Chereads / Janji dan Komitmen / Chapter 5 - Nayla Clarissa

Chapter 5 - Nayla Clarissa

"Bu,  Nay berangkat sekolah dulu ya."  ucap Nayla setelah selesai mengikat tali sepatunya.

Ibu Nayla muncul dari dapur sambil membawa goreng pisang bersama teh sebagai teman sarapan pagi ini.

"Dimakan dulu Nay pisang nya untuk ganjal perut biar nggak kosong."

Nayla menoleh kearah ibu yang sudah duduk dikursi kayu yang tampak usang itu. Sebelum duduk untuk bergabung sarapan ia menoleh pada jam tangan yang baru menunjukkan jam 06:15. "Masih sempat."

Diambilnya sepotong pisang goreng yang masih hangat itu dan memakannya dengan lahap. "Bagaimana dengan kerjaan ibu?  Banyak pelanggan jahit nya bu?

"Alhamdulillah lumayan Nay untuk bayar uang sekolah kamu dan makan kita sehari-hari." jawab ibu sambil tersenyum.

"Alhamdulillah deh bu, tetap bersyukur sama Allah atas rezeki nya."

Ibu mengangguk menyetujui perkataan Nayla. "Oh iya Nay, semalam cowok ganteng itu siapa?"

Nayla yang sedang lahap menyantap pisang goreng berhenti, ia tak tau jawaban apa yang pas untuk menjawab pertanyaan  ibu.

"Partner Olimpiade bu." jawab Nayla akhirnya

"Ganteng Nay, apa iya cuma partner?" goda ibu membuat pipi Nayla bersemu merah

"Apaan sih bu." Nayla meneguk habis teh miliknya,  "Nay berangkat dulu." lanjutnya sambil mencium tangan ibunya.

"Awas Jatuh cinta Nay." ucap ibu tapi masih bisa didengar oleh Nayla.

"Jauh sebelum ibu memperingati, hati Nay udah jatuh cinta dulu bu namun Nay berusaha menutupi nya dengan bersikap cuek."

..

"Selamat pagi sa-yang." sapa Nanda ketika mereka berpapasan di parkiran.

Nayla menoleh sebentar melihat wajah yang selalu nampak ganteng itu tengah tersenyum manis kearahnya. Bohong jika hatinya tak tersentuh dengan perlakuan Nanda pagi ini yang diluar dugaan.

"Apaan sih lo!!" jawab Nayla akhirnya setelah dapat menetraliser kan detak jantungnya yang berdetak cepat.

"Kenapa?  Kurang romantis ya sapaan paginya?  Padahal gue sengaja nungguin lo sa-yang."

Dan Nayla langsung menoleh kearah lain, pipinya terasa memanas akibat ucapan Nanda barusan. Sungguh ia tak ingin Nanda melihat pipinya memerah.

Melihat rona merah yang disembunyikan Nayla membuat Nanda tersenyum. "Lucu juga."

"Nanda." panggil seorang wanita dari arah lapangan membuat  Nayla dan juga Nanda menoleh kesumber suara.

Setelah wanita itu mendekat Nanda menaikkan satu alisnya sedangkan Naya diam memperhatikan  wajah cantik wanita dihadapan nya. Tak ada yang bisa ia ucapkan untuk mendeskripsikan wanita dihadapan nya yang seperti bidadari itu.

"Kenapa?" singkat, padat dan jelas diucapkan dengan nada yang begitu dingin beserta muka datar.

Nayla menggeleng kan kepala ketika melihat Nanda yang berubah 180 derajat dari sikapnya barusan. "Pantas nggak ada yang bisa dekat sama Nanda,  orang belum apa-apa udah dipasang muka datar dan sikap dingin gitu. Tapi ya walaupun seperti itu kadar kegantengannya nggak berkurang sama sekali."

"Kenalin Nama gue Nina anak XI.IPS 3." ucap wanita yang bernama Nina itu dengan senyum manis.

"So?"

Nayla kembali menggeleng kan kepalanya melihat Nanda merespon ucapan Nina. "Ini anak niat nggak sih ngomong, heran banget gue jadinya."

"Nggak, cuma mau kenalan aja sih. Tolong ingat baik-baik nama gue dan simpan diingatan lo wajah gue ini yang sebentar lagi akan lo cari."

"Penting?"

Nina kembali tersenyum, bibir tipis yang mengembang memunculkan lesung pipi kecil. "Mungkin nanti bukan gue lagi yang akan ngomong sepanjang ini tapi lo. Dan gue?  Akan bersikap layaknya lo hari ini setelah lo tau siapa gue."

"Udah?"

"Nikmati aja dulu, nanti jangan sampai lo ngemis buat ngomong sama gue." ucap Nina sambil berlalu pergi tanpa memudarkan senyuman manisnya.

Setelah itu, Nanda pun langsung pergi meninggalkan Nayla sendiri yang masih bengong menatap kedua punggung itu semakin hilang dalam kerumunan siswa lainnya.

"Gue yang bodoh atau emang bahasa mereka orang kaya yang susah dipahami sih? Emang nasib deh jadi orang miskin."

Nayla melanjut kan langkah kakinya menuju kekelasnya. Ia sudah tau pasti disana Ayla sudah menunggunya yang jam segini belum berada ditempat.

..

Bener saja saat Nayla memasuki kelas Ayla sudah berdiri disamping meja nya menyambut kedatangan Nayla. "udah jam berapa ni?" ucap Ayla sambil menunjukkan jam di dinding. "Kemana aja?  Sama siapa? Kok tumben telat?"

"Ayla stop!  Gue lama masuk nya bukan berarti gue telat ya.  Masih ada waktu 5 menit lagi sebelum bel berbunyi."

"Bukan gitu Nay,  seharusnya lo itu peka dikit napa sama gue. Gue belum buat PR fisika." jawab Ayla heboh sendiri sambil mencari buku PR milik Nayla didalam tas.

Nayla sontak mendengus kasar,  "Astaga,  gini ni dapat teman kalau niat sekolah nya cuma setengah-setengah doang."

Tanpa memperdulikkan ucapan Nayla,  Ayla dengan gerakkan cepat menyalin jawaban Nayla ke buku nya. Ia tak mau kalau harus memulai hari ini dengan membersihkan toilet akibat tidak membuat PR.

Sedangkan diwaktu yang sama dan di tempat yang berbeda Nanda memasuki kelas dengan muka yang sulit diartikan membuat kedua temannya merasa heran. Bukannya tadi ia menunggu Nayla datang lantas ada apa dengan Nanda?  Apa Nanda menelan kenyataan pahit bahwa Nayla barengan dengan cowok?  Tapi kan tak mungkin Nanda seperti sekarang toh Nayla bukan orang penting dan tak akan pernah bisa menggeser kan cewek ingkar itu dihati Nanda.

"Ada apa?" tanya Gilang saat Nanda sudah duduk di kursinya

Nanda diam, matanya memandang kedepan menerawang jauh. Walaupun nampak acuh ucapan wanita itu masih terngiang dengan jelas.

"Nan." kini Lana yang bersuara menyadarkan Nanda dari pikirannya.

Nanda menoleh menatap kedua sahabatnya yang entah sejak kapan sudah berada tepat didepan matanya itu.

"Tadi di depan kelas XI. IPS 3 gue lagi sama Naya terus tiba-tiba ada cewek yang datang.."

"Cantik nggak?" potong Lana

"Ya elah,  dengar dulu nyet. Lo mah main potong aja." Gilang memukul bahu Lana

Nanda mendelik sebentar kearah Lana yang dengan lancang memotong perkataannya.

"Sok dilanjutin bang." jawab Lana sambil menunjukkan deretan gigi putih nya setelah mendapat tatapan mematikkan dari Nanda.

"Jadi, itu cewek nama nya Nina anak kelas XI. IPS 3 dan tugas lo berdua lo cari tau siapa cewek itu."

"Loh buat apa dicari tau lagi sih Nan,  kan lo sendiri yang bilang dia anak kelas XI. IPS 3 tadi." jawab Gilang yang masih belum mengerti kemana arah tujuan Nanda sebenarnya.

"Iya Nan,  apa lagi yang mau di cari tau. Emang kenapa sih cewek itu?  Ngaku-ngaku si cewek ingkar itu juga?" tanya Lana bertubi-tubi.

Entahlah bagi Lana dan Gilang lebih enak memanggil cewek itu dengan panggilan cewek ingkar dari pada nama Nadia Veronika.

"Bukan, tapi kata-kata nya itu membuat gue merasa emang harus dicari tau tentang dia."

"Emang dia bilang apaan Nan?" tanya Gilang

"Dia cuma bilang suruh ingat baik-baik nama dan wajahnya yang nanti akan gue cari."

"Gitu doang?" jawab Lana

Nanda menganggukkan kepalanya, "Awalnya gue nggak peduli tapi hati gue minta untuk mencari tau lebih tentang cewek itu."

Lana dan Gilang mengangguk tanda mengerti apa yang harus mereka lakukkan untuk kasus ini. Entahlah, hidup Nanda terlalu banyak teka teki yang harus di pecahkan guna mendapatkan maksud dan tujuan sesungguhnya. Sungguh meribetkan namun tetap saja mereka selalu ikut apa yang Nanda suruh.

Dari arah pintu seorang wanita berdiri canggung karena ditatap oleh teman sekelas Nanda dengan begitu intens. Wanita itu adalah wanita yang pernah viral beberapa hari lalu karena mengaku sebagai pacar Nanda dan dengan beruntung nya ia masih bisa tegak berdiri disekolah ini.

"Pakai pelet apaan sih dek sampai masih bisa munculin muka lo disekolah ini?" ucap salah seorang teman kelas Nanda yang bernama Lea

"Iya,  manjur banget!!  Sampai dengan tak berdosanya muncuk dikelas ini." sambung Tina menimpali ucapan Lea

Mia mendekat tapi masih berjarak yang kurang lebih 1.5 meter, "Lo pernah ngaca nggak sih sebenarnya? Atau rumah lo nggak punya kaca sampai lo nggak nyadar diri banget!!"

Alhasil semua tertawa mendengar penuturan Mia tadi. Di dalam kelas Mia terkenal dengan kejudesannya dan kata-kata nya yang tak memikirkan hati orang terlebih dahulu saat berucap.

Nayla diam berdiri sambil merunduk, apa sehina itu menjadi orang miskin dimata mereka yang berduit?  Andai saja mereka tau Nayla pun tak ingin dilahirkan miskin. Jika boleh memilih saat dilahirkan dulu Nayla ingin dilahirkan dari keluarga yang kaya seperti mereka tapi apalah daya, tuhan berkhendak lain akan hidup Nayla. Tapi bagaimana pun Nayla tetap bersyukur karena dilahirkan dari rahim wanita hebat seperti ibunya.

"Nggak ada gitu niat lo mau bantuin tu cewek Nan?" ucap Gilang yang sudah berdiri untuk melihat dengan jelas kejadian didepan pintu masuk

"Iya Nan,  Gila aja lo cuma diam doang disini." sambung Lana kemudian

"Biarin aja sih,  sengaja memang gue diam kan cuma mau liat sampai mana dia bertahan."

"Maksud lo?" tanya Lana dan Gilang serentak.

"Dia mau gue istimewakan dari cewek yang pernah ngaku-ngaku sebelumnya, kenapa dia nggak mau menunjukkan keistimewaan dirinya sendiri didepan anak kelas." sambung Nanda sambil mengambil ponselnya dan kemudian memainkan game tanpa memerdulikkan disekitarnya.

Tapi tanpa diduga,  Nayla mengangkat kepalanya untuk menatap teman sekelas Nanda. Memberanikan diri setelah rasanya cukup dihina tanpa pembelaan dari Nanda. Padahal diujung sudut sana ia tau bahwa Nanda melihat kehadirannya dan mendengar ucapan pedas temannya.

"Nggak usah sombong kak dengan kekayaan jerih payah orang tua lo!  Sombong itu saat lo kaya dengan usaha lo sendiri. Ini harta orang tua aja lo banggain." Nayla mengangkat bibir tipis nya keatas, "Miris banget hidup lo!"

Mendengar itu Nanda menoleh, sungguh ia tak menyangka bahwa Nayla bisa seberani itu. Padahal Nanda pikir tadi Nayla akan menangis dan berlari namun kenyataan nya berbalik.

"Sorry gue nggak doyan main pelet!  Hari itu gue hanya memproklamirkan dan Nanda yang meresmikan bahwa kita pacaran." Nayla menjeda ucapan nya sambil melirik kearah Nanda yang tengah menatapnya tak percaya, "Iya kan sa-yang." lanjut Nayla kemudian.

Entah darimama keberanian Nayla berasal sampai bisa bicara seperti itu tapi yang jelas ucapan barusan itu membuat seisi kelas terdiam.

"Gue tunggu di labor ya, ada beberapa materi yang harus dibahas sebelum olimpiade nanti." setelah mengucapkan itu,  Nayla pergi menjauh dari kelas Nanda membawa debaran jantung yang sudah tak terkontrol lagi jika terus berhadapan dengan orang kaya.

Nanda menepuk kedua punggung temannya untuk pamit meninggalkan kelas. Sedangkan kedua temannya masih diam menelaah kata Nayla.

"Siapa sih cewek itu sebenarnya?"

"Gayaan banget sih."

Dan masih banyak lagi yang diucapkan teman sekelas Nanda setelah kepergian  Nanda menyusul Nayla ke labor.

..

Nanda menatap wajah Nayla yang sedang menatap kosong kedepan. Buku berserakkan di atas meja, pena warna warni pun ikut berserakkan sampai kelantai.

"Hebat juga Nyali lo Nay." ucap Nanda yang langsung membawa Nayla kealam sadarnya.

Nayla menutup wajahnya saat Nanda duduk disampingnya sambil mengambil salah satu buku bilogi diatas meja.

'Mulut oh mulut kok bisa-bisanya sih manggil Nanda sayang. Kalau udah kayak gini mau di tarok kemana lagi muka ini,  andai gue punya kekuatan gue pengen hilang aja dari pada harus duduk kayak gini sama Nanda.'

"Kenapa sa-yang?" Goda Nanda dengan kekehan kecil.

Nayla hanya diam tak ingin bicara. Andai saja mulut nya bisa di rem dikit tadi pasti kata-kata sayang tak terucap.

Nanda masih setia mengembangkan senyumnya,  ide jahil terlintas diotaknya tapi keberuntungan seperti nya tidak berpihak pada Nanda karena sebelum ia melancarkan aksinya guru pembimbing sudah keduluan masuk.

'selamat gue, terimakasih tuhan'

"Oke,  hari ini kita akan belajar lebih ekstra untuk olimpiade yang semakin dekat." ucap bu Vila membuka materinya hari ini.

Setelah itu Nanda maupun Nayla sibuk konsentrasi dengan apa yang mereka pelajari.