Chereads / Peony di Antara Duri / Chapter 6 - Perjalanan

Chapter 6 - Perjalanan

Menurut Zhu Longwei, perjalanan dari daerah Wu ke kota kelahiran Tan Xiuying di Jiujiang seharusnya memakan waktu satu hari dengan menunggang kuda. Namun karena mereka harus berjalan kaki dan melewati medan yang begitu sulit, perjalanan akan jauh lebih lambat dari yang diperkirakan.

Tan Xiuying yang asli tidak akan sebodoh itu menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Sebagai seorang anak perempuan bangsawan yang terbiasa hidup dalam kemewahan, dia menunggang kuda dalam perjalanan menemui pujaan hatinya di Houguan dan meninggalkan kudanya entah di mana sebelum disergap oleh orang-orang Peng Liling.

Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan dari pantai menuju kota Wu, yang merupakan ibukota kerajaan kecil atau komanderi Wu. Saat menginjakkan kaki di gerbang kota Wu kuno untuk pertama kali dalam hidupnya, Tan Xiuying tidak bisa menahan decak kagumnya saat menyaksikan kehidupan dan kemakmuran kota itu.

Kayu adalah bahan bangunan utama dalam arsitektur Dinasti Han, digunakan di hampir semua bangunan, menara bertingkat, aula kediaman bertingkat, dan tempat tinggal sederhana. Tembok kota dan benteng perbatasan dibangun dengan batu bata tanah liat. Atap jerami atau genteng ditopang oleh tiang-tiang kayu, selain menggunakan dinding batu bata, batu, dan plester. Atap-atap genteng yang dibuat menjorok ke luar menjauhkan air hujan yang mengalir dari dinding.

"Kota ini lebih hidup dari yang kukira. Perdagangan begitu ramai dengan beraneka ragam barang dagangan. Tuan, aku ingin tahu lebih banyak tentang Kota Wu. Coba ceritakan," ujar Tan Xiuying dengan mata berbinar-binar takjub.

"Apa kamu yakin ingin tahu tentang itu?" ujar Zhu Longwei seraya melirik gadis itu. "Biasanya para wanita tidak tertarik tentang hal-hal pemerintahan dan politik. Mereka akan lebih senang bergosip atau membicarakan tentang segala macam urusan kewanitaan."

"Aku tahu para wanita di zaman kuno memang memiliki pengetahuan terbatas, tetapi aku berbeda dari mereka," dalih Tan Xiuying dengan tersenyum tipis.

Perempuan di Tiongkok kuno memang tidak menikmati status, baik sosial maupun politik, dibanding para pria. Perempuan sejak kecil harus belajar tunduk pertama-tama kepada ayahnya, kemudian kepada suaminya setelah menikah, dan terakhir kepada anak laki-laki mereka, apabila menjanda. Karena sering diperlakukan buruk secara fisik, dikucilkan secara sosial, dan dipaksa bersaing memperebutkan kasih sayang suami mereka dengan para selir, perempuan menempati posisi yang tidak menyenangkan.

Namun, terlepas dari kenyataan pahit hidup dalam masyarakat yang didominasi laki-laki dan selamanya berada di bawah beban norma-norma filosofis dan agama yang diciptakan oleh laki-laki, beberapa perempuan berhasil menembus hambatan-hambatan ini.

Realitas praktis kehidupan sehari-hari berarti banyak wanita dapat menghindari kaidah yang berlaku di masyarakat zaman itu, dan beberapa di antaranya bangkit untuk menjalani kehidupan yang luar biasa dengan menghasilkan berbagai karya literatur, pengetahuan, penemuan, dan bahkan memerintah kekaisaran Cina itu sendiri.

Zhu Longwei menjelaskan, "Wu adalah rumah dari empat klan Wu. Di Wu Timur, empat klan besar itu menjadi pilar pemerintahan Kaisar. Selama pemerintahan Wu Timur, pemerintah merencanakan pertanian dan perkebunan yang dipimpin militer di komando Wu. Tujuan awalnya adalah untuk menyediakan perbekalan bagi tentara dalam misi pertahanan perbatasan. Namun akhirnya, Wu dikenal karena kekayaan ekonominya dengan pertaniannya yang makmur dan perdagangannya yang meluas."

"Bagaimana dengan sistem pemerintahan di dinasti ini?" tanya Tan Xiuying. Kendati pengetahuannya sangat luas tentang kebudayaan Tiongkok kuno semasa hidupnya, keingintahuannya makin tergelitik. Ayahnya selalu menegaskan, meskipun mereka tinggal dan mencari nafkah di negeri orang, jangan sampai melupakan tentang asal-usul leluhur mereka.

"Dinasti Han Timur ini membangun sistem pemerintahan tiga tingkat yang terdiri dari provinsi, komanderi, dan kabupaten. Berdasarkan catatan legendaris, sistem pemerintahan ini merupakan pembagian wilayah geografis dan bukan wilayah politik, awalnya terdiri provinsi dan komanderi."

Tan Xiuying manggut-manggut. Matanya menerawang ke arah kerumunan orang dari berbagai kalangan masyarakat yang hilir mudik di jalanan. Bila dibandingkan dengan zaman modern, para penduduk ini tentu saja berpenampilan sangat sederhana dan mengenakan pakaian hanfu yang sama.

Desain dan model pakaian itu kurang lebih sama untuk pria dan wanita, yang membedakannya hanya warna, jenis kain, dan ornamen yang berbeda. Tingkatan dan status sosial mereka juga dibedakan dari jenis pakaian hanfu yang mereka kenakan.

Hanya para bangsawan yang diperbolehkan mengenakan sutra yang harganya selangit waktu itu. Mereka banyak menggunakan kain-kain berwarna dominan gelap, sementara rakyat jelata hanya diperbolehkan mengenakan kain linen berwarna putih, coklat kekuningan atau kuning pucat.

Melihat itu, Tan Xiuying memandangi dirinya sendiri. Pakaian hanfu hijau zamrud dari kain sutra yang dikenakannya saat ini terlihat begitu mencolok. Sepatu yang dia kenakan juga sangat mahal dengan kreasi sulam yang sangat indah dan bermutu bagus. Dia harus segera menemukan pakaian dan sepatu yang pantas dipakainya dalam perjalanan ini. Bahkan, ide yang lebih bagus dan aman bila dia menyamar sebagai laki-laki. Bukankah dahulu dia dikenal sebagai seorang mata-mata yang ahli menyamar?

"Tuan Zhu, bagaimana kalau kita singgah untuk membeli pakaian ganti?"

Zhu Longwei menoleh dan mengangguk. "Mari kita pergi ke kios di sana. Sepertinya kios itu menjual pakaian." Dia menunjuk ke salah satu kios yang memajang kain-kain.

"Aku juga butuh sepatu yang cocok."

"Baiklah, nanti sekalian kita cari."

Zhu Longwei memilih sepasang hanfu dari kain linen sederhana warna putih yang menghabiskan 100 koin tembaga. Itu lumayan mahal, tetapi karena tidak ada pilihan lain, pakaian ini cukup aman dan nyaman dipakai. Dia juga mencarikan sepatu pria yang pas untuk Tan Xiuying.

Dengan berat hati Tan Xiuying terpaksa menjual pakaian dan sepatunya kepada seorang saudagar demi mendapatkan 300 koin tembaga. Jumlah itu menurutnya sangat kecil, mengingat kualitas pakaian dan sepatunya yang sangat bagus. Mestinya dia bisa mendapatkan harga yang pantas, paling tidak sebanyak dua kali lipat dari harga itu. Namun apa daya, dia sangat membutuhkan uang karena tidak membawa sepeser pun di kantongnya.

Setelah berganti pakaian, mereka menghabiskan lima belas koin tembaga lagi untuk membeli dua bakpao isi daging ukuran besar dan dua koin tembaga untuk sup jamur. Setelah mengisi perut sampai kenyang, mereka kemudian buru-buru melanjutkan perjalanan ke kota Wucheng sebelum senja tiba.

Saat hari mulai gelap dan tidak ada tanda-tanda mereka sampai di Wucheng, Zhu Longwei menoleh dan berkata, "Nona Xiuying, sepertinya kita terpaksa harus bermalam di sini. Wucheng masih jauh di sana. Kalau kita tetap melanjutkan perjalanan di malam hari, aku khawatir akan ada banyak rintangan di sepanjang perjalanan."

Tan Xiuying menyahut, "Baiklah. Tuan Zhu, sebaiknya jangan sebut nama asliku di depan umum. Tidak masalah bila kita sedang berdua saja. Berhubung aku sedang menyamar saat ini, panggil saja namaku Adik Tan."

Zhu Longwei mengangguk setuju.

Di depan mereka, tampak sebuah desa kecil dengan beberapa bangunan kayu. Lampu-lampu lentera sudah mulai dinyalakan. Asap dari rumah-rumah penduduk memancarkan aroma masakan yang harum dan memabukkan yang menyebar ke seluruh desa. Tanpa terasa, perut Tan Xiuying mulai bergemuruh.

Setelah menanyakan tempat bermalam kepada beberapa penduduk di situ, tampaknya pilihan mereka sangat terbatas. Bahkan, sebetulnya tidak ada tempat penginapan di desa ini, hanya ada satu paviliun yang disewakan oleh salah seorang penduduk yang cukup berada. Pada akhirnya, mereka memutuskan menyewa paviliun itu dan memesan makan malam kepada pemiliknya.

"Bagaimana menurutmu? Tidak ada pilihan lain. Biasanya para pendatang memang lebih memilih bermalam di tempat penginapan di kota," ujar Zhu Longwei.

"Mengapa kita tidak bermalam di hutan saja?"

"Tidak baik membawa seorang gadis bermalam di hutan."

"Aku bisa tidur di mana saja, asalkan bukan di sini."

"Nona Xiuying, apa yang kamu khawatirkan? Uang? Aku membawa cukup banyak uang."

"Tuan Zhu, biar kuperjelas maksudku. Aku kabur dari rumah tanpa membawa uang sepeser pun. Uang dari hasil menjual pakaianku tadi hanya cukup kugunakan untuk makan. Selain itu, tidak baik bila lelaki dan perempuan lajang berduaan, apalagi tanpa ikatan apa pun."

Zhu Longwei tertegun sejenak karena tidak mengira reaksi gadis itu begitu terang-terangan. Gadis-gadis muda biasanya akan berperilaku lemah lembut, halus, dan penurut. Namun, gadis ini sangat berbeda dari kebanyakan gadis lain yang pernah ditemuinya.

Zhu Longwei tertawa. "Jadi, kamu mencurigaiku punya maksud buruk terhadapmu?"

"Tuan Zhu, bukan berarti aku tidak bisa menyesuaikan diri dengan situasiku, tetapi aku tetap saja anak perempuan baik-baik dari keluarga terhormat. Jika Tuan menyuruhku menurut padamu, aku tidak akan mudah menerimanya begitu saja," ujar Tan Xiuying seolah bisa membaca pikiran pria itu.

Zhu Longwei berdeham lalu berkata, "Apa maksudmu?"

"Aku bisa tidur di mana pun, asalkan bukan sekamar denganmu."

"Tadinya aku ingin mengusulkan padamu, tetapi kamu keburu memotong ucapanku. Begini pengaturannya, kamu tidur di kamar itu, sementara aku tidur di luar rumah. Bagaimana?"

Seketika muka Tan Xiuying merah padam bak kepiting rebus. Bagaimana mungkin dia mengira Zhu Longwei akan mengusulkan mereka tidur sekamar? Dia lupa kalau sekarang adalah zaman kuno dengan berbacai macam aturan yang ketat. Ini bukan zaman modern di mana siapa pun bisa tidur sekamar bahkan tanpa ikatan apa pun.