Chereads / Dipinang Lelaki Pelit / Chapter 25 - Rasa Panas Dalam Dada

Chapter 25 - Rasa Panas Dalam Dada

"Mas, tumben kamu keluarin uang agak boros," sindir Sofia sinis. Baginya, ini adalah kali pertama sang suami rela merogoh kocek cukup banyak. Menyewa kamar hotel, membeli pakaian dan lain sebagainya.

Oh, ya. Ada satu hal lagi yang patut Sofia ingat. Kebaikkan Nazam yang tak bisa dibalas dengan apa pun.

Laki-laki yang mewajibkan istrinya untuk hemat ini rela pergi ke minimarket hanya demi bisa membelikan pembalut untuk Sofia. Mati-matian dia menahan malu luar biasa.

Aksinya patut untuk dipuji.

"Kan, kita tidak bawa pakaian ganti, jadi saya beli. Sewa kamar hotel ini terpaksa, saya tidak bisa tidur di dalam mobil, sementara saya malas pulang. Capek," jelas Nazam datar. Laki-laki itu sudah selesai berganti pakaian.

Cih, memang dasarnya medit dari lahir. Sofia kira laki-laki itu melakukannya untuk dirinya. Ternyata itu demi Nazam sendiri. Dasar.

"Kamu mau makan di mana? Di luar atau di kamar saja?" tanya Nazam usai melihat istrinya cemberut.

"Di luar saja," jawab Sofia cepat.

Nazam mengangguk paham. Ia setuju untuk makan malam di luar untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Misalnya kecanggungan? Yah, semacam itu.

Keduanya turun, masuk ke restaurant yang berada tak jauh dari lobi hotel. Menu makanan di sana sangat bervariatif, dan Sofia begitu antusias. Perutnya berbunyi seakan ikut bersorak juga, tak sabar ingin diberi asupan makanan.

'Wah, aku mau ini, ini, dan ini. Tapi, si pelit enggak akan kasih, kan? Dia pasti milih menu nasi goreng yang harganya paling murah!'

"Saya pesan nasi goreng original saja, tanpa toping apa pun," ucap Sofia sembari menunjuk menu itu. Paling murah.

Nazam meautkan kedu alis.

"Jangan itu. Kamu baru saja main air. Makanlah makanan berkuah biar hangat. Lebih baik kita pesan paket B, ya."

Hah? Yang benar Nazam begini? Tumben. Sofia tercengang melihat sang suami teramat begitu baik. Waw.

"Mas, kamu yakin?" tanya Sofia tak percaya.

Laki-laki itu mengangguk.

"Jangan bilang kamu tidak suka sup kerang?" telisik Nazam, tatapannya menembus dalam pada sepasang mata Sofia.

"Saya suka. Tentu saja suka sekali," jawab Sofia. Bibirnya melengkung ke atas, menampakkan senyum manis dan bahagia.

Nazam terpana, jantungnya bagai dipukul tak kira-kira. Melihat binar bahagia Sofia, ia menyadari satu hal. Jika sebenarnya wanita itu juga perlu diperhatikan lebih. Terlalu membatasi dalam hal keuangan sepertinya terkesan jahat.

'Sepertinya dia bukan tipe wanita yang serakah,' batin Nazam. 'Dia banyak memilih untuk mengalah.'

"Apa pun yang kamu mau, pesanlah. Saya akan buat pengecualian untuk malam ini," kata Nazam serius. Melihat betapa pucat wajah istrinya dengan bibir sedikit membiru dirinya tak tega hanya memberi semangkuk sup kerang serta nasi saja.

Lihatlah bibir yang merekah itu. Nazam menjadi gemas, ingin sekali menggigitnya.

'Owh, shit! Apa yang kupikirkan!' dengkusnya tajam. 'Gila saja memikirkan ingin menggigit bibir Sofia. Tidak mungkin!'

"Saya boleh tambah, Mas? Beneran?"

"Iya, Sofia. Silakan."

Ingin sekali Sofia meloncat tinggi. Rasanya seperti sedang memenangkan lotre, ia tak sangka Nazam akan berbaik hati hari ini.

"Mbak, saya mau tambah ini, ini, dan ini." Sofia menunjuk semua makanan itu dengan semangat.

"Baik, sudah saya catat. Ada yang Anda inginkan lagi?" tanya pelayan ramah.

"Saya sudah. Kamu gimana, Mas?"

"Sudah. Itu saja."

"Baik, kalau begitu saya permisi."

Pelayan itu pun beranjak pergi. Sementara Nazam kini menyandarkan diri menata istrinya dalam, tak peduli wanita itu tak membalasa tatapannya.

"Kamu kelihatan senang sekali, Sofia."

"Iy, dong. Harus. Kan, Mas mau traktir aku. Eh, tunggu! Jangan bilang nanti Mas akan kabur dan tak akan membayar itu semua?" Sofia menajamkan matanya, muncul kegelisahan di dada mengingat betapa pelit seorang Nazam. Apa yang ia katakan bisa saja terjadi, kan?

Nazam tertawa geli. Ia menjentikkan jarinya tepat ke dahi Sofia. Gemas.

"Kamu itu orangnya bodoh atau polos, sih? Kalau saya mau melakukan itu, mana mungkin saya juga pesan makan di sini."

"Aww!" ringis Sofia. Telapak tangannya mengusap-usap dahi. "Dasar jahil!" gerutunya kesal.

Benar, laki-laki itu jahil. Dan tak biasanya dia begitu. Ow, lihatlah, bahkan wajah sedingin es itu kini menunjukkan sedikit kehangatannya dengan tersenyum kecil. Entah mengapa melihat Sofia menekuk wajahnya membuat hati Nazam terhibur.

"Oh, ya, ampun. Dompetku ketinggalan di kamar. Tunggu di sini, saya akan kembali secepatnya." Namun, senyum nikmat itu lenyap ketika ingat dompetnya tak terbawa. Ia buru-buru bangkit, lalu pergi tanpa menunggu persetujuan Sofia dahulu.

Sofia mendesis. Menatap kepergian Nazam sinis.

"Awas saja kalau tak kembali dan berani kabur! Akan kubuat kamu menyesal!" gumam Sofia menyumpah.

***

Nazam kembali ke rastaurant buru-buru sesuai janji, tetapi ia malah disambut dengan pemandangan yang membuat dadanya bergemuruh panas.

Sofia tengah berbincang dengan sosok laki-laki tak dikenal di sana. Di mata Nazam, Sofia tampak gembira sekali seakan laki-laki itu begitu menghibur hatinya.

"Apa-apaan itu? Bisa-bisanya dia tersenyum kepada laki-laki lain saat aku tak ada!" Nazam mengepalkan tangannya. Berjalan menuju Sofia dengan langkah menghentak penuh amarah.

"Oh, begitu? Ya, ampun ...." Bahkan tawa renyah itu sangat mengganggu pendengaran Nazam.

"Sofia!" seru Nazam dengan nada tajam. Matanya memancarkan ketidaksukaan yang kentara.

Dua orang yang sedang berbincang asyik itu berhenti tertawa. Perhatiannya teralihkan pada Nazam.

Sofia memperbaiki posisi duduknya. Melihat kedatangan Nazam dengan muka masam, air mukanya gelisah.

Laki-laki yang berdiri dengan seragam chef itu memperbaiki posisinya juga, menyambut Nazam dengan anggukkan hormat.

"Sepertinya kalian sedang mengobrolkan hal yang seru, sampai tawa kalian terdengar sampai ke ujung sana." Nazam menunjuk ke luar restaurant tanpa mengalihkan pandangannya pada Sofia.

"Emh, kami hanya sedang membicarakan masa sekolah dulu."

"Kalian saling kenal?" tanya Nazam semakin tak suka.

"Iya, kenalkan ini teman SMA-ku, Mas. Namanya Raska. Dia bekerja di sini sebagai koki."

Laki-laki itu mengangguk, kemudian memperkenalkan diri kepada suami Sofia. Tentu Raska tahu siapa Nazam, ia pun berusaha mencairkan suasana setelah merasa Nazam kesal karena ia berbicara sebegitu asyiknya dengan Sofia.

'Hah, siapa peduli kau siapa. Akan lebih baik segera enyah dari hadapanku, sebelum semua makanan di depan mataku kulempar ke lantai!' amuk Nazam dalam hati.

"Hm, maaf. Pekerjaan saya masih banyak. Saya akan kembali ke dapur. Selamat menikmati makanannya, ya. Semoga suka."

"Oke koki Raska. Selamat bekerja," ucap Sofia sambil mematri senyum.

Shit! Pekik Nazam dalam diam. Dia sangat benci melihat istrinya tersenyum pada laki-laki itu. Nazam merasakan sesuatu yang panas di hatinya tanpa alasan pasti.

"Berhenti bicara, ayo makan. Nikamati makananmu. Dan tunggu saja, kamu akan mendapat hukuman dariku nanti," ucap Nazam menatap tajam. Kata-katanya terdengar seperti sebuah ancaman bagi Sofia.

'Hukuman? Dia ngomong apa, sih?'