Drak segera menutup mulutnya yang keceplosan.
'Astaga! Aku tadi bilang apa, sih?' batin Drak.
"Drak, bisa tidak kau lepaskan tubuhku sekarang?" tanya Pamela.
Seketika Drak melepaskan tubuhnya yang menimpa pada tubuh Pamela.
"Maaf," ucap Drak.
"Maaf?" Pamela mengernyitkan dahinya. Dia heran dengan kata 'maaf' yang terlontar dari mulut Drak.
Ini adalah suatu kalimat langka yang pernah ada.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu? Memangnya ada yang salah dengan kata-kataku ini?" tanya Drak.
"Em ...." Pamela pun langsung mengalihkan pembicaraan.
"Drak, ayo kita turun ke bawah!" ajak Pamela.
"Untuk apa?"
"Ya untuk makan bersama, pasti Ibu sudah menunggu!" jawab Pamela.
"Aku tidak lapar!"
"Tapi, kita tetap harus makan bersama! Ini sudah menjadi ketentuan di istana ini!"
"Ah, masa bodo! Aku tidak peduli!" Drak malah kembali berbaring di atas ranjang.
"Hei, Drak! Ayo bangunlah!"
"Tidak mau!"
"Ah, nanti Ibuku akan marah!"
"Cih! 'Ibu' katamu?" Drak berbicara dengan raut menghina.
"Kenapa? Dia memang ibuku!" sahut Pamela.
"Dia itu ibunya Ximena! Bukan ibumu, Pamela!" tegas Drak. Tentu saja Pamela tak terima dengan hal itu.
"Dia juga ibuku! Dan Ratu Vivian pun juga sudah menganggapku sebagai putrinya!"
"Ah ... begitu, ya?"
"Iya!"
"Kalau begini caranya aku jadi ingin bertanya banyak tentang 'Putri Tak Beradap' itu!"
"Apa maksudmu?" tanya Pamela.
"Aku ingin bertanya banyak tentang Ximena! Dan bagaimana caranya dia bisa lari dari istana ini serta bisa bertemu denganmu?" ucap Drak.
"Untuk apa aku harus mengatakan itu padamu? Tidak penting!" cantas Pamela.
"Kau harus mengatakannya, karena aku sangat penasaran!"
"Kalau aku tidak mau mengatakannya bagaimana?" tantang Pamela.
"Aku akan menghajarmu!" jawab Drak.
"Kalau begitu aku akan berteriak sekarang juga!" Pamela pun sudah mengambil ancang-ancang untuk kembali berteriak, namun Drak berusaha untuk menutup mulut Pamela.
"Diam! Mulutmu itu berisik sekali, ya!"
"Ump! Le..pa... lepasakan!" ucap Pamela dengan suara yang tidak jelas karena mulutnya terbungkam.
"Baik aku akan melepaskan. Tapi aku ingin mendengar ceritamu tentang pertemuanmu dengan Ximena!" pinta Drak.
"Aku sudah bilang tidak mau! Kau ini tuli, ya!" jawab Pamela.
"Dasar, Gadis Tidak Sopan!" cerca Drak, "kau ini lama-lama mirip dengan Ximena!" timpalnya.
"Habisnya kau menyebalkan, Drak!"
"Oleh karenanya ceritakan saja! Aku ini penasaran!" Drak masih terus mendesak Pamela.
Namun Pamela masih tetap tidak mau menjelaskannya.
"Aku tidak mau, Drak!"
"Kalu begitu aku tidak mau ikut makan bersama dengan ibumu!" ancam Drak.
"Cih! Kau mengancam?" Pamela mendengus sinis, "kalau begitu terserah kau saja!" sengutnya. Lalu gadis itu berlalu pergi.
Drak meraih tangan Pamela.
"Lepaskan!" bentak Pamela.
"Kau berani membentakku, ya?" Pria itu mulai naik pitam, namun dia tidak bisa melakukan kekerasan terhadap istrinya. Sehingga dia mencoba dengan cara lain.
"Kalau begitu, nanti malam aku akan melakukan sesuatu kepadamu ...." Bicara Drak dengan lirih, dan kedua matanya berkedip nakal.
Pamela pun langsung terdiam.
"Ma-maksudmu apa?" tanya Pamela.
"Ah ... masa harus dijelaskan, kita ini, 'kan suami istri, " jawab Drak.
Seketika detak jantung Pamela berderap kencang untuk kesekian kalinya, dan wajahnya serasa panas serta memerah.
"Kenapa kau kelihatan takut begitu?" sindir Drak.
"Bukannya sejak awal kau ini tertarik kepadaku? Bahkan kau selalu bertingkah genit denganku saat berada di depan ibuku?" sindir Drak pada Pamela.
Mendengar ucapan Drak itu semakin membuat Pamela merasa terpojok.
"Hei, Drak! Kau ini bicara apa, sih?" sengut Pamela.
"Biasanya jika gadis yang memiliki ketertarikan denganku akan selalu memperlakukanku dengan manis, tidak sedingin ini!"
"Ah, lagi-lagi kau berbicara dengan cara menyindir! Aku tidak paham, Drak!"
"Kalau begitu kau itu memang bodoh, Pamela!" cerca Drak.
"Bodoh?" Pamela kembali terdiam, 'memang aku bodoh, 'kan? Makanya Ayah dan Ibuku selalu mengocehiku?' batin Pamela.
"Lagi-lagi kau ini diam! Ayo ceritakan kepadaku!" bentak Drak. Dan di saat itu pula air mata Pamela langsung berderai.
Dia menangis sesenggukan mirip anak kecil. Dan dia duduk di sudut tembok.
"Kenapa kau mengatakan aku bodoh? Kenapa?" ucap Pamela diiringi rintihan tangisannya.
"Hei, kau menangis?" Drak mengernyitkan dahinya. Lelaki itu tampak bingung, sementara Pamela masih melanjutkan kalimatnya yang seakan tidak ada jeda.
"Aku tidak masalah dibilang, Bodoh, Jelek! Aneh! Atau apa saja! Tapi itu cukup di dunia manusia! Aku tidak mau di istana ini juga memiliki nasib yang sama! Kalau masih menderita juga lebih baik aku mati saja ...." Dan kalimat di bagian akhir gadis itu terdengar penuh keputus-asaan.
"Dia itu kenapa, sih?" Drak benar-benar tak tahu harus berbuat apa?
Padahal dia tidak melakukan kekerasan apapun, hanya mengatakan 'Bodoh' bagi Drak itu hal yang biasa.
Dan semua orang di sekitarnya tak masalah dengan kalimat itu, yang mereka takutkan adalah kekejaman Drak di bagian lain. Yaitu dalam hal melakukan kekerasan seperti memukul, menendang, atau bahkan membunuh.
Akan tetapi di hadapan wanita ini, kalimat itu terasa begitu menyakitkan dan seperti dosa besar, selayaknya membunuh ribuan peri dalam satu detik saja.
"Aku memang bodoh! Tapi tolong jangan diperjelas! Aku tidak suka!"
"Aku ini selalu berusaha supaya terlihat pintar! Tapi kenapa kau masih menilaiku sebagai orang bodoh!"
"Kenapa, Drak! Kenapa?!" pekik Pamela.
Drak sudah tidak tahan lagi mendengar keluhan gadis itu, dan dia pun segera mendekat.
"Pamela, tolonglah jangan menagis seperti anak kecil. Kau ini terlalu manja atau memang tolol, sih?" tanya Drak.
"Apa?!" Pamela langsung bangkit. Drak sampai kaget melihat Pamela yang berbicara dengan nada tinggi.
"Tadi kau bilang aku 'Bodoh' dan sekarang kau bilang aku 'Tolol' maumu itu apa, Drak!?"
"Hah?!" Drak membuka mulutnya lebar-lebar karena saking harannya.
"Baiklah, ini!" Pamela tiba-tiba membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan pasrah, dan dia seperti wanita yang tidak punya semangat hidup sama sekali.
"Sekarang kau boleh membunuhku dengan cara apa saja! Aku siap! Karena aku tidak mau hidup menjadi orang yang tak berguna dan selalu dihina-hina!" ujar Pamela.
"Dia ini benar-benar aneh, gadis paling ajaib yang pernah aku temui," gumam Drak.
'Oh, lihat... dia malah tidur terlentang begitu? Mana pakaiannya seksi sekali! Dia itu lupa ya, kalau aku ini laki-laki?' bicara Drak di dalam hati.
"Ayo! Tunggu apa lagi! Bunuh aku, Drak! Aku tidak mau hidup lagi!" sergah Pamela.
Drak pun segera meraih pisau yang tertancap di atas buah apel.
"Baiklah, kalau itu yang kau mau! Aku akan membubuhmu!" ucap Drak dengan lantang.
Pamela meliriknya sesaat, tak disangka Drak benar-benar akan membunuhnya.
Pamela pun hanya bisa pasrah dan kembali memejamkan matanya.
'Mungkin inilah akhir hidupku yang kelam ini. Selamat tinggal dunia,' batin Pamela.
Namun hal yang tak terduga pun terjadi, bukan perihnya mata pisau yang menancap pada tubuhnya yang ia rasakan, akan tetapi hangatnya ciuman lembut yang mendarat pada bibirnya.
Seketika Pamela membuka matanya lebar-lebar. Rupanya Drak tengah melumat bibir mungilnya seraya terpejam. Pamela mendorong wajah Drak.
"Kau—"
"Ini yang kumaksud! Kau bilang mencintaiku? Tapi kenapa kau tidak pernah suka saat kusentuh atau kucium! Apa itu namanya bukan bodoh?" ucap Drak.
Bersambung ....