"Aku juga ingin tidak percaya, Radinka ... tapi Naura hamil. Adnan mengatakan akan segera bercerai setelah anaknya lahir. Hal itu membuatku semakin marah."
"Kenapa kamu marah? Bukankah seharusnya kamu senang Adnan segera kembali padamu?"
"Aku tidak senang sama sekali jika seperti itu caranya! Aku menghancurkan sebuah keluarga, bagaimana aku bisa bahagia? Adnan meninggalkan istri dan anaknya hanya untuk kembali padaku? Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika hal itu terjadi."
Radinka menyadari sesuatu, hati gadis di hadapannya itu begitu lembut dan tak tegaan.
Berbanding terbalik dengan hubungan Adnan dan Naura, hubungan Fatimah dan Radinka semakin dekat. Mereka berdua saling berbagi cerita dan menyembuhkan luka. Ah, lebih tepatnya Fatimah yang melakukannya.
"Hubunganku dan Adnan tak baik, Fat." Radinka mengalihkan pandangannya dari Fatimah ke atas langit.
"Kenapa?"
"Ceritanya panjang. Akan aku ceritakan lain kali."
Fatimah pun kesal, karena ia sudah menceritakan sakit hatinya, namun Radinka belum menceritakan apapun.
Namun Fatimah tidak mau memaksa Radinka, mungkin pria itu masih merasa tak nyaman atau mungkin saat ini bukan waktu yang tepat.
"Radinka, apa hubungan kita seserius ini?" tanya Fatimah memastikan kejelasan hubungannya.
"Terserah kamu menganggapku apa, Fat. Pelampiasan, pelarian, atau apapun itu, aku tidak peduli. Asal aku bersamamu."
Fatimah pun tersenyum mendengar jawaban Radinka, kini dia benar-benar menganggap status mereka sekarang adalah pasangan kekasih.
Mereka berdua tengah makan siang bersama, ponsel Fatimah ada di atas meja makan dan yang punya ponsel sedang ke kamar mandi.
Ponsel milik Fatimah bergetar ada panggilan video dari 'Ibu'. Radinka tidak menyadari itu panggilan video. Ia sangka panggilan suara biasa.
[Radinka : Assalamu'alaikum. Maaf Fatimah sedang ke kamar mandi.]
[Bu Maryam : Wa'alaikumussalam. Ka-kamu siapa? Kenapa ponsel Fatimah ada padamu?]
Radinka pun terkejut melihat bahwa ini adalah video call.
[Radinka : Ma-maaf, Bu. Saya teman Fatimah, kami sedang makan siang bersama.]
[Bu Maryam : Baik kalau begitu. Tolong nanti minta Fatimah menghubungi Ibu balik. Terima kasih. Assalamu'alaikum]
[Radinka : Iya, Bu. Wa'alaikumussalam.]
Radinka bernapas lega saat video call berakhir, dia begitu gugup. Ditambah seseorang menepuk pundaknya dan mengagetkannya. "Dor ...!"
"Fatimah, kamu membuatku kaget!"
"Maaf-maaf aku hanya bercanda. Kamu kenapa?" Fatimah melihat jelas Radinka terlihat gugup.
"Ponselmu berdering aku kira panggilan telepon biasa dari ibumu, aku angkat agar ia tak khawatir karena sudah beberapa kali mencoba menelepon. Tenyata itu panggilan video call. Ibumu terlihat begitu terkejut melihatku yang mengangkat telepon putrinya."
"Ibuku memang terlalu sayang padaku. Aku kuliah disini saja bukan perkara mudah meyakinkannya."
"Kamu beruntung, Fat," gumam Radinka pelan yang tak terdengar jelas di telinga Fatimah karena tengah fokus mengirimkan pesan pada Bu Maryam.
"Kenapa? Kamu bicara apa?"
"Ah, tidak apa-apa." Radinka memilih tidak memperjelas. "Mau jalan-jalan setelah makan siang?" tawarnya kemudian.
"Kemana?"
"Nanti kamu juga akan tahu. Ayo!" Radinka mengajak Fatimah bangkit dan pergi.
Radinka mengajak Fatimah ke Universal Studio Singapore.
"Wah, ternyata tempatnya seluas ini!" Fatimah berseru kagum. "Radinka, aku mau berfoto disana!" Fatimah menunjuk pada bola dunia raksasa yang merupakan lambang dari Universal Studio.
"Boleh." Radinka pun menuruti keinginan Fatimah. Dia mengambil beberapa foto.
"Terima kasih. Hasil fotomu bagus-bagus sekali!" puji Fatimah saat melihat hasil jepretan Radinka. "Mm ... mau foto bersama?" tanya Fatimah ragu-ragu, karena Radinka tak mengajaknya lebih dulu.
Radinka tersenyum dan mengangguk.
Mereka pun meminta tolong pada pengunjung lain untuk memotret mereka berdua.
"Kamu mau naik itu?" Radinka menunjuk pada wahana Battlestar Galatica.
Fatimah melihat tingginya wahana itu pun bergidik ngeri. "Bukankah itu duelling roller coaster tertinggi di dunia?"
Radinka membenarkan. "Ayo kita naik!"
"Tunggu-tunggu!" Fatimah menarik lengan Radinka. "Aku takut."
"Kenapa? Kan ada aku." Radinka menatap dengan tatapan yang mengartikan semua akan baik-baik saja.
"Yang lain saja, Radinka. Aku tidak mau!" Fatimah berusaha menarik Radinka menjauh dari wahana itu.
"Kalau kamu mau naik bersamaku, saat kita pulang ke Indonesia, aku akan segera melamarmu."
Fatimah membeku mencoba mencerna kalimat yang dilontarkan oleh lawan bicaranya. "Me ... apa? Melamar?" Ia mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya.
"Iya. Melamar. Kamu tidak mau?"
"Tapi kita baru saja kenal."
"Tapi kita sepasang kekasih sekarang. Apa kamu tidak mau melanjutkan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius?"
Fatimah menggigit bibirnya gugup. Sungguh hatinya berdebar tak karuan dilamar mendadak seperti ini.
Sebagai seorang wanita tentu saja dia bahagia, wanita mana yang tak bahagia ketika dilamar oleh kekasihnya? Namun bagi Fatimah ini terlalu singkat. Radinka adalah pria yang belum dapat ia tebak meski sudah sedekat ini.
"Kalau kamu tidak mau naik, tawaran lamaranku sepulang ke Indonesia batal. Ayo kamu mau naik wahana apa?"
"Tu-tunggu!" Fatimah menahan Radinka yang hendak pergi. "Aku mau."
Radinka tersenyum menang mendengar ketersediaan Fatimah.
"Tepati janjimu setelah kita lulus dan pulang ke Indonesia!" Fatimah mempertegas.
"Aku bukan pria yang suka ingkar janji asal kamu tahu."
Radinka dan Fatimah pun akhirnya menaiki roller coaster dua track tertinggi di dunia itu.
Fatimah berteriak dan memejamkan matanya rapat-rapat. Sungguh ia sangat takut, jiwanya seakan terbang.
Kaki Fatimah rasanya lemas sekali sampai tak bisa melangkah.
"Radinka, sebentar. Kakiku ... aku tidak bisa merasakannya."
Setelah turun dari Battlestar Galatica, Fatimah berjongkok dan masih gemetaran.
Radinka menahan tawanya. "Baiklah, kita duduk sebentar." Dia membantu Fatimah mencari tempat duduk terdekat.
Radinka meninggalkan Fatimah sebentar untuk mencari minum, tak lama kemudian dia kembali. "Ini minum dulu."
"Terima kasih." Fatimah meraih minuman yang diberikan Radinka. "Aku benar-benar tidak mau lagi menaikinya!"
Radinka pun terkekeh mendengar Fatimah tak mau lagi naik wahana Battlestar Galatica.
"Aku akan tagih janjimu, Radinka." Tentu saja yang dimaksud Fatimah adalah janji Radinka untuk melamarnya ketika mereka pulang ke Indonesia.
"Tak perlu di tagih, Fat. Aku akan menepatinya sebelum kamu tagih," ucap Radinka percaya diri.
Mereka berdua saling pandang untuk beberapa detik, dan Fatimah langsung berdehem seraya mengalihkan pandangannya.
"Ayo kita main yang lain!" Fatimah berdiri dan mengajak Radinka.
"Kakimu sudah tidak gemetar?" ejek Radinka yang membuat Fatimah cemberut.
Mereka menghabiskan waktu seharian berdua di Universal Studio Singapore.
Puas berkeliling dan mencoba berbagai wahana, Fatimah pun mengajak Radinka pulang.
"Radinka, aku lelah."
"Mau aku gendong?"
"Maksudku, aku mau pulang."
"Oh, aku sangka itu sebuah kode untuk minta digendong."
Fatimah memukul bahu Radinka sedikit keras yang membuat Radinka mengaduh.
"Aduh. Sakit, Fat."
"Biarin."
"Kamu tidak mau main air?" Mereka belum mencoba satu wahana lagi, yaitu Jurassic Park Rapid Adventure.
"Aku tidak membawa baju ganti. Kamu harusnya bilang kalau mau kemari."
"Berarti lain kali kita kesini lagi?"
Radinka memang paling bisa membuat Fatimah kehabisan perbendaharaan kata untuk membalas ucapannya.
"Terserah."
Radinka berdecak. "Dasar wanita."
***
Di apartemennya Fatimah masih senyum-senyum sendiri mengingat janji Radinka.
Radinka akan melamar Fatimah setelah mereka pulang ke Indonesia jika Fatimah mau menaiki Battlestar Galatica, dan Fatimah menyanggupinya.
Meski setelahnya jantungnya terasa lepas sementara dan kakinya gemetar hebat, ia menaiki wahana itu.
"Awas saja jika dia tak menepati janjinya."
Beberapa hari ini Adnan tak hinggap sama sekali di pikirannya, kini hanya ada Radinka.
Apa Fatimah benar-benar sudah melupakan Adnan dan membuka hati untuk Radinka?
***
Di lain tempat, di apartemen Radinka, ia kedatangan Jonathan.
"Dari mana saja kamu, Radinka? Seharian aku tak melihatmu." Jonathan sampai mengunjungi apartemen temannya itu karena mengkhawatirkan Radinka.
"Jalan-jalan dengan Fatimah," jawab Radinka enteng.
"Kamu serius tidak sih dengan Fatimah? Jika seperti rencana awalmu, aku benar-benar menentangnya."
"Jangan ikut campur urusanku, Jo."
"Aku peringatkan, Radinka, jika Fatimah suatu saat terluka, aku orang pertama yang akan merebutnya darimu."
Jonathan mengkhawatirkan Fatimah, dia tahu Fatimah wanita yang baik dan tulus. Dia juga khawatir Radinka tak serius dengan hubungan mereka dan akan membuat Fatimah tersakiti.
"Sudah ku katakan dia milikku!" Radinka terpancing emosinya mendengar perkataan Jonathan.
"Sudahlah, aku pergi dulu. Aku kemari hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja." Jonathan pun meninggalkan Radinka yang terlihat menahan kesal.
Radinka memijit-mijit kepalanya, padahal awalnya dia tak ingin benar-benar serius dengan Fatimah. Namun kenapa perempuan itu selalu hadir dan mengganggu pikirannya?
Belum lagi ucapan Jonathan yang akan merebut Fatimah, hal itu benar-benar menganggu Radinka.
"Apa aku sudah jatuh cinta pada wanita itu?" tanya Radinka pada dirinya sendiri. "Tidak, tidak mungkin!" Ia segera menggelengkan kepalanya dan menyadarkan dirinya.