Green merintih kesakitan saat ia tersadar dari pingsannya, berusaha melihat sekitar. Green bisa merasakan energi negatif di dalam lubang ini. Tanah yang ia pijak tidak begitu bersahabat, itu membuat tenaga dalamnya semakin berkurang membuat pernapasannya sesak.
"Tempat apa ini?" Green menatap atas. Jika ia terjatuh ke lubang seharusnya di atas sana terdapat lingkaran, namun ini tidak, lubang di mana ia terjatuh tidak ada alias kembali rata. "Apakah ini jebakan?" Ia menjatuhkan diri, berdiri dengan lutut, berusaha untuk tetap sadar, walaupun kenyataannya ia tidak kuat lagi menahan sesak di dada.
"Siapa saja, tolong aku..." Rintihnya, pandangannya berangsur mulai rabun dan akhirnya ia tidak sadarkan diri, terbaring di tempat gelap entah di mana.
~*~
Rival mencoba menunggu seseorang, di lorong selesai pelajaran terakhir. Ia melihat satu persatu murid yang bercengrama sambil menunjukkan kekuatan khusus mereka, Rival tahu itu tidaklah menarik dibandingkan dirinya yang memiliki semua kekuatan mereka.
"Rival."
Rival menoleh, memberikan senyuman pada Lisa yang baru saja keluar dari kelas mencari seseorang.
"Apa Green bersama mu?" tanya Lisa.
Rival terhenti mencari sosok itu, karena yang ia cari sudah dijawab oleh Lisa, ia menatap Lisa dengan tatapan serius.
"Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Lisa risih ditetapkan seperti itu.
Rival mengangkat pandangan matanya pada Lyne yang baru saja keluar dari kelas. "Jangan ikuti aku."
"Apa?"
Rival mencoba mengikuti Lyne, namun Lisa masih kekeh mengikuti Rival walaupun laki-laki itu sudah memperingati untuk tidak ikut, tapi bukan Lisa namanya kalau tidak selalu ikut campur dan selalu ada rasa ingin tahu dalam dirinya. Itu membuat Rival tidak nyaman.
"Bisakah kau tidak ngikuti aku!" ucap Rival kesal.
"Kenapa? Kenapa aku tidak boleh ikut?! Apa kau ingin mengurus masalah lain, biarkan aku ikut."
"Apa kekuatan mu?"
"Apa?"
"Apa kekuatan mu?"
"Aku? Aku bisa melihat sesuatu di balik dinding! Itu sangat berguna untuk melihat mengetahui di mana musuh, kau tau, di Bumi aku menolong kepolisian dengan kekuatan ku!"
"Aku tidak peduli, aku yakin kau ke sini pasti ada masalah."
"Masalah? Aaaiisshh.... Kau meremehkan kekuatanku!"
"Apa kau bisa lihat stuktur tubuh manusia? Hah? Apa kau kekuatanmu bisa melihat isi langit?" tanya Rival menunjuk langit.
"APA!"
"Tidak usah jauh-jauh, bahkan kau tidak bisa melihat ada berapa orang di atas sana." Rival menujuk kelas asrama murid laki-laki yang jauhnya 20km dari asrama murid perempuan.
"Tidak, aku hanya bisa melihat jarak sekian meter saja, itu juga butuh beberapa waktu." jelas Lisa menunduk menyesal.
"Kalau begitu belajarlah yang rajin, agar kau bisa mendapatkan itu semua." Rival berjalan meninggalkan Lisa.
Melihat kepergian Rival. "Hah! Sombong sekali dia. Kau sendiri apa kekuatan mu!! HAH!!" teriak Lisa tidak terima dengan ucapan Rival.
~*~
Green terbangun dari pingsannya, memegangi kepala yang terasa pusing. Aura negatif semakin kuat ia rasakan
membuat dadanya sesak.
"Kau sudah bangun?" tanya seseorang.
Suara seorang pria dewasa, dengan cepat Green terbangun dari pembaringannya, menyingkir dari tepian ranjang yang terbuat dari tanah yang mengeras dengan beralasan tikar jerami kering. Green berusaha menjaga jarak pada pria misterius itu, ia bisa melihat jelas iris mata yang berwarna biru langit, entah apa, itu tidak cocok dengan aura yang Green rasakan.
"Siapa kau?" tanya Green mencoba menghindar.
"Tenanglah, aku tidak akan melukaimu."
"Di mana aku?" tanya Green.
"Sepertinya kau terjatuh dari atas."
Green menatap Pria bermata biru. "Apa kau tinggal di lubang ini?"
"Lebih tepatnya aku bersembunyi dari kalian."
"Bersembunyi? Dari kami, apa maksudnya?"
Dia tersenyum tipis, mencoba menceritakan kembali bagaimana ia bisa berada bawah tanah. Saat dirinya menyebutkan nama seseorang, Green tidak percaya lagi dengan ucapan Pria bermata biru itu.
"Kau berbohong, dia tidak sejahat itu." Bantah Green.
Dia menyeringai. "Sudah ku duga, kau pasti akan membelanya." Berjalan mencoba menerobos mendekat.
Green tidak bisa lagi melarikan diri karena dirinya sudah terpojok disudut kamar.
"Kita lihat saja, siapa yang berbohong!"
AAKKGG!!
~*~
Seluruh penghuni sekolah menoleh pada seorang wanita yang berdiri dan berteriak di tengah kerumunan murid yang sedang sibuk berlalu lalang. Semua bertanya-tanya tentang kejiwaaan si wanita yang ternyata dia adalah murid baru.
Dari kejauhan Rival memperhatikannya bersama dengan murid lain lewat jendela sekolah.
"Siapa dia?" tanyanya pada Aidan.
"Aku pikir Tuan Eric membunuhnya, tapi ternyata ia hanya diasingkan saja."
Rival menoleh kembali melihat wanita itu. Dirinya tidak akan bisa melawan karna dari seragam ia adalah senior, tapi tetap saja mau setinggi apapun usia dan kedudukan bagi Rival tidak masalah untuknya selama orang itu sopan padanya. Ia pun mencoba menjauh dari jendela berjalan kembali ke tempat duduk.
"Apa kau dengar berita baru."
"Apa?"
"Katanya Green si mahkluk Elf itu menghilang dari kemarin."
Pandangan Rival teralihkan pada dua murid yang sedang gibah tersebut, mencoba menguping apa yang mereka bahas tentang Green.
"Iya katanya, dia belum kembali dari ruangan rahasia itu."
"Bagaimana kau tau kalau dia dari sana?"
"Aku dengar ada yang melihatnya. "
BRAK!
Semua murid terkejut, begitu juga dengan kedua murid wanita yang sedang bergosib dengan cepat mereka pun menyingkir dari tempat tersebut. Aidan yang berdiri di depan Rival menatap heran.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya.
"Bilang pada guru, aku sedang tidak enak badan." Berjalan keluar kelas.
"Hah? Apa?" Aidan tidak mengerti dengan ucapan Rival.
Kedua murid wanita itu berjalan mendekat Aidan. "Maaf Aidan, kami tadi membicarakan tentang Green."
"Mungkin Rival mendengarnya."
"Aaiisshh! Kalian ini!" Bentak Aidan dengan nada yang tidak tinggi tetap saja kedua murid wanita itu sedikit takut. "Lupakan saja, beritahu guru kami sedang tidak enak badan." Aidan pun memilih mengikuti Rival.
~*~
Suara sepatu kulit dengan hak sedang berbunyi indah memecah kesunyian lorong asrama wanita Magic School pagi ini. Lisa berusaha mengikuti Lyne sekuat tenaga, namun wanita berambut merah itu tidak begitu mempedulikan Lisa, entah sejak kapan Lyne berubah menjadi dingin seperti itu, padahal dia adalah api, itu terlihat tidak cocok untuknya.
"Lyne tunggu!" Panggil Lisa.
Wanita bernama Lyne itu pun berhenti melangkah, mencoba menunggu Lisa untuk mendekat.
"Kau ini! Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kau begitu dingin padanya ku?" tanya Lisa mencoba mendapatkan penjelasan dari teman satu kamarnya itu.
Lyne hanya diam, mencoba mencerna kesalahannya, namun ia tetap keras kepala kalau dia tidak pernah salah.
"Yang salah itu kalian." ucap Lyne pelan, seperti berbicara sendiri.
"Hah? Apa? Apa yang kau bicarakan?"
Lyne menoleh menunjukkan setengah dari wajahnya. "Kalian yang salah!" Memberikan senyuman yang terlihat begitu menakutkan.
Iris mata coklat Lisa membesar karena terkejut melihat perubahan pada Lyne.