Chereads / Janji dan Komitmen / Chapter 3 - Secebis Rasa

Chapter 3 - Secebis Rasa

Hari semakin malam, namun hujan di luar tak kunjung terlihat tanda-tanda akan berhenti. Nanda duduk di depan jendela kamarnya melihat rintik hujan yang turun dari langit. Hembusan angin menyentuh tubuh masuk kedalam tulang memberikan kesejukan. Entah apa yang terjadi hingga langit menumpahkan air sebegitu banyaknya ke permukaan bumi. 

Matanya beralih menatap buku Biologi yang tadi sempat ia pinjamkan pada Nayla yang sangat membutuhkan materi dalam buku itu. Terlihat ia sedikit mengembangkan senyuman kala pikirannya  mengingat kembali saat ia bersama Nayla.

"Lucu." gumamnya tanpa sadar

Lagu Rama-Bertahan mengalun dari ponsel milik Nanda pertanda ada telpon masuk. Nanda langsung menoleh melihat siapa yang menelepon nya ternyata nomor tidak dikenal. Akhir-akhir ini selalu saja nomor tidak dikenal menelpon seperti penagih hutang. 

Tak ada niat untuk mengangkat nya untuk tau siapa yang menelepon itu Nanda hanya melihat saja sampai panggilan berakhir. Aneh nya nomor itu selalu saja menelepon setiap harinya seperti  kebutuhan makan 3 kali sehari. 

Lepas dari itu, mata Nanda beralih pada foto di depannya wanita dengan gaun putih pendek yang terbalut sempurna pada tubuh wanita itu. Rambut panjang lurus tertata rapi sedang tersenyum membut ia sangat cantik. Dia lah wanita yang menjadi ratu di hati Nanda hingga saat ini. Wanita yang bernama lengkap Nadia Veronika itu entah apa kabarnya dan dimana dia saat ini?  Apakah ia sedang bahagia disana tanpa memperdulikan Nanda disini yang masih setia menunggu kepulangan nya? 

Diambilnya foto itu sambil mengusap pelan foto Nadia, "Kapan pulangnya? Mengapa ingkar? Apa disana sangat menyenangkan hingga kamu lupa jalan pulang?  Atau disana sudah ada pengganti ku? Mengapa hilang kabar juga?  Ah banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan jika kamu disini namun yang paling penting yang harus kamu tau aku merindukan kamu! Sangat rindu."

Diletaknya kembali foto itu pada tempat semula, "Jika ini takdir tuhan memperlambat waktu untuk kita bertemu ku harap takdir tuhan selanjut tak membuat aku tenggelam dalam kecewa atas penantian panjang ini."

Nanda berdiri  untuk melihat ke luar jendela, masih hujan yang menemani malam yang belum kunjung reda. Pikirannya hanyut bersama jatuhnya rintik hujan kebumi. Mengingat setiap kenangan bersama Nadia kala hujan turun. Sungguh wanita itu sangat menyukai hujan dan rela sakit esok nya setelah bermain hujan. 

"Nadia lagi?" 

Nanda menoleh untuk melihat sosok yang sudah beraninya menganggu nya untuk bermain dalam imajinasi kenangan bersama Nadia. Ia menghela nafas kala mengetahui orang itu adalah kakaknya Ana. 

"Sampai kapan lo mau nunggu dia kembali Nan?" 

"Sampai dia benar-benar kembali."

"wake up boy!"

"Please Na, gue sedang tak ingin adu argumen sama lo!!"

"Tapi Gu--"

"Gue tau lo cuma mau yang terbaik buat gue dan gue terimakasih banget untuk itu,  tapi tolong hargai juga keputusan gue ini Na."

"Gue--"

"Na, sebagai seorang kakak seharusnya lo tau apa yang harus lo lakukan bukan malah nyuruh gue berhenti.  Tolong, gue capek Na disaat gue harus meyakini diri gue sendiri akan kepulangan Nadia disisi lain gue juga harus ekstra menyakini banyak orang bahwa ia pasti pulang."

Ana melangkah kan kaki mengikis jarak antara dia dan Nanda,entah kenapa hatinya  ngilu mendengar ungkapan hati adik nya untuk pertama kalinya "Gue rapuh Na,  Gue butuh dia dan gue butuh kejelasan dari apa yang gue tunggu selama ini."

Ana memeluk tubuh tinggi Nanda mendekap erat sosok yang selalu tegar itu di mata umum. Kini ia baru sadar bahwa orang yang terlihat kuat sebenarnya adalah orang yang paling rapuh dalam kesendirian nya. 

"Maafin Gue ya Nan." Dari banyaknya kata yang ingin di ucapkan nya hanya kata itu yang lolos. 

Tak ada jawaban dari Nanda ia hanya diam dalam pelukan Ana, terkadang ia juga butuh pelukan kala hatinya sedang resah seperti saat ini. 

Ana mengurai pelukkan nya kala ia rasa Nanda sudah cukup tenang, "Tadi gue liat lo di kafe sama cewek.  Siapa?"

Nanda berjalan menuju kasur ukurang king nya,  "Bukan siapa-siapa,  hanya kebetulan singgah tapi bukan untuk menetap."

"maksud lo?"

"Dia partner gue untuk olimpiade Biologi nanti."

"Sebatas gitu doang?" tanya Ana sedikit tak percaya 

"Terus mau apa lagi?" tanya Nanda 

"Jangan macam-macam deh." sambung nya lagi kala bibir Ana ingin mengucap sesuatu

Tau bahwa adiknya sedang tak ingin melanjut kan lagi obrolan mereka,  Ana mengangguk saat melihat Nanda sudah berbalut rapi dalam selimut tebal nya.

"Ya udah deh kalau gitu gue keluar dulu, gue besok nginep dirumah teman jadi nanti jangan tunggui gue pulang." ucao Ana sebelum meninggalkan kamar Nanda. 

Sedangkan ditempat lain dan di waktu yang sama tampak Nayla sedang berdiri didepan jendela kamarnya melihat hujan yang turun. Beberapa kali tampak ia mendengus kasar, entahlah ia sangat membenci hujan dan semua kenangan yang pernah terjadi ketika hujan. 

Beralih dari situ,  Nayla membawa kakinya menuju kasur ukuran 5 kakinya itu dan menghempaskan tubuhnya diatas kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya sambil menerawang pada kejadian tadi, entah kenapa hari ini secara berturut-turut ia di pertemuan kan dengan Nanda dalam sebuah kebetulan. 

Nayla mengambil ponsel yang berada di sebelahnya, tangan nya bergerak lincah diatas tombol keyboard mengetik nama ig Nanda_anda. Setelah itu ia mengscrol layar hp nya melihat semua postingan yang di ungah oleh Nanda.

"Tampan." gumamnya sambil tersenyum. Entah kenapa ada desiran panas di hatinya.

Namun tiba-tiba tangannya berhenti pada sebuah foto wanita yang memakai dress warna pink sedang menghadap ke sebuah danau membuat ia tak bisa melihat wajah dibalik foto itu. 

"Inikah orang yang sedang ia tunggu selama ini? Tanya Nayla pada dirinya sendiri

Karna sibuk melihat foto ia baru sadar dibawah postingan foto itu tertulis caption Really I miss you dear. Tiba-tiba saja hati Nayla sakit dan matanya sedang menahan gendanggan air yang ingin keluar.

Nayla menggeleng kan kepala nya "Gue kenapa sih?  Gue harusnya sadar diri Nanda nggak akan mungkin bisa melihat gue sekalipun gue obralin diri kedua kalinya. Gue nggak boleh jatuh cinta,  rasa ini salah!" 

Segala apa yang ada dalam pikirannya ia tepis dengan cepat. Bagaimanapun ia tak ingin terjebak dalam perasaan cinta sendiri ini. Ia tak ingin mengambil sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain. 

Saat pikirannya berpikir seperti itu,  hatinya seakan menolak dengan pernyataan yang ada, "Tapi kan menurut gosip yang beredar cewek itu tak kembali setelah waktu yang ditentukan?  Mungkin nggak sih ceweknya udah melupakan dia? Nggak menutup kemungkinan juga kalau di sana ia sudah mempunyai kekasih baru?" ucap Nayla kemudian. 

Nayla mengubah posisi nya dari baring menjadi duduk, hati dan otaknya sedang tidak sejalan karena masing-masing punya pendapat yang berbeda. "Kalau gue sedikit egois kayaknya nggak apa-apa kali ya,  gue kan pantas untuk bahagia juga?  Lagian cowok seganteng Nanda ditinggal tanpa kepastian ya salah ceweknya lah,  jadi kalaupun gue mampu membuat Nanda merasa nyaman bukan salah gue dong?"

Entahlah apa yang sedang merasuki Nayla sampai ia bisa mempunyai pikiran seperti itu. 

Udara dari luar masuk menembus ke kulit memberikan rasa dingin. Nayla menoleh pada jendela kamarnya yang masih terbuka itu karena tadi ia lupa untuk menutupnya. Tanpa menunggu lagi Nayla membawa langkah kakinya menuju jendela tanpa berlama-lama ia langsung mengunci jendelanya itu dan kembali ke kasurnya. 

Nayla menarik selimut sampai batas dadanya, ini lah hal yang paling ia tak sukai kala hujan yaitu rasa dingin di sekujur tubuhnya. Tanpa ingin berperang lagi dengan otak dan hatinya Nayla langsung menutup matanya untuk melepaskan lelahnya hari ini. Ia harus bagun besok dengan hari yang baru dan yang pastinya hari yang akan ia jalani dengan Nanda sampai pada hari olimpiade tiba. 

Sebelum ia benar-benar menutup matanya, Nayla melihat ponselnya yang masih menyala menampilkan foto wanita yang ia lihat tadi. "Mungkin gue terdengar serakah, tapi apa boleh lo kasi gue sedikit yang lo punya itu? Gue nggak mintak Harta lo yang gue mintak Nanda lo."

Setelah itu ia menutup layar ponselnya dan langsung memejamkan matanya. Ia sungguh tidak mengerti sesuatu yang ia inginkan adalah ketidakmungkinan yang hanya akan membawanya pada luka-luka tanpa obat nantinya. Tidur lelapnya akan terganggu dengan sedih yang mendalam akibat keinginan nya itu.