Chereads / Bukan Sekadar Sultan / Chapter 18 - 18 - Mencurigakan!!

Chapter 18 - 18 - Mencurigakan!!

"Cepat masuk! Pak Rektor dan lainnya sebentar lagi kesini!" seru Pak Steven pada Ali dan Anggun.

"Yuk!"

Ali meraih tangan Anggun untuk duduk tak jauh dari kursinya. Disana sudah ada lima mahasiswa lainnya. Mereka sama-sama akan mengikuti perlombaan menulis karya ilmiah ini.

Tak berapa lama, Pak Rektor datang setelah sambutan pengantar dari sekretarisnya. Deretan pesan dituturkan kami sebelum nanti berangkat di siang hari.

"Dimohon nanti tepat waktu, ya." Ucap pesan terakhir sambutannya.

Akhirnya, pertemuan itu usai. Bukannya kembali ke kelas, Ali dan Anggun malah ditahan Pak Steven. Mereka diajak bertemu di ruang kantor.

"Ada apa sih, Pak? Bukannya pertemuan sudah selesai?" tanya Pak Steven.

"Sini... Bapak juga gamau kalian main-main dengan lomba ini. Tolong, maksimalkan. Kalian harus menang!" ucap Pak Steven dengan nada begitu ambisiusnya.

"Memangnya kenapa kalau nanti kita kalah?"

"Ya Bapak pokoknya gamau tau. Tolong, ya!"

"Sudah, silakan keluar!"

Ali meraih tangan Anggun dan bersegera keluar. Jam kuliah sudah menunjukkan waktu istirahat. Akhirnya, Ali mengajak Anggun ke kantin.

"Tumben mau ke kantin," celetuk Anggun.

"Laper."

"Haha."

"Oh ya, kenapa sih Pak Steven? Gak biasanya kaya gitu deh. Kan meskipun dia tegas tapi gak biasanya kayak gitu. Aneh gak si?"

"Iya. Aku juga lagi mikir gitu. Dia kayak orang tertekan. Apa mungkin dipaksa Pak Rektor? Masa iya segitunya?"

"Pak Steven yang kita kenal kan selalu mengayomi."

"Iya. Aneh. Kayak bukan Pak Steven."

"Sudahlah... makan dulu, minimal. Ingat, nanti siang berangkat. Sudah siap?"

"Mau gamau mesti siap kan?"

"Pokoknya nanti tenang saja, ya. Jangan terlalu dipikirkan. Ok?"

"Iya si, tapi jadi kepikiran lagi lihat Pak Steven begitu."

"Sudah... pokoknya yang penting kamu bisa jaga ketenangan diri. Jangan panik nanti. Tulisan akan berbeda sesuai perasaan dan mood kita juga soalnya," tutur Ali menasihati.

Tak terasa makanan yang mereka pesan, sudah habis. Tak tersisa.

"Eh, udah habis?" celetuk Ali.

"Gimana gak habis? Kamu makannya cepet banget," Anggun terkekeh melihat suaminya.

"Gatau nih. Paling males dateng rapat kayak tadi. Formal banget. Bikin mules aja."

"Kamu tuh ya... kadang suka kepikiran lagi."

"Ish... kepikiran apalagi, si?"

"Kepikiran kok bisa ya, aku nikah sama orang seaneh kamu? Haha." Tawa ceria Anggun menyeruak. Menambah sedap rasa di antara keduanya.

"Aku juga suka kepikiran."

"Kepikiran apa?"

"Kok bisa ya, aku nikah sama anak sastra yang sayang banget sama jeruk dan stroberi. Sampai-sampai, kalau habis, ngrengek kayak bayi?" Ledek Ali.

"Ish! Apaan sih!"

"Lo, iya kan? Ingat nggak kemarin ngrengek gimana? Dalam batin tuh, lo ini anak bayinya siapa sih ngrengek di rumah?"

"Ah, udah ah. Malu tau!"

"Haha iya-iya. Tapi apapun itu. Apapun yang akan terjadi ke depan.... pastiin satu hal," ucap Ali seraya menjedakan sejenak ucapannya.

"Hum?"

"Dalam kondisi apapun, berusaha selalu menekan egois. Bila kemarin kamu ngrengek kemarin, aku egois, bisa saja kutinggal kan? Atau aku marah-marah? Sepele memang, tapi kalau tak ditanggapi dengan baik, ya jadi biang keributan!" lanjut Ali.

"Iya juga, ya. Pasti ke depan akan banyak hal kaya gitu."

"Iya. Makanya jangan bosan belajar." Ucap Ali sambil menyeruput sisa kuah baksonya.

Dari arah tak terduga, seorang perempuan mengagetkan mereka berdua.

"Woy!!" seri Anita.

"Eh, gimana pertemuannya? Cie yang mau lomba bareng. Uh.... suami istri yang akhirnya bisa ikut lomba bareng," ledek Anita.

"Apaan sih, Nit."

"Eh, ingat nggak? Awal Pak Steven ngabarin kalian info lomba itu gimana? Hayo? Kalian kan masih musuh bebuyutan."

"Eh... ternyata lombanya diundur, kalian malah nikah, dan lomba bareng. Aku jadi teringat sesuatu, nih."

"Apaan?" Ucap Ali dan Anggun serentak.

"Waah kompak banget! Kayaknya tanda-tanda bakal menang, nih!"

"Waktu ngeliat kalian berdua berantem tuh. Saling benci, aku tuh bergumam. Kayaknya kalian berdua cocok. Eh, taunya beneran jadi."

"Apaan sih!"

"Eh, udah makan belum? Aku laper banget."

"Nih...." Ali menunjukkan mangkuknya yang kosong.

"Waah udah pada makan. Please temenin dulu, ya? Kan gak lucu makan sendirian. Yah?" pinta Anita.

"Yaudah, aku temenin. Sok, buruan!" jawab Anggun.

Tak berapa saat kemudian, Anita sedang asyik melahap mie ayamnya. Ia sambil mengajak bicara Ali dan Anggun.

"Oh ya, berangkat kapan si?"

"Lombanya?"

"Yaiya. Apalagi."

"Nanti siang, sih... paling setelah dhuhur."

"Ouh gitu. Berarti ini masuk kelas dong?"

"Iya. Masih ada jadwal kuliah juga kan?"

"Iya."

"Lo juga, di?"

"Iya. Sebentar lagi malah masuknya. Kalau aku tinggal dulu gapapa kan?"

"Oh iyaudah. Gapapa. Hati-hati."

"Jaga istriku baik-baik, ya. Titip. Kalau rewel, cubit aja!" ledek Ali.

"Haha siap bos!"

Ali beranjak dari kantin. Meninggalkan Anggun dan Anita berdua.

"Ciee... yang sekarang sudah punya suami. Gimana rasanya nih? Jadi baper kalau lihat kalian tuh. Kayak drama dan cerita-cerita novel romance aja."

"Dari awalnya benci jadi cinta. Apa aku perlu coba resep kaya gitu, ya? Kalau pas seneng seseorang, aku berusaha benci aja dulu. Jangan langsung ucapin. Iya nggak, Nggun?"

"Apaan. Itumah pemaksaan perasaan. Segala yang dipaksa dari perasaan. Ketidak jujuran. Itu ndak baik."

"Mending jujur apa adanya aja."

"Iya juga, sih. Taulah. Bentar dulu, yak! Mau bayar!"

"Ok."

Anggun menunggu di meja kantin sendirian. Jemarinya memainkan smartphone di tangan kirinya. Sesekali menyeruput es jeruk yang masih tersisa.

Sementara, tak jauh dari sana, tatapan mata seseorang masih memantaunya. Ya, Aldi mengikuti kemanapun langkah Anggun. Entah, apa yang akan dilakukannya kembali.

Aldi mendekat perlahan ke meja duduk Anggun begitu ia terlihat sendirian. Anggun tak menyadari ada Aldi atau sosok yang sedang berusaha mendekati. Matanya sibuk menekuri layar smartphonenya.

Anita sudah membayar makanannya. Dari kejauhan, matanya awas memergoki Aldi yang mulai mendekat ke arah Anggun. Anita tak langsung teriak, karena penasaran apa yang akan Aldi lakukan pada temannya itu.

Aldi menatap Anggun dengan nanarnya. Ia mulai mendekat hanya tersisa beberapa meter saja. Anita mulai begitu cemas dan segera berlari ke arah Anggun, begitu Aldi mulai terlihat akan melakukan hal buruk.

Ya, mulutnya tampak menahan saliva berkali-kali. Mata nanarnya menatap Anggun tak begitu sopan. Anita berlari dan berteriak.

"Anggun! Lihat di depanmu!" teriak Anita.

"Astaghfirulloh, kamu mau ngapain, Aldi?!" Ucap Anggun sontak ia mundur dari kursinya. Anggun begitu nampak ketakutan. Suara hentakan benda keras dari kursi turut membuat perhatian beberapa mahasiswa lainnya, yang masih ada di sana.

Aldi terdiam sejenak. Raut wajahnya sangat mencurigakan.

"Heh! Mau apa lo!" Hardik Anita di depannya.

Aldi kaget dan langsung pergi dari hadapan Anggun. Sontak, membuat kaget semua orang di sana.

"Hey! Mau kemana lo!"

"Tunggu di sini, Nggun. Gue kejar!"

Anita berlarian mengejar Aldi. Aldi sesekali menengok ke belakang. Memastikan posisinya aman tak terkejar Anita.

Aldi mengambil napas panjang. Seakan merasa lega tak terkejar Anita. Ia belok di suatu ruangan kecil. Membenarkan posisi pinggangnya yang seperti orang kesakitan.

"Ouh... sial! Kenapa cewek sialan itu lihat? Baru aja gue mau cium Anggun!" gerutunya.

"Ouh jadi ini kelakuan lo? Tadi mau cium Anggun, hah?" kesal Anita sambil menarik kaos Aldi dari belakang.