Senyum penuh ketulusan terpancar dari Alana. Putri satu-satunya dari pasangan harmonis Maria Christine dan Adiwira Pandhega. Hidup dalam keluarga harmonis, begitu Alana syukuri. Hari-hari Alana selalu ceria. Penuh warna. Wira, ayahnya selalu membelikannya buku dan cat warna. Entah mengapa dua benda itu pula yang membuat masa remaja Alana berwarna.
Ketika Alana kecil akan tidur, Maria—Ibunya Alana selalu membacakan dongeng untuknya. Begitu penyabar dan amat penyayangnya ia. Bahkan, suatu saat Alana tak bisa tidur. Dengan penuh kesabaran, Maria terus membacakan cerita pengantar tidur untuknya. Maria, Ibu yang lembut, sabar, dan amat menyayangi Alana.
Meski hari ini tak ada lagi dongeng yang dibacakan oleh Ibunya, Alana tetap menyayanginya. Memang bukan saatnya lagi dibacakan dongeng. Alana kini menginjak dewasa. Ia berumur enam belas tahun.
"Sebentar lagi kamu sweet seventeen, sayang. Kamu pengin kado apa?" Tanya Maria.
"Alana gak pengin kado apa-apa, Mah"
"Buku? Juga tak mau?"