Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bukan Sekadar Sultan

Rayya_Raditya
--
chs / week
--
NOT RATINGS
13.3k
Views
Synopsis
Sultan Ali, CEO Ali Group. Tidak hanya karena namanya yang Sultan, ia pun dijuluki Sultan Muda. Muda dan kaya menjadi dambaan perempuan pada umumnya. Namun, sampai usia tiga puluh tiga, Ali belum juga memutuskan menikah. Diam-diam, ia menyimpan satu nama di hatinya. Yakni perempuan yang saat SMA, pernah menolongnya dari bullying. Anggun, namanya. Berbanding terbalik dari namanya, Anggun saat itu terkenal sangat pemberani dan agak frontal. Ia akan berdiri paling depan, saat melihat kekacauan. Bagaimana bisa Ali tetap merawat satu nama itu di hatinya? Disaat banyak perempuan mengincarnya? Bagaimana lika-liku kehidupan cinta dan karirnya? Simak di "Bukan Sekadar Sultan."
VIEW MORE

Chapter 1 - 1 - Cowok Kanebo

"Ih, bodo amat... sana lo!" Ucap Anggun begitu kesal.

Sambil melempar tas ke punggung salah satu pemuda yang akan menganggunya di tepian jalan, hingga ia kabur terbirit-birit.

Anggun terus berlari dan akhirnya sampai di pangkalan angkutan umum yang biasa ia tumpangi untuk berangkat sekolah. Bajunya yang basah tidak begitu ia pedulikan. Hanya merapikan kerudungnya kembali sambil menyuruh supir angkutan untuk segera jalan.

Pukul setengah delapan, Anggun tiba di sekolah. Namun, pintu gerbang sudah ditutup dan dijaga satpam. Anggun menggeretak satpam itu sambil memberikan kepalan tangan seraya mengancam.

Memaksanya untuk membuka pintu gerbang. Satpam yang melihatnya tak berkutik sedikitpun seperti terkena hipnotis. Ia langsung nurut membukakan pintu gerbang untuk Anggun. Maklum Anggun terkenal bandelnya, ia bisa saja mengeroyoknya dengan bantuan teman-temannya kapanpun ia mau.

Anggun segera masuk ke sekolah. Didatanginya ruang guru untuk menemui wali kelasnya. Namun, wali kelasnya menyuruh Anggun untuk melihat nilai detailnya di majalah dinding. Terdengar suara tangis dan teriakan disana, dari yang menjerit karena lulus adapula yang menangis karena terharu.

"Yes! gue lulus !" Seru Anggun.

Sambil mencari teman-temannya, dan ternyata ditemuinya Sukma, Erna, dan Anna.

"Hei... kalian! kita lulus!!" Teriak Anggun.

Mereka saling mendekat dan berpelukan seraya menari-nari berjingkrakkan sambil berkata "Ye.. ye.. lulus."

Datanglah Nike sambil berkata, "Hei, kalian ... kita rayakan kelulusan ini..."

"Darimana aja lo? tanya Anggun.

"Biasa dari BK, ah sudahlah yang penting kita rayakan kelulusan kita ini!" jawab Nike santai.

Nike mengambil sesuatu dari tasnya. Ternyata sekaleng cat sudah ia sediakan untuk adegan hura-hura alias corat-coret baju. Adeganpun ramai sekali, dari mulai tanda tangan, nama gaul, dan lainnya.

"Eh, sudah sudah. Ngomong-ngomong kita mau pada lanjut kemana nih?" tanya Sukma memecah keriuhan.

"Kalau aku mau ke luar kota. Nglanjutin kuliah akuntansi di sana." Jawab Erna.

"Kalau aku sih ke luar kota juga. Mau coba daftar di univ yang bagus dulu lah. Syukur-syukur dapat yang negeri dan bonafit," jawab Anna.

"Kalau kamu, Nggun? mau lanjut kemana?" tanya Sukma.

"Gimana nanti ajalah,"

"Ko gitu?"

"Bingung gue."

***

Sebulan, dua bulan, mereka mulai tidak berjumpa bersama kembali. Sukma sedang sibuk dengan tugasnya. Sukma gagal masuk Universitas Negeri seperti yang diimpikannya. Lalu ia memutuskan kuliah di universitas swasta yang masih sama bagusnya.

Mereka sengaja mengkuliahkan Sukma di sana karena keinginan Sukma, dan disana juga ada bahasa Arab, juga beberapa pertimbangan lain yang membuat Sukmapun setuju untuk dikuliahkan di sana. Meski resikonya akan jauh dari teman-temannya. Demikian, satu persatu teman Anggun menghilang. Hanya Nike yang masih dekat dengannya. Dia memutuskan melanjutkan studi di kotanya sendiri.

Kala itu Anggun dan Nike diterima di salah satu SMK yang terkenal bagus di daerahnya. Anggun yang dulu tidak berjilbab sekarang mencoba berjilbab, meski dengan kerudung tipis dan pendek. Itupun karena merasa malu dan sekedar coba-coba saja.

Keduanya diterima di jurusan komputer dan masuk di kelas yang sama. Hari-hari mereka lalui dangan penuh suka dan duka. Hingga sampai pada titik virus merah jambu menggebu dan menjerumuskan Anggun.

Ya, ia mulai suka dengan seorang cowok berinisial A. Ia menuliskan inisial itu di cover salah satu bukunya. Orang-orang sekitarnya tak pernah tahu itu. Karena mengira A adalah singkatan namanya sendiri.

Anggun menyukainya karena ia dianggapnya sebagai cowok yang pendiam dan baik menurutnya saat itu. Anggun yakin ia bisa dijadikan pelindung saat ia berkelahi dengan teman-temannya. Namun, ada yang salah sangka dibalik inisial itu.

Ya, Anggun tak memerhatikan laki-laki itu yang menyimak segala berisiknya sambil tersenyum. Laki-laki itu tak lain adalah Ali. Ia sepertinya merasa begitu bangga. Padahal, berapa banyak laki-laki yang berinisialkan huruf A di depannya? Hal ini semakin meyakinkannya, ketika tragedi di laboratorium komputer.

Di sebuah ruang komputer Anggun dan teman-teman sekelasnya sedang serius mengikuti Ujian Praktik. Tidak ada guru yang mengawasi mereka, tapi kamera cctv yang mengawasi. Namun, tetap saja ada anak yang berusaha keras untuk menyontek.

"Woi, ajarin nomor 4 dong... ini caranya gimana?" tanya teman di samping kiri Anggun pada Ali. Ali memang terkenal pandai dalam komputer.

Anggun tak suka melihat hal yang menurutnya itu buruk. Ia gak akan diam saja. Namun, Anggun masih serius mengerjakan soal Ujian.

"Woi, Ali, ini gimana caranya? cepet ajarin gue dong!" teman disampingnya Ali itu mulai memaksa.

Ali terlihat ragu dan bingung. Anggun masih tak menanggapinya.

Hingga sebuah buku dilemparkan temannya itu sampai tepat mengenai kepala Ali.

"Ali! budek yah lo! blagu amat lo! pelit lo! rasakan lemparan buku itu, hah!" teman disampingnya itu tertawa sinis.

Anggun langsung menghampiri seraya menarik kerudungnya.

"Lo mau ngajak berantem, ha? ayo... gue ladenin!! Kita ke lapangan sekarang!" bentak Anggun dengan kesalnya. Namun temannya malah nyolot dan balik menggeretaknya

"Apaan lo Anggun, kasar banget lo! Emang siapanya Ali, lo?!"

"Lo yang mulai duluan lemparin bukunya ke dia!! Gue gak suka cewek rese kaya lo!!" bentak Anggun.

"Lebih rese mana cewe yang namanya Anggun, tapi kelakuannya gini, hah?" Ledeknya.

Suasana mendadak tegang dan adu mulutpun nyaris tak bisa diatasi. Adu mulut semakin menguat hingga perkelahian fisik terjadi. Keduanya saling tarik-menarik rambut dan kerudung keduanya pun terlempar entah kemana.

Ruang komputer yang tadinya khusyuk berubah menjadi begitu menegangkan. Ramai sorak teman-teman lain yang melihatnya seperti sedang menonton petinju wanita. Hingga datanglah guru BK melerainya. Keduanya diseret keruang BK seketika itu, dan teman-teman lain yang menontonnya segera melanjutkan ujian kembali.

Sejak kejadian memalukan itu, hampir tidak ada teman yang mau bergaul dengan Anggun. Hanya teman SMPnya saja yang masih setia menjadi sahabatnya siapa lagi kalau bukan Nike. Anggun sempat merasa ingin keluar dari SMK itu, tapi orangtuanya tidak mengijinkannya. Dengan setengah hati ia berusah menjalankan hari-harinya di sekolah dengan keterpaksaan.

Detik-detik kelulusan SMK mulai terasa. Dari pikiran mau lanjut kemana, kuliah atau kerja, atau mungkin ada yang mau langsung menikah. Di sudut taman sekolah duduklah Anggun sedang menyendiri di bawah kipasan daun pohon mangga. Lalu datanglah Nike.

"Hei.. Nggun kenapa lu? tumben menyendiri? ngelamunin apa hayo? cerita dong."

"Tidak apa-apa, lagi galau aja mau kuliah atau kerja aja ya. Pengin kuliah si, tapi keinginan untuk membantu orangtua sepertinya lebih besar, bingung gue, Nik," jawab Anggun.

"Kalau benaran pengin kerja, ikut aku aja daftar di yayasan untuk kerja diluar negeri, rencananya besok akan datang ke sekolah kita dari sananya."

"Beneran? Emang enak ya kerja di luar negeri? Entar kalau gak betah bisa pulang lagi gak?" tanya Anggun penasaran.

"Eh, elu Nggun... mana gue tahu, kerja aja belum, tapi dengar-dengar sih gajinya lumayan besar dibandingkan kerja di negeri Indonesia ini."

"Ok, aku ikut. Tapi, lo beneran mau kerja? Bukannya mau langsung kuliah? Ortu kan masih mau biayain kamu kuliah, Nik. Ngapain pengin kerja?"

"Mau cari pengalaman aja. Gue dari dulu pengin banget rasain kerja di luar."

"Eh, itu Ali!" sontak obrolan mereka terhenti.

"Kenapa emang?!"

"Nggakpapa, sih. Tapi lo ingat kejadian di ruang komputer kan? Dia aneh gak sih?"

"Aneh gimana? Cupu gitu?"

"Yaa begitulah."

"Gue juga gak suka. Jadi cowok digituin diem aja, sebel gue. Udahlah gak penting ngomongin cowok kanebo kayak dia!"

"Hati-hati, lo, Nggun!"

"Apaan?!"