"Iya. Mas juga mikir gitu. Entahlah Pak Riant kenapa. Tapi keliatannya kawatir sekali. Hayo... kamu naskahnya ilang kan?" ledek Ardi kembali mengingatkan Aya tentang kecemasannya.
Aya memukul perlahan lengan suaminya. Ia sedikit kesal diingatkan hal itu lagi. Namun tetap tersenyum sekaligus kawatir dalam satu waktu.
"Udah, ah. Jangan ingetin itu lagi. Katanya harus tenang. Gimana sih? Malah gituin."
"Iya-iya. Becanda. Jangan terlalu serius."
"Aku pikir dulu cucu socrates gabisa bercanda. Taunya malah nyebelin!"
"Apaan cucu socrates. Jangan ikut-ikutan manggil itu ah. Panggil Ardi aja. Ok?"
"Iya, filsufku!"
"Ish. Apaan!"
"Tapi ternyata seru juga jadi istri filsuf."
"Apaan. Aku bukan filsuf."
"Iya gapapa deh. Pantes, ko. Cara pandangmu unik, Sayang."
"Apa? Coba ulangi lagi?"
"Gamau wee!" Tawa ceria di antara keduanya. Berbanding terbalik dengan raut wajah Pak Riant di depannya.
***