Mumbai, India ...
3 hari setelah kejadian ....
"F*ck, ah... Ah... Ah."
Desahan seorang wanita mengalun seperti indah di sebuah kamat hotel. Gabriel terus memompa tubuhnya di atas seorang pria lokal begitu kencang.
Miliknya mulai berkedut, dia semakin liar menggerakan tubuhnya turun naik. Tangan lelaki kekar berkulit kuning langsat, khas orang asia liar menjelajah gundukan gunung kembar milik Gabriel. Gabriel semakin mengejang merasakan sensasi luar biasa dari kejantanan besar milik lelaki di bawahnya yang memenuhi inti miliknya.
Plok.... Plok... Plok
Penyatuan mereka terdengar begitu candu di telinga keduanya. Gabriel terus memompa dirinya semakin cepat, di bantu oleh lelaki yang di sinyalir adalah teman sesama jurnalis yang membuat sensasi luar biasa Gabriel rasakan menjadi dua kali lipat.
Cukup lama, Gabriel berada di atas lelaki itu hingga dirinya menyerah dan mengganti posisi telungkup di bawah kungkungan lelaki bermata hijau cantik tersebut. Satu kaki milik lelaki tersebut di naikan ke atas, dia pun mulai kembali memasukkan kejantanan di dalam lubang kenikmatan milik Gabriel.
Gabriel meracau tak karuan. Mengerang keras-keras merasakan rahim miliknya yang seperti penuh terisi milik lelaki tersebut. Nikmat, enak, dan luar biasa sensasi bercinta dengan lelaki asia dengan kejantanan besar adalah hal yang baru ia lakukan dan rasanya begitu luar biasa.
"Akhh... Ahhhh!"
Akhirnya erangan panjang keduanya mengakhiri pergulatan panas keduanya. Setelah lelaki berbadan tegap berotot itu mengeluarkan cairan kenikmatannya di atas perut Gabriel, Gabriel segera bangkit dan bergegas menuju bilik kamar. Air shower seketika menyalah yang menandakan pergulatan mereka benar-benar selesai.
"Kau akan pergi?" Lelaki bernama Salman bertanya sembari mengenakan lagi pakaiannya.
"Ya, masih ada berita yang harus ku kejar."
"Oh come on Geb, apa kau benar-benar akan pergi meninggalkan Mumbai demi menuju Iran? Zona mereka sedang tidak aman dan berbahaya saat ini."
Tiba-tiba pintu bilik kamar mandi terbuka sedikit, dan kepala Gabriel menyembul dari dalam sana.
"Tujuanku datang ke sana untuk mencari berita. Aku tidak peduli dengan para taliban atau isis yang sedang berperang, aku tidak ikut berperang. Aku hanya mencari berita."
Tentu Salman tahu akan hal itu. Tetapi, dia yang sudah sangat lama bergelut dalam dunia jurnalis mengetahui situasi seperti apa dan risiko seperti apa yang sedang terjadi di Iran saat ini.
"Sudah banyak wartawan asing, khususnya Amerika yang menjadi tawanan para pemberontak dan berakhir mati sia-sia di sana. Apa kau mau menjadi salah satu dari mereka, jika kau tetap nekat pergi ke zona itu?"
Persetan! Tekat Gabriel sudah bulat. Dia harus pergi ke Iran apapun caranya. Bukan untuk mengejar berita hot news di sana, tetapi menjadi tameng demi menghindari masalah yang beberapa hari ia lakukan di negaranya.
"Salman, dengarkan aku–" Gabriel berdiri di hadapan Salman dengan menggunakan handuk saja. "Aku harus tetap pergi ke sana, karena ada sesuatu yang penting yang mesti aku cari dan hanya ada jika aku mendatangi negara itu langsung."
"Aku janji, akan pulang dan datang kembali ke sini untuk menemuimu." Mengelus pipi Salman yang sedikit di tumbuhi rambut. "Kita saling mencintai, bukan? Kau percaya dengan ku, kan?"
Alasan yang baik untuk membuat semua orang percaya. Tipe wanita licik, cerdik, dan penuh tipu muslihat. Mampu sekali menaklukkan lawan jenis dengan bualan dari mulut.
"Ya, tentu aku percaya." Sialnya, sudah selusin jantan yang percaya akan mulut manis Gabriel. "Aku akan menyiapkan kepergianmu."
Berhasil! Gabriel bersorak kegirangan dalam hatinya. Saling mencintai? Haha! Jangan mimpi Salman, Gabriel benar-benar mencintaimu. Wanita itu hanya memanfaatkan kenaikan mu selama di India untuk mendapatkan berita yang bisa ia jual di Amerika dengan cuma-cuma. Juga tentu penginapan gratis, makan gratis, bonus bercinta gratis selama dirinya berada di sini. Setelah itu, tentu sama seperti lelaki dari belahan dunia lainnya Salman akan pasti di depak dan di lupakan.
Selesai berpakaian, dan mengepak baju ke dalam koper, Gabriel segera bergegas meninggalkan kamar hotel yang ia tempati selama berada di Mumbai, India. Namun, entah mengapa tiba-tiba saja perasaan di liputi tidak nyaman dan rasanya ingin tetap tinggal lebih lama di dalam kamar.
Namun, panggilan dari Salman yang mengatakan jika pesawat yang membawa Gabriel telah siap dan akan segera berangkat setengah jam lagi, memaksa Gabriel untuk meninggalkan kamar hotel tersebut. Dengan langkah berat, dia pun membuka knop pintu kamar. Menyeret koper miliknya menuju lobi hotel.
"Gabriella Anastasia Johansson." Sebuah suara lelaki berhasil membuat langkah Gabriel terhenti. Dengan gerakan patah-patah, Gabriel memutar tubuhnya hendak melihat siapa yang memanggil dirinya dengan nama lengkap.
Selusin petugas polisi India, lengkap dengan seragam dinas dan senjata di sebelah kiri saku celana. Berdiri berbaris di belakang Gabriel dengan lelaki paru baya yang wajah amat sangat tidak asing.
"Senator?" Gabriel menyapa lembut dengan wajah polos tanpa dosa.
"Hendak pergi, Gabriel?"
"Ya. Tugas ku sudah selesai di sini."
"Wah, akan kemana lagi perjalanan mu kali ini?"
"Iran mungkin?"
Sang senator tiba-tiba terkekeh. "Apa kau akan bersembunyi di balik musuh negara mu sendiri?"
"Oh, tentu tidak. Aku malah akan mencari kebusukan penguasa negara ku di sana." Bicara gamblang tidak takut siapa orang yang sedang dia ajak bicara.
"Gelandang dia sekarang." Perintah Senator bernama Wilson tersebut kepada para aparat polisi Mumbai.
"Damn it!" Tangan Gabriel di borgol di belakang tubuh. Matanya di tutup dengan sebuah kain hitam panjang.
"Gabriella, anda di tangkap atas tuduhan pencemaran nama baik menteri Amerika, Adams Guardiola. Juga menjadi dalang kericuhan yang tengah terjadi di berbagai tempat. Anda berhak diam, dan akan di adili di Amerika sebagaimana hukum di sana berlaku.
Sementara itu di Amerika sendiri, keluarga Johansson berulang kali memohon untuk meminta maaf. Gibson Johansson–kepala keluarga Johansson sekaligus konglomerat Manhattan bahkan bersujud agar tertua dari keluarga Guardiola memaafkan atas insiden yang di sebabkan oleh putri keluarga Johansson. Fabio selaku anak tertua di keluarga Guardiola, tampak berdiri dengan kedua tangan mengepal erat di sebelah ayahnya menahan marah.
Sudah lebih dari 24 jam berita tentang Adams Guardiola adalah seorang pedofilia dan kriminal pedagang anak Asia-Afrika tersebar. Keluarga Guardiola melakukan segala cara untuk menarik edaran berita tersebut dari segala penjuru. Mencari sumber pertama orang yang memuat berita. Sayangnya itu tidak berhasil. Dikarenakan orang tersebut sedang berada di negara Iran, di mana kekuatan atau kekuasaan setinggi apapun yang mereka punyai tidak akan berlaku di negara tersebut. Alhasil, orang kepercayaan Fabio Duarte Guardiola–Dante Raxfod menyeret seluruh keluarga dari jurnalis yang pemberani itu.
"Maafkan putriku, tuan Guardiola. Maafkan, dia!" Kembali bersujud di lantai semen di sebuah ruangan tertutup yang berada di salah satu dermaga.
"Akan ku tukar segalanya yang ku punya untuk menebus dosanya. Tapi tolong maafkan, dia." Tangannya terikat ke depan kuat. Tapi, dia terus bersujud meminta ampun supaya anaknya juga istrinya yang di ikat di belakang dirinya dengan posisi kaki di atas dan kepala di bawah untuk di lepaskan.
Namun, bukan Guardiola namanya mudah dan langsung memaafkan begitu saja perbuatan yang di lakukan anak perempuan satu-satunya keluarga Johansson. Apalagi, kesalahan yang wanita itu perbuat sudah sangat fatal. Berani membongkar segala sesuatu rahasia dirinya. Itu sama saja menabuh genderang peperangan dengan klan Guardiola.
"Kau pikir aku akan melepaskan mu begitu saja? Setelah apa yang di lakukan oleh putri sialan mu itu?"
Kepala Gibson menggeleng. Tentu tidak akan mungkin, Guardiola melepaskan dirinya begitu saja. Mengingat bagaimana sepak terjangnya di dunia selama ini. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Termasuk membunuh siapa pun mereka yang berusaha menghalangi jalannya.
Namun, Gibson tidak menyerah. Memohon dan bersujud adalah cara untuk tetap menyelamatkan nyawa seluruh keluarganya.
"Tolong maafkan aku. Akan ku lakukan semua yang kau inginkan."
Bangkit dari duduknya, Guardiola kini berjalan mendekati Johansson yang sedikitpun tidak berani menatap ke arahnya karena pedang panjang yang berada tepat di depan matanya siap melibas leher.
"Hei–" Guardiola berdiri di depan Johansson. Kaki kanannya dengan sangat tidak sopan dan angkuh menendang kepala Johansson lembut. Menyuruhnya untuk mendongakkan kepala menatap dia.
"Ye, tuan." Dengan gerakan patah-patah, pialang sukses sekaligus pemilik J&J Diamond itu mendongakkan kepala menatap Guardiola. Tampak air mukanya yang begitu ketakutan dan memohon iba.
"Kau akan memberikan ku apapun yang kau mau, huh?"
"Ya, tuan. Tentu. Apapun, asalkan tolong ampuni dosa putri ku dan lepaskan dirinya."
"Hmmm." Mengusap dagunya yang sudah di tumbuhi jenggot beruban, Guardiola sejenak berpikir.
Dirinya sedang memikirkan sebuah cara untuk menghukum manusia-manusia bedebah seperti keluarga Johansson yang telah berani mengusik kehidupannya. Menghukum dengan tentu cara yang sadis, seperti kebiasaannya. Agar mereka jerah, dan membuktikan kepada semua orang yang berniat menjatuhkan namanya untuk tidak melakukan niatnya itu.
"Berikan aku J&J diamond mu."
Tanpa pikir panjang, Johansson menganggukkan kepala. "Aku akan memberikannya untukmu."
Perlu di ingat jika Guardiola adalah orang kaya dan terpandang bukan hanya di New York City, tetapi seantero Amerika. Bahkan saking kayanya, J&J Diamons saja kalah kaya dari Klan Guardiola. Bisa di katakan, jika permintaan Guardiola kepada Johansson hanya bualan belakang. Tentu, untuk menebus kekurang ajaran putri termuda Johansson, lebih sekedar dari perusahaan Diamon yang harus menjadi korban. Guardiola menginginkan lebih yang dapat membuat jera bukan hanya klan Johansson tetapi semua orang yang berniat ingin mengusik dirinya.
"Tapi, aku mau lebih dari sekedar J&J diamond."
"Apapun, tuan Guardiola apapun akan ku berikan termasuk nyawa ku. Tapi tolong, lepaskan istriku dan anak perempuan ku. Ku mohon." Gibson rela mati. Lelaki paru baya berwatak keras itu rela mati demi putrinya yang paling keras membangkang.
"Hmmm," pura-pura berpikir. Jelas, Guardiola sedang mempermainkan mereka sekeluarga.
"Mengingat kita ini masih bersahabat–" Tangan Adams Guardiola menjambak rambut Gibson Johansson hingga membuat paru baya itu mendongak tinggi sekali untuk melihat wajah Adams yang memancarkan gurat penuh arti namun menyeramkan. "Bagaimana kalau putri mu menjadi istri anakku? Dia sendiri yang harus membayar kompensasi apa yang telah ia tabur."