Vaya menuangkan tetesan obat merah ke kapas perlahan dan mulai mengobati Altar. "Shh," Altar refleks memegang tangan Vaya.
"Sakit.." lirih Altar.
"Tahan ya, dikit lagi."
"Udahh, sakitt!" Ringisnya lalu mendorong Vaya.
"Al, nanti infeksi." Ucap Vaya.
"Sana lo, gue muak liat muka lo."
"Al-"
"Sana! Gue gak mau ketemu jalang kayak lo lagi,"
"Vay gak kayak gitu, Al." Ucap Vaya dengan mata sembap dan hidung merah tomatnya.
"Sana!" Usirnya semakin menjadi.
"Iya, Vay pergi. Kalau masih sakit, pake obat ini kayak tadi." Ucap Vaya lalu bangkit.
"Gue gak bego kayak lo," dinginnya dan hal tersebut membuat nafas Vaya tercekat. Vaya keluar kamar Altar lalu menutup pintu ruangan itu.
Vaya berjalan ke arah kamarnya, mulailah ia melakukan ritual hariannya. Menangis dalam diam dengan guling, bantal, ranjang, serta selimut yang menjadi saksi bisu air mata keesedihan Vaya.
***