Pemandangan di pegunungan memang sangat bagus, Riski meniup angin malam, yang memberinya perasaan akrab, yang mirip dengan saat dia berada di desa ketika dia masih kecil.
Riski menyaksikan matahari merah perlahan-lahan tenggelam ke puncak gunung, dan seluruh desa pegunungan menjadi redup saat sinar matahari menghilang. Dia menunggu sekitar setengah jam sebelum melihat Lucia berjalan keluar rumah.
"Apakah kamu marah?" Riski menatapnya dan bertanya.
"Aku mengakuinya." Lucia sepertinya membuat keputusan tertentu.
"Apa artinya mengenalinya?"
"Aku memutuskan untuk tidak tidur di malam hari, dan aku akan pergi ke Jakarta besok."