahli nujum memberitahu
telah lahir calon rasul yang akan mengganggu
lalu semua bayi harus dibunuh
maka azar membawa bayinya ke goa batu
agar prajurit raja tidak tahu
bayi merah sendirian tiada teman
namun kuasa Allah, dia tiada haus dan lapar
jarinya keluarkan susu bila diisapnya
maka orangtuanya heran tiada tara
karena bayinya tak kurang suatu apa
ibrahim pun tumbuh remaja
dan bertanya-tanya siapakah sang pencipta
bintangkah, tapi mengapa padam?
mataharikah, mengapa disaput malam?
o, jadi bukan mereka!
hanya Allah semata Sang Pencipta
yang tiada tanding tiada sanding
tetapi, mengapa ibrahim muda dibakar?
karena namrud sang raja murka
karena berhala ang dipujanya dipenggal kepala
api membesar dan menjilatnya
tetapi ibrahim hanya tersenyum dan tertawa
karena panas api tiada mempan
akhirnya wabah nyamuk melanda
raja dan para durhaka disambut ajal
tapi mengapa ibrahim tiada berseri?
karena sang ayah tiada henti
menyuruh keimanannya berganti
ibrahim pun memutuskan pergi
meninggalkan negeri yang dicintai
bersama sarah sang istri
ke kana'an negeri yang mereka cari
sampai usia lanjut
punya anak belumlah terwujud
sarah meminta agar dimadu
maka dinikahlah hajar sang pembantu
lahirlah ismail dari rahim hajar
cemburu di hati sarah melanda
ketika ibrahim tiada
disuruhlah mereka pindah ke mekah
dengan menggendong bayi merah
hajar menyusuri padang pasir luas
o, air habislah
bagaimana akan didapatnya?
hajar pun berlari-lari kebingungan
tujuh kali: bukit shafaa dan marwah
tapi sang ismail bayi
menjenjak tanah dengan kaki
kuasa Ilahi: air! air!
sumur zam-zam pun jadi
hajar berseri-seri atas karunia Ilahi
beberapa tahun selanjutnya
ismail tumbuh jadi bocah rupawan
ibrahim pun berbinar bahagia
suatu malam dikirimlah pesan-Nya
lewat mimpi-mimpinya
agar mengorbankan anaknya
ibrahim terjaga: betulkah-betulkah?
dikuatkanlah imannya
dipanggillah puteranya
diutarakanlah maksudnya
sungguh ismail anak teladan
ikhlas menjadi korban
dengan tangan terikat dan mata terbebat
dia merebahkan badan
pedang ayahnya berkilat tajam
siap menetak detak sang anak
Allahu Akbar!
ternyata tawakal ibrahim ada buahnya
ismail selamat,
domba telah menggantikannya
bagaimana dengan sarah di seberang negeri?
bila kuasa Ilahi telah terjadi
yang uzur pun berseri karena rahim berisi
lalu, lahirlah ishak di suatu pagi
ibrahim disuruh-Nya mendirikan kakbah
dan ismail tinggal di mekah
menjaga baitullah
begitulah pengembara belia
kisah ibrahim bapa para rasul-Nya
bawalah kisahnya di dada
agar kamu ingat teladannya.
................
"Bagus sekali syair itu!" seru Togo, "terimakasih Pak Abrahamikocik."
"Bawalah ini, simpanlah bersama syair lainnya yang telah kamu kumpulkan. Tuhan akan memberkati perjalananmu selanjutnya," kata penyair itu. "Bersediakah kamu mendengar syair lainnya?"
Togo mengangguk senang. Siapa tak suka mendengar sajak yang dibaca indah? "Kamu simak baik-baik, ya." Abrahamikocik pun membaca syair lagi.
..............
ada cerita lalu yang kamu harus tahu
nabi luth itu namanya
yang hidup di negeri sadum, kota indah
tapi tak begitu dengan rakyatnya
yang berperilaku bejat semuanya
mereka menikahi sesama jenisnya
pria dengan pria, wanita dengan wanita
suatu hari datanglah dua malaikat-Nya
yang menyaru manusia tampan
mereka bertamu di rumah luth sang utusan
luth menyembunyikan mereka
agar terhindar dari kejaran napsu setan
tapi istri luth berkhianat
lalu berbondonglah lelaki ke rumahnya
hendak menyunting tamu rupawan
luth menyeru mereka untuk bertobat
sebelum azab datang menghujat
tetapi luth ditentang, ditantang garang
maka murka Allah beribu-ribu
dan dikirimlah hujan batu
yang mengganyang layaknya palu
istri luth pun ikut tersapu
bencana berlalu
luth dan ummat beriman terpaku
menatap puing kota menjadi debu
sungguh itu pelajaran bagi yang berilmu
ingatlah wahai bocah pengembara
.............
"O, sungguh luar biasa!" seru Togo, "terima kasih banyak!" Togo tidak segera pergi dari negeri Skandinavia. Di menunggu sampai musim yang lebih hangat tiba. Dia tinggal di rumah perempuan itu. Bukan main bahagianya ibu itu karena anak yang disangka mati ternyata masih hidup. Ketika Togo dan Si Undan hendak melanjutkana perjalanan, warga desa dengan berat hati melepasnya. Bahkan anak-anak yang telah ditolongnya menangis, ingin ikut bersamanya. "Kalian memiliki keluarga yang penuh kasih, tinggallah. Insya Allah suatu hari kita bertemu lagi," bujuk Togo, air matanya tak urung berlinang juga. Togo melompat ke punggung si Undan dan segera membumbung tinggi. Terbang entah ke mana lagi. (*)