Bukan tak mungkin, doa memang jadi energi terbaiknya. Permohonan di atas permohonan itu sendiri. Dalam segala cemas dan tekanan Ibunya, Kala selalu berdoa.
"Tuhan, pertemukanlah aku dengan orang-orang yang lembut hatinya. Orang-orang yang mencintai sastra dan kepedulian dengan sesama."
Doa itu entah sudah berpuluh, ratus, atau ribuan Kala panjatkan. Tak pernah tahu kapan Tuhan mengabulkan. Tak pernah tahu juga seperti apa orang-orang itu akan bertemu kita. Dan... tak pernah tahu juga dalam waktu dan kondisi seperti apa kita akan bertemu dengannya.
Dalam gerimis petang itu, Kala kembali tak hentinya berdoa.
"Tuhan, terima kasih telah memertemukanku dengannya. Jika memang dia baik untukku, perjalankan kami dalam kebermanfaatan. Aku ingin merasakan hidup yang lebih hidup lewat sastra, buku, dan kepedulian." Lirihnya menyejuk kalbu.