Raut wajah Nazam masih membeku bagai es yang baru keluar dari kulkas. Dingin dan membisu. Sementara Sofia yang masih ada di atas punggungnya mulai merasa tak nyaman.
Dia sedang ngambek, tetapi suaminya tetap memperlakukan dia dengan baik, meski sejatinya masih jelas tergambar wajah kesal Nazam.
"Pegangan yang erat, nanti jatuh," oceh Nazam seraya mempererat pegangannya pada kedua kaki Sofia.
Suaranya masih terdengar kesal, tetapi perhatianya masih terasa kental. Sontak Sofia mempererat pegangan tangannya.
Ketika mereka hendak naik lift, ada papan peringatan bahwa lift sedang dalam masa perbaikan. Bahkan bukan hanya lift itu saja, tetapi lift sebelahnya juga.
"Astaga, kenapa mesti rusak di waktu bersamaan, sih?" keluh Nazam mulai merasa pegal. Matilah dia kalau sampai harus naik lewat tangga darurat. Bisa patah kedua kakinya. Lebay Nazam.
"Ada apa, Mas?" Sofia bertanya, masih belum menyadari ada sebuah masalah lumayan serius bagi Nazam saat ini.