Ferdy masih tenggelam dalam ketakutannya. Dia gemetaran. Untuk bekerja ke kantor besok rasanya tak akan mudah, sebab dia sudah kehilangan fokusnya.
Semua pikiran kini berpusat pada Sri.
"Kenapa kamu bengong?! Sudah, jangan pikirkan lagi. Wanita gila itu sudah diurus, tak ada yang perlu kamu cemaskan!"
Davin mencengkram kerah baju anaknya saking geram. Entah mengapa Ferdy terasa seperti orang bodoh yang tak bisa diajak untuk bekerjasama.
Padahal, dalam hal ini Davin sudah berperan banyak. Ibarat kata, dia sudah merelakan diri menjadi sarung tangan Ferdy yang kotor.
Segala sesuatu yang mengancam masa depan putranya, dibunuh.
"Pa, bagaimana kita tahu wanita itu sudah mati? Sementara anak buah papa belum juga melapor?" Dengan suara gemetaran, Ferdy bertanya.
Davin mengesah berat. Lantas, dia meraih ponselnya dengan kesal dari saku celana. Menghubungi dua preman yang sebelumnya dia tugaskan untuk menghabisi nyawa Sri.
