"Pak ini kamarnya siapa?" akhirnya ia bertanya.
Aksel tak menjawab ia sibuk ke sana dan kemari memeriksa setiap sudut ruangan sampai ke kamar mandinya. Setelah itu ia menaruh yang didapatkannya pada Anna.
"Saya di kamar sebelah,ini kamarmu."
Aksel berjalan membawa kopernya, namun lengan Aksel tak sengaja ditahan oleh Anna. Sontak hal itu membuat Anna dan Aksel pun sama kagetnya.
"Maaf Pak, ini kamera bukan Pak?"
"Menurutmu apa?"
"Saya enggak nyangka saja pak."
"Sengaja saya tidak memesan kamar dahulu agar mereka tidak mengamankan ini semua."
"Saya kira ini hotel Bapak juga."
Aksel memandangi Anna kesal.
"Tidak semua hotel saya yang punya Anna, kamu bekerja di perusahaan saya tentu tahu apa namanya kenapa hal begini harus saya jelaskan juga?"
"Mohon maaf pak," Anna sedikit menunduk hingga Aksel keluar dari kamar tersebut menuju kamar di samping Anna yakni kamar 408.
Anna membereskan apa yang sudah ditemukan Aksel, ia menyimpannya satu plastik dan membuangnya ke tong sampah. Namun, tak lama kemudian dia mengambilnya kembali, ia bukan anak ahli teknologi. Ia menghancurkan semua benda tersebut sekiranya tak akan bergungsi padanya.
Setelah itu ia sedikit lebih tenang dan merebahkan tubuhnya, kini ia tidak akan di rumah untuk beberapa hari. Sebenarnya cukup senang juga jika ia dapat bekerja sekalius bepergian ke tempat yang belum ia temui seperti ini.
Hingga akhirnya Anna tertidur dan ponsel membangunkannya. Panggilan itu sudah entah ke berapa kali berdering, hanya saja Anna pula tertidur.
"Astaga, pak Aksel nelepon."
Anna melihat begitu banyak panggilan tak terjawab dari Aksel. Ia buru-buru meneleponnya kembali.
["Kamu ke mana saja hah?!"]
"Maaf pak, saya ketiduran. Ada apa pak?"
["Lain kali lihat waktu! Siap-siap acara nanti malam!"]
"Iya baik pak."
["Jangan pakai baju biasanya, pakai yang sudah saya siapkan."]
Anna bingung, ia tidak membawa baju yang berbeda selain baju kerjanya saja.
"Maaf pak, bapak menyiapkan di mana ya? Saya enggak bawa baju lainnya juga pak."
Aksel memagitikan panggilan tersebut, pintu kamar Anna terketuk.
"Pakai ini," Aksel memberikan satu pape bag bermerek yang tampaknya berisi pakaian pada Anna.
Anna membukanya dan kaget karena agak berbeda dari yang ia kenakan sehari-hari. Anna sudah membuka mulutnya untuk berbicara, namun Aksel lebih dahulu berbicara.
"Tidak ada protes! Silakan pakai itu!"
Aksel kembali ke kamarnya. Anna mendengus kesal, bagaimana tidak jesal karena apa yang diberikan Aksel sellau saja dengan pemaksaan.
Terpaksa Anna memakai apa yang diberikan oleh Aksel, ia sangat tidak nyaman dengan pakaian yang minim tersebut.
Rok yang di atas lututnya dengan bagian paha memiliki belahan, atasannya pun panjang akan tetapi memiliki bolong dekat dadanya.
Anna sudah memakai apa yang diberikan Aksel, akan tetapi ia tidak nyaman, hanya berdiam diri di depan cermin. Memandangi bentuh tubuhnya yang seperti itu.
Waktunya untuk bertemu di acara malam pertemuan sudah tiba, namun Anna tak kunjung keluar. Hingga akhirnya Aksel mengetuk pintu Anna dengan terburu.
"Aduh kalau begini aku malu keluarnya," gerutu Anna yang masih di depan cermin.
Pintunya terus diketuk, Anna berjalan ke arah pintu. Ia membukanya perlahan, namun tak berani menampakkan dirinya.
"Anna!"
"Iya, pak," jawabnya dari balik pintu.
Anna membuka pintu tersebut hingga pintu kamar Anna tertutup.
"Kamu ngapain sembunyi di situ? Ini sudah waktunya pergi!"
"Pak saya malu dengan pakaian ini."
"Kamu masih pakai baju Anna, cepatlah jangan sampai saya kasar sama kamu."
Anna mengendus kesal, ia mengambil tasnya, memakai id card dan menatap Aksel yang masih di ambang pintu menunggu Anna.
Setelahnya Anna berjalan di belakang Aksel. Langkah Anna awalnya sangat kaku dan tak terbiasa, untuk menggunakan heels ia terbiasa, akan tetapi dengan pakaian sedikit terbuka ia tak biasa.
Hingga akhirnya mereka naik mobil, dalam mobil tersebut Aksel sendiri yang membawanya.
"Enggak pakai supir bapak?" tanya Anna penasaran.
"Klaau saya tidak capek saya yang bawa, pakai safety belt mu."
Tak ada jawaban dari Anna, ia hanya menuruti perintah Aksel saja.
"Bapak dari mana tahu ukuran saya?"
"Ukuran yang mana?"
Anna melirik Aksel sinis, "Hah? Maksud bapak apa?"
"Kan kamu yang tanya ukuran yang mana."
Anna mendengus kesal, ia memilih diam dari pada berbicara hanya akan menambah naik tensi darahnya.
Mereka tiba di tempat pertemuan tersebut.
Aksel merapikan pakaiannya dan keluar dari mobil, begitu pun Anna ia sibuk menurunkan sedikit roknya.
Namun, ada yang aneh saat itu. Tiba-tiba saja Aksel merapikan sedikit rambut bagian depan Anna dan berbisik pada Anna dengan posisi yang cukup intim jika dilihat orang, sontak hal itu membuat mata Anna membelalak.
"Bersikaplah layaknya kita seperti pasangan, jangan terlalu nampak kalau kamu benci saya."
Anna masih tak percaya Aksel hanya berbisik seperti itu namun dengan posisi yang membuat jantung Anna tak karuan.
"Bukannya ini pertemuan perusahaan pak?"
"Iya, tapi mereka tahu kita pasangan. Nanti saya dan kamu akan sedikit memaparkan proyek kita, setelah itu kamu tetap di samping saya."
Anna hanya menganggukkan kepalanya.
Mereka mulai berjalan, Anna bersikap selayaknya perempuan yang elegan, dan nyaman dengan yang dikenakannya.
Ia mengikuti langkah Aksel, saat itu Aksel berhenti menyapa beberapa orang yang terlihat CEO, sama halnya dengan Aksel namun jelas mereka pasti berada di bawah Aksel.
"Selamat malam Pak Aksel," sapa mereka dengan ramah dan sedikit menundukan kepalanya.
Aksel tersenyum, ia berhenti sebentar.
"Wah berbeda sekarang pak."
"Apa yang berbeda?"
"Apalagi kalau bukan seseorang yang di samping bapak Aksel itu."
Aksel sedikit tersenyum, begitu pun dengan Anna ia tersenyum namun canggung.
"Saya ke dalam dulu," ucap Aksel seraya menggandeng tangan Anna yang jelas membuat Anna kaget kembali.
Sesaat sebelum pergi, tangan Anna yang satunya sempat disentuh oleh orang yang berbincang dengan Aksel tersebut.
"Pak Aksel, teman Bapak itu enggak ada yang benar apa?"
"Maksud kamu apa?"
Mereka berbincang namun terus berjalan dengan tangan yang masih bergandengan.
"Bapak nggak lihat tadi pas mau jalan ada yang nyolek pundak saya!" geram Anna di dekat Aksel, namun tak berteriak.
Langkah Aksel terhenti, ia melirik beberapa orang yang sempat berbincang dengannya. Rasanya pandangan tersebut bukanlah pandangan yang baik, tetapi sebaliknya.
Aksel melepaskan pegangan tangannya, ia meregangkan tangannya memberi celah untuk lengan Anna di sana.
"Apa ini?" Anna masih tak mengerti.
"Gandeng saja lengan saya, kalau begini mereka juga segan sentuh kamu."
Buru-buru Anna menggandeng lengan Aksel, ia tak begitu memperdulikan rasa bencinya terhadap Aksel, yang jelas pekerjaannya lancar dan ia aman.
Mereka duduk di antara meja mewah dan kursi mewah pertemuan tersebut. Anna dan Aksel duduk dalam satu tempat yang sama. Tampaknya Aksel sengaja menyuruh Anna memakai pakaian tersebut agar terlihat berbeda dan tak seperti biasanya, ia memang begitu memperhatikan pakaian sekali.