Chereads / Sekolah Sihir: Keajaiban Tersembunyi / Chapter 3 - Chapter 3 : Remaja laki-laki pembawa masalah

Chapter 3 - Chapter 3 : Remaja laki-laki pembawa masalah

"Si-Siapa kau?!" tanya Green di dalam hati.

["Bisakah kau beritahu tempat apa ini?"] tanya laki-laki itu.

"Magic School, kami bersekolah di sini." jawab Green.

["Sekolah apa yang memaksa orang untuk masuk ke sini!"]

"Aku tidak tau apa maksudmu."

["Lupakan saja."]

"Maukah kau memberitahuku siapa namamu?" tanya Green masih penasaran dengan sosok laki-laki itu yang mulai berdiri seperti ingin pergi dari tempat tersebut. "Tunggu aku mohon."

["Untuk apa? Lagipula kita pasti akan sering bertemu."]

"Astaga! Green, kau tidak tidur!?" tanya Lisa saat terbangun dari tidurnya.

Karena suara Lisa yang keras Lyne pun terbangun.

"Sudah kuduga, kau tidak tidur?" tanya Lyne.

Green tetap ada di sana berusaha untuk tidak beranjak, karena masih penasaran dengan laki-laki yang ada di atas atap. Iris mata Green melebar saat tahu apa yang terjadi, saat cahaya matahari mulai muncul dari persembunyiannya, berangsur laki-laki itu menghilang menjadi abu dimulai dari bagian kepalanya, itu membuat Green kecewa, melangkah mundur, terduduk di kursi belajar milik Lyne.

"Green? Sebenarnya ada apa sih?" tanya Lisa penasaran.

"Semalam laki-laki itu berbicara batin denganku dan aku menunggu pagi untuk melihat wajahnya, tapi, tapi itu semua sia-sia!" ucap Green.

Lyne menatap Lisa, namun remaja perempuan berambut ikal itu hanya mengangkat kedua pundaknya tanda tidak tahu apa-apa. Lyne pun berjalan mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi tidak begitu mempedulikan ocehan Green yang tidak jelas di telinganya. Namun tidak untuk Lisa, ia begitu penasaran dengan apa yang Green bicarakan, remaja perempuan berambut ikal itu mendekati Green.

"Kau ini kenapa?" tanya Lisa.

"Semalam laki-laki misterius bicara batin denganku. Di-Dia duduk di atas atap sekolah kita." Tunjuk Green.

"Wah, jauh sekali. Aku baru tau ada orang yang punya kekuatan batin sejauh itu? Atau jangan-jangan?" Lisa mulai ingat dengan remaja laki-laki semalam yang dibawa Qabil dan Habil. "Apa jangan-jangan itu dia?" tanya Lisa melipat kedua tangannya dan mulai mengingat.

"Kenapa? Apa kau tau laki-laki itu?" tanya Green penasaran.

"Kalian belum siap?! Nanti Mr.Marvyn akan menghukum kalian, jika telat masuk ke kelasnya." ucap Lyne mencoba menyisir rambutnya.

"Astaga! Aku baru ingat, biar aku dulu yang mandi." Lisa pun bergegas masuk ke kamar mandi.

Green kembali melihat keluar jendela kembali.

~*~

PRANG!

Untuk kesekian kalinya remaja laki-laki menjatuhkan piring murid lain yang sedang sarapan di Lamiageist nama kantin sekolah sihir. Si pemilik sarapan tidak terima dengan apa yang ia lakukan, mencoba mendekati dan mencengkeram kerah kemeja si remaja laki-laki, sepertinya itu tidak membuatnya takut. Matanya yang merah terang menatap tajam murid laki-laki tersebut.

"Apa kau keberatan?" tanyanya.

Keributan ini membuat seluruh murid sekolah sihir terpancing untuk menonton mereka bersorak-sorai mendukung jagoan mereka masing-masing, tentu saja itu membuat petugas penjaga Lamiageist panik mencoba menelpon bagian keamanan untuk memisahkan mereka yang menimbulkan masalah ini.

"Apa kau anak baru di sini? Kau tidak tau siapa aku!"

"Tidak tuh? Memang siapa kau?" tanya si bermata merah menambah memperburuk keadaan.

Murid laki-laki itu bertambah emosi dengan kasar ia pun menarik penutup mulut yang dipakai remaja laki-laki bermata merah itu hingga terlepas dari wajahnya.

"Aidan!" Dengan cepat Habil menutup remaja laki-laki bermata merah itu dengan kain hitam.

Murid laki-laki bernama Aidan hanya terdiam dengan alis mata kanannya sedikit turun tidak mengerti kenapa kakak senior Habil menyembunyikan wajah murid baru itu. Seluruh murid sekolah sihir berdecak kecewa.

"Lanjutkan sarapan kalian dan segera pergi ke kelas masing-masing!!" teriak Qabil mencoba menertibkan semua murid agar tidak menimbulkan suara gaduh. Qabil mencoba mendorong tubuh Aidan yang kurus untuk kembali ke kursinya, namun remaja itu begitu keras kepala dengan cepat berbalik untuk berhadapan dengan Qabil.

"Siapa dia? Kenapa kalian menyembunyikannya dari kami?" tanya Aidan.

"Itu bukan urusanmu. Jadilah murid baik jangan buat masalah." ucap Qabil berjalan meninggalkan Aidan.

Dari kejauhan Green dan kedua perempuan berinisial L melihat semua kegaduhan itu, namun mereka tidak seperti murid lain yang harus lihat siapa yang membuat kegaduhan.

"Sepertinya murid baru mencari masalah dengan kembaran mu." ucap Lisa pada Lyne.

"Siapa kembaran ku?" tanya Lyne tidak mengerti.

"Aidan." Bisik Lisa dengan menunjuk Aidan yang berjalan menuju pintu keluar.

"Kekuatan sama bukan berarti dia kembaran ku!" ucap Lyne menepis pemikiran Lisa yang menitipkan dirinya dengan Aidan.

Aidan Baskara arti namanya sudah menjelaskan siapa dirinya dan dari mana ia berasal, ya, api. Semua bilang Aidan terlahir dari api suci yang tersimpan di ruangan rahasia sekolah sihir, tapi itu hanya kabar angin belaka buktinya Aidan masih memiliki keluarga yang setiap libur semester menjemput dirinya untuk pulang.

"Aku jadi penasaran dengan murid baru itu, kenapa kak Habil menutupnya dengan kain? Bahkan saat ia datang tidak di sambut oleh yang lain." tanya Lisa.

"Apa jangan-jangan yang malam itu adalah dia?" tanya Green masih membahas tentang laki-laki misterius yang ada di atap sekolah.

"Sarapannya selesai, sekarang kembali ke kelas pembelajaran!!" teriak penjaga, mereka menyebutnya Fiacro(penjaga dalam bahasa latin) jika salah satu dari mereka tidak ada yang tahu jalan atau butuh bantuan para Fiacro akan membantu mereka yang tersesat. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi, karena sebagian penghuni sekolah sihir sudah mengetahui seluruh area.

~*~

Habil mencoba membuka kain penutup dari kepala seorang remaja laki-laki. Habil bisa melihat mata merah dari remaja laki-laki itu, terdiam menunduk. Habil tahu kenapa remaja itu tidak ingin menatap dirinya, remaja laki-laki yang ia bawa seharusnya tidak dilahirkan di Bumi manusia, entah apa yang direncanakan Tuhan pada mereka.

"Apa kau terluka?" tanya Habil memastikan ia baik-baik saja.

"Apa kau punya kacamata atau apa untuk menyembunyikan mata merah ku ini." ucap remaja itu.

Habil mencoba mencari kacamata di dalam laci meja kerjanya, menemukan kacamata bulat entah milik siapa, bahkan ia tidak ingat, saat tangannya ingin meraih kacamata tersebut remaja laki-laki bermata merah itu sudah mengambilnya lebih dulu dan memakainya. Habil bisa lihat perubahan dari iris mata remaja itu yang berwarna merah menjadi hitam, warna kebanyakan manusia di Bumi.

"Sepertinya ini agak culun untukku." Komentarnya.

"Kalau begitu lepaskan saja, aku akan mencari kacamata yang lain." Habil mencoba meraih kacamata tersebut, namun dengan cepat remaja itu melangkah mundur menghindari Habil.

"Tidak apa-apa, aku akan pakai ini."

Entah kenapa Habil merasa remaja laki-laki itu mengetahui sejarah dari kacamata itu, bahkan dirinya pemilik kacamata sudah lupa apa saja kenangan dari kacamata itu.

"Aku tau, tapi kenangan ini tidak harus diperlihatkan olehmu." ucap remaja laki-laki itu.

"Apa yang kau tau?" tanya Habil.

Remaja laki-laki menatap Habil dengan serius, lalu menatap langit-langit. "Kematian seorang wanita." ucapnya.

Mata coklat Habil terbuka lebar, terkejut saat mendengar kata wanita, ia menjadi penasaran berusaha untuk meraih kacamata tersebut untuk melihat sejarahnya. Dengan cepat Remaja tersebut melangkah mudur menghindari Habil.

"Aku mohon sekali saja, biarkan aku melihatnya." ucap Habil memohon.

Remaja laki-laki itu pun melepas kacamata tersebut, memberikan pada Habil. "Silakan jika kau memang bisa menerima kenyataan." ucapnya.

Habil menatap kacamata tersebut.