Kenapa aku hanya sekedar tau kamu pecandu aroma buku? Bukan editor, bukan perawat tawa anak panti dengan potensimu mengajak mereka membaca dan menulis?" Matanya tak menghujankan tangis. Tapi nampak tidak dengan batinnya sendiri. Ia merasa menjadi laki-laki teregois di muka bumi ini. Betapa tidak, untuk hal-hal seperti ini ia tak memahami. Tapi Rahsa tak pernah sedikitpun mengeluh di depanku: menahannya sendiri. "Sahabat macam apa aku ini, Rah?" Gerutunya.
***
"Ampunn, susah banget," keluh Rinai sendiri.