Saat itu alin benar-benar tidak percaya kalau dia akan menjadi pemenang dari kontes memasak di Jerman.
Rasanya banyak sekali kekurangan di dirinya untuk menjadi seorang pemenang, apalagi saat ini Alin sedang memikirkan banyak hal tentang ayahnya yang tidak kunjung menghubunginya.
Di kamarnya Alin masih menatap potret ayahnya itu. berulang kali ia menelepon Manaf namun tidak ada juga jawaban dari tanah airnya sendiri.
"Ayah ke mana ya kenapa ayah tidak bisa dihubungi? apa Ayah baik-baik saja? apa orang yang memikirkan Ayahnya aku? igo bagaimana dengan IGO? Apakah dia ingat ayah juga nggak ya?" ucap alin kepada dirinya sendiri di hadapan cermin.
Saat dia sedang berbicara tentang ego kepada dirinya sendiri. alin tiba-tiba tersenyum-senyum sendiri, ia membayangkan bagaimana ketika igo baik kepadanya, dan melupakan bagaimana IGO saat bertingkah jahat.
Diambillah sebuah piala bergelarkan MasterChef yang ia peroleh di dapur umum universitasnya di Jerman itu.