Warta tentang pembunuhan demi pembunuhan di kapal itu telah sampai di telinga Cheng Ho, semua orang kapal disuruh waspada. Ketegangan menyelimuti pelayaran besar itu. Bagi mereka, ribuan musuh yang terlihat di depan mata tidaklah membuat kehilangan nyali. Tapi serangan yang mematikan puluhan rekannya itu layaknya dilakukan hantu, datang dan hilang begitu saja. Yang pasti kejadian itu selalu dilakukan malam hari. Tapi tidak lama kemudian mereka mendapat kabar kalau beberapa kapal lain juga diserang. "Itu hanya serangan palsu, sebetulnya hanya kapal ini yang diincar. Percayalah akan kata-kataku," bisik Abu.
"Perbuatan nekad. Mengundang dewa maut, karena dia berhadapan dengan laskar laut yang begini besar," kata Paman Bayu. Tampaknya Abu seseorang yang jeli membaca perkembangan. Tentu hal itu mengundang kecurigaian Paman Bayu. Tapi itu sengaja disimpannya.
Panglima Hong Bao memerintahkan juru mudi untuk lebih merapatkan jarak kapalnya dengan kapal lain untuk pengamanan. Namun beberapa malam berikutnya ada kapal barang yang terbakar dan tenggelam, tapi sebelumnya terdengar suara ledakan keras. Ledakaan kapal itu berakibat fatal bagi kapal lain yang berada di dekatnya. Ada yang ikut terbakar dan tidak tertolong dan tenggelam, tapi ada juga yang bisa diselamatkan karena kobaran api segera bisa dipadamkan. Banyak awak kapal dan prajurit yang tewas. Tidak mungkin kalau kapal itu menabrak karang karena kapal pelopor tidak memberi tanda kalau wilayah perairan itu berkarang.
Kapal-kapal penempur dan kapal komando semakin disiagakan untuk melindungi kapal-kapal besar. Laksamana Cheng Ho memerintahkan agar segera melakukan tindakan bila ada yang mencurigaikan. Bisik-bisik di kapal Panglima Hong Bao pun segera beredar, ada yang menyatakan itu serangan bajak laut, tapi banyak yang menyatakan itu sabotase. Bahkan ada yang menyatakan bila itu ulah kerajaan lokal yang iri dengan kemegahan armada kapal Tiongkok sehingga mengirim orang-orang khusus untuk menganggu. Tapi, bukankah pelayaran itu kunjungan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lokal? Tapi, siapa tahu kerajaan yang baru berseteru seperti Blambangan dan Mojopahit memanfaatkan kunjungan tersebut untuk memancing agar armada besar itu menyerang musuhnya. Bisa saja orang-orang yang menjadi korban perahu-perahu besar balas dendam. Banyak kemungkinan. Tapi kalau yang diincar hanya kapal Panglima Hong Bao pastilah lebih bermotif perampokan. Katanya, harta itu berada di kapal Panglima Hong Bao karena alasan keamanan, karena pasukan yang dipimpinnya pasukan inti. Tapi, siapa yang membocorkan kalau harta upeti berada di kapal Panglima Hong Bao?
Dengan adanya kejadian-kejadian itu Pring semakin mengkhawatirkan keselamatan Nimas. Pring berkeyakinan adiknya itu masih hidup dan mereka harus bertemu, apa pun yang terjadi. Tapi kalau penyerang itu menyerang kapal yang ditumpangi Nimas bagaimana? Lalu bagaimana kabar A Liong, apakah dia sudah mendapat keterangan tentang keberadaan adiknya atau semakin terjepit sebagai budak dapur? Sehingga semakin bau tengik dan apek. Tapi, kalau juru masak sampai kucel bukankah akan menjijikkan sehingga yang dilayaninya tidak mau makan?
"Mengapa kapal itu bisa meledak?" tanya Pring pada Sim Po.
Sim Po tidak segera menjawab, mungkin karena tidak tahu jawabannya. Bila tenggelamnya beberapa kapal itu karena serangan bajak laut maka itu aib bagi armada Tiongkok. "Mungkin bajak laut dari Selat Malaka mengincar kita. Mereka pelaut-pelaut ulung yang sangat pandai bertempur di laut," kata Sim Po.
Panglima Hong Bao semakin meningkatkan kewaspadaan, malah menyuruh beberapa prajurit untuk berjaga dengan perahu kecil yang ditarik kapal, untuk mengawasi serangan-serangan dari bawah air. Beberapa kapal yang berada di bawah komandonya juga di suruh lebih merapatkan jarak. Mereka dalam posisi siaga satu dan siap tempur. Suatu ketika Pring mendapat kabar kalau Panglima Hong Bao hendak ke kapal Bauchuan. Kesempatan itu tak disia-siakan Pring. Ketika panglima itu bersiap turun ke perahu, Pring menyusulnya dan berlutut sambil berkata, "Bila diizinkan bolehlah hamba turut ke kapal Bouchan, Panglima?"
"Tidak bisa, ini sangat penting. Kamu mencali adikmu? Aku usahakan apakah di kapal besal itu ada adikmu. Siapa namanya? Aku lupa."
"Nimas, Panglima. Dulu hamba sudah dapat kabar kalau dia tidak berada di kapal utama. Tapi, hamba mohon sekali lagi sudilah Panglima untuk mengeceknya lagi agar hati hamba puas." Pring masih berlutut hormat tak berani memandang Panglima Hong Bao.
"Tak usah khawatil. Di kapal kami semua olang telcatat baik, tidak ada yang terlewatkan, ada julu catatnya."
"Terima kasih, Panglima," kata Pring lalu mundur. Dengan tangga tali Panglima Hong Bao turun ke sampan. Saat itu ada kepala menyembul dari permukaan air dan membidik Panglima Hong Bao. Pring melihat kejanggalan itu, lalu berteriak, "Awas Panglima!" Tapi terlambat, seleret anak panah besi melesat menuju badan Panglima Hong Bao. Panglima itu segera menjatuhkan diri untuk menghindar. Anak panah menancap di badan kapal. Di air Panglima Hong Bao menghunus belati untuk membela diri. Beberapa anak buahnya segera menyusul terjun ke laut untuk melindunginya, tapi tak ada serangan susulan. Di mana penyerangnya? Pring melihat sekejap orang itu menyelam dan terus menghilang di bawah air. Beberapa prajurit menghujaninya dengan panah, tapi sia-sia karena kedatangan para pemanah itu terlambat.
Salah satu prajurit dengan susah payah mengambil anak panah yang tertancap di badan kapal. Ketika Panglima Hong Bao sudah di atas kapalnya, anak panah itu diperlihatkan kepadanya, lalu diamatinya anak panah sambil mengernyitkan dahi. Dengan baju yang masih basah dipangilnya Pring untuk mengucapkan terima kasih. Setelah berganti pakaian dan mengenakan baju besi Panglima Hong Bao kembali turun dari kapal dengan pengawalan ketat.
"Paman, mungkin orang-orang kapal ini sendiri yang hendak membunuh Panglima, karena hanya orang kapal kita yang tahu kalau dia akan ke kapal utama," bisik Pring. Paman Bayu menyikut perut Pring, menyuruhnya diam. "Apa Abu tetap di dapur bersama paman?" Paman Bayu hanya mengangguk. Mereka sempat melihat mata Abu yang menatap tajam kepada mereka. "Aku juga berpikir orang-orang kapal ini pelakunya. Karena bisa datang dan pergi tanpa jejak. Dan ini laut, tidak mudah orang menghilang begitu saja. Pasti ada sesuatu yang rahasia di kapal ini."
"Mengapa anak-anak panah terbuat dari besi, Paman?'
Mereka memakai panah bolt, yang bisa dibidikkan tepat sasaran, juga lebih mudah pemakaiannya karena tinggal menarik picu. Apalagi kalau yang diincar memakai baju zirah dengan sisik-sisik baja. Hanya panah bolt yang bisa menembus baju besi."
Pring berpikir, bila bukan karena jasa Panglima Hong Bao belum tentu mereka bisa ikut di iring-iringan kapal Cheng Ho. Bila sesuatu menimpa Panglima Hong Bao belum tentu penggantinya sebaik dirinya. Dan itu akan lebih mempersulit dirinya untuk keberadaan Nimas. Sejak itu mata Pring semakin awas mengamati setiap jengkal badan kapal. Karena dianggap masih bocah dia lebih diuntungkan, lebih leluasa menjelajah ruang-ruang kapal meskipun itu hanya bisa dilakukannya saat mengantar makanan.