Hari berselang siang, di bawah terik matahari igho menghentakkan kakinya melangkah berat, melihat nanar gedung bertingkat di hadapannya seolah ingin melahapnya.
Malas tidak malas, Igho harus tetap menginjakkan kaki ke area tempat kesehatan itu.
Sambil menarik nafas dalam, Igho menelan salivanya kasar, hingga jakun di pertengahan tenggorokannya naik turun.
Tak mau berlama-lama lagi di depan pintu masuk rumah sakit itu, Igho pun melanjutkan langkahnya, hingga ketukan dibalik sepatu miliknya itu menggema di setiap ruangan kosong yang sedikit sepi.
Sepanjang jalan Igo sudah merangkai kata-kata jika nanti dia harus bertemu dengan wanita yang sedang dirawat di rumah sakit itu.
Memang Igo membutuhkan waktu untuk mempersiapkan dirinya, jika dia harus bertemu langsung dengan Kayla.
Dirinya sama sekali belum memprediksi hal apa yang akan terjadi pada kaila jika kejujuran dari mulutnya lantang terucap.
Hingga semua bayangannya sontak hilang ketika dia sudah berada di ambang pintu.