Setelah selesai Zia tidak pergi namun malah menatap Sean, "Em gua boleh minta, eh nggak. lo anterin gua yak?"
Sean mundur satu langkah dengan alis yang dinaikkan, "Ngapa jadi minta anter, kesini aja sendiri. Kenapa pulangnya harus gua anterin?" Tanyanya.
Zia mengacak-acak rambutnya kesal dan berjongkok memainkan tanah seperti anak kecil, "Ngirit, terus kalau nanti gue naik taksi kan jauh harus jalan beberapa km dulu," Curhatnya.
Sean yang mendengar curhatan Zia gemas dan ingin tertawa ngakak dengan tingkahnya yang seperti bocil tak diberi uang jajan. "Ya bodo amat, lo kesininya sendiri jadi balik juga sendiri aja."
Balasnya cuek berbeda dengan hatinya.
Zia mendongak tangannya ia pindahkan ke baju Sean, "Anterin ya! Fisik gue masih lemah jadi gak bisa banting lo kaya dulu." Mendengar perkataan Zia ia menjadi termenung dan teringat kalau
sekarang raga adiknya yang dulu bisa membantingnya telah tiada dan didepannya sekarang hanyalah Aya dengan fisik yang lemah.