Kayla yang baru mengenal Dr. Bram beberapa saat ini malah merasa nyaman dengan perlakuan dokter itu yang sangat baik.
Tidak ada rasa canggung sedikitpun, ketika dirinya harus ditemani oleh dokter Bram dalam satu ruangan itu. Terrasa sudah bertemu beberapa bulan sebelumnya. Padahal kalau dihitung itu adalah pertemuan ketiganya.
Dengan telaten, Dr. Bram mengaduk bubur panas yang ia beli melewati pesuruh di rumah sakit itu.
Ia yang sudah belasan tahun bekerja di Rumah sakit itu, sangat tahu seluk beluk dari ruang lingkup Prima Hospital bahkan dia mengenal sekali abang-abang kaki lima yang berjualan di sebrang gedung itu.
Meski harga bubur di tempat itu bernilai murahan tapi rasanya sangat briliant.
Dr. Bram meniup bubur panas di atas sendok itu lalu menyuguhkannya pada Kayla.
"Buka mulut kamu! Aaaa!"
Awalnya Kayla malu membuka mulutnya, tapi sedikit demi sedikit Ia mau dan melahap bubur di atas sendok itu.
