Chereads / Wrong Way of Using The Time Control Ability / Chapter 2 - Buku yang selama ini aku anggap palsu ternyata asli

Chapter 2 - Buku yang selama ini aku anggap palsu ternyata asli

Sebuah rumah yang didominasi warna biru berdiri kokoh di tengah kebun yang dipenuhi pohon mangga. Dilihat dari segala sisi, rumah itu tampak sangat terawat, bersih dan mengilap. Lihat saja genting yang masih berwarna oranye, tak ada lumut yang menempel di tembok yang terbuat dari beton, dan yang paling membuat rumah itu tampak terawat adalah jarang ditemuinya dedaunan dari pohon mangga, baik di sekitar rumah atau di seluruh area kebun.

Tempat yang bersih, udara segar dari hasil fotosintesis pepohonan mangga, ditambah suasana sejuk yang tercipta dari rindangnya dedaunan, seakan menciptakan suasana asri di tengah hiruk-pikuknya perkotaan. Meski luas kebunnya tak seberapa, ketiga hal tadi telah menarik serangga-serangga yang menyukai tempat yang masih asri, contohnya seperti serangga Tonggaret.

Bak sirene mobil polisi, banyaknya jumlah serangga Tonggaret yang berkicau, mengaburkan suara-suara keributan yang dihasilkan dari dalam rumah.

[Jangan ke sini kakek! Cepat pergi panggil polisi!] Suara teriakan dari seorang wanita yang nadanya terdengar sedih, disusul [Argh!!!] suara erangan kesakitan dari seorang pria, lalu diakhiri [Gedebuk!] suara tubuh yang jatuh ke lantai, dan suara tangisan seorang wanita.

Apa yang sebenarnya terjadi? Lihat sendiri ke dalam rumah, tepatnya sebuah kamar yang mana bila dilihat dari corak cat dinding yang berwarna pink serta furnitur seperti meja rias beserta alat-alat rias yang terpajang di sana, sepertinya itu kamar seorang wanita.

Di dalam sana, total terdapat empat orang. Satu berada di dekat pintu, terlentang di genangan darah dengan sebuah pisau yang tertancap di dada, dia adalah Kakek Ito. Lalu di depan Kakek Ito, ada seorang pria berusia sekitar 40-an, berdiri dengan sombong, wajahnya tampak mengejek Kakek Ito yang sekarat. Sementara dua meter di belakang pria berusia 40-an itu, ada seorang pria dan wanita yang sedang berdempetan, dengan arah yang juga menghadap ke Kakek Ito.

Mereka yang terakhir bukan sedang bermesraan, melainkan pria itu sedang mengancam wanita itu dengan sebilah pisau yang menempel di depan leher wanita itu. Bila Achan melihat pria itu pasti akan langsung mengenalinya, yap pria itu adalah pria berambut kuning yang dilihat Achan. Sedangkan wanita yang tampak berusia sekitar 30-an itu, siapa lagi kalau bukan cucu Kakek Ito.

"Aku hitung sampai tiga, kalau aku masih mendengar suara tangisan, aku akan membuatmu menyusul kakekmu!" Ancaman itu diikuti pisau di leher wanita itu yang sedikit mengencang, hingga secara tidak sadar membuat sebuah luka kecil di sana. Meski diancam begitu, tangisannya masih berlanjut. "Satu!" Tidak ada tanda-tanda berhenti. "Dua!" Tangisannya malah bertambah kencang. "Ti~" Saat setengah jalan pengucapan angka tiga, tiba-tiba ada hal tak terduga yang menghentikannya.

[Stop!] Suara teriakan seorang pria yang berasal dari depan kamar, yang tak lain adalah Achan.

Di sana, Achan berdiri dengan raut wajah yang tampak emosi. Tentu saja emosi, bagaimana dia bisa membiarkan seseorang melukai Kakek Ito yang begitu baik. Orang baik sangat sulit ditemukan, jadi harus dilestarikan.

Namun, emosi yang dimiliki Achan hanya berlangsung sesaat, sebelum berganti menjadi heran waktu menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Maksud ketidakberesan Achan adalah, pria berambut kuning berhenti sesuai dengan yang diteriakkan Achan. Masalahnya berhenti di sini bukan berhenti dari berkeinginan menusuk wanita itu, melainkan pria berambut kuning itu berhenti, tak bergerak seperti patung, dan itu tak sebatas pria berambut kuning, segala sesuatu yang ada di dalam kamar juga begitu, termasuk objek terkecil yaitu debu.

"Wtf, apa yang sebenarnya terjadi?!" Mata Achan berkeliling disekitaran kamar, memeriksa kesana-kemari untuk mencari sesuatu yang masih bergerak, dan hasilnya sudah dipastikan tidak ada. "Pasti ini ada hubungannya dengan buku itu!" Saat menyebut buku itu, mata Achan membelalak. "Tunggu!" Achan gelagapan mencari buku itu di setiap kantong pakaiannya. "Bagaimana buku itu menghilang?! Perasaan sebelum datang ke dunia ini, aku selalu menggenggamnya erat-erat deh!" Sembari berbicara, otak juga ikut bekerja mencari di dalam ingatan, mencari ingatan di mana menaruh buku itu. Beberapa saat mencari, hasil yang didapat hanya sebuah ingatan yang buram. Tebakan Achan, ingatan buram itu pasti ingatan yang berhubungan dengan bagaimana buku itu mengilang.

Yah ada atau tidak buku itu, tidak terlalu berpengaruh lantaran Achan telah menghafal hampir 98% isi yang ada di buku itu, dan inilah saat yang tepat untuk membuktikan tebakannya sekaligus rasa penasaran, apakah benar buku itu asli.

Pandangan Achan tertuju pada Kakek Ito yang terlentang di lantai, itu merupakan subjek yang bagus untuk percobaan pertama yang ingin dilakukan Achan. Salah satu kemampuan yang sangat berguna dari buku itu untuk mengembalikan keadaan Kakek Ito adalah Rewind, nama jurus sekaligus sebagai kata kunci untuk mengaktifkan kemampuan memutar waktu kembali ke belakang.

Memang, terdengar konyol efek kemampuannya bak cerita karangan bocah Sekolah Dasar. Itulah yang dipikirkan Achan waktu pertama kali membaca buku itu, tapi setelah semua kejadian aneh yang dialaminya, pikiran itu seakan lenyap begitu saja.

Dalam buku dijelaskan, saat ingin menggunakan kemampuan, target harus ditentukan. Bila tidak, secara default target akan menjadi seluruh alam semesta, seperti yang terjadi sekarang.

Menariknya, jurus tak harus dikeluarkan secara bergiliran, tapi bisa secara bersamaan, dan Achan merasa beruntung tentang hal itu. Sebab, tanpa adanya jurus yang sedang berjalan saat ini, yaitu Time Stop, mencoba menyembuhkan Kakek Ito sama saja mengekspos kekuatannya kepada orang lain. Tentunya, itu bukan sesuatu yang ingin Achan lakukan, setidaknya untuk saat ini.

"Beruntung banget kau kakek tua!" Selesai berucap, Achan mulai mempersiapkan diri untuk mengembalikan keadaan Kakek Ito seperti semula.

Pikiran berkonsentrasi, fokus tertuju pada tubuh Kakek Ito yang tergeletak di tanah, dan dengan sebuah kata 'Rewind' terucap, sebuah kejadian yang tidak pernah sekalipun dibayangkan umat manusia, terjadi tepat di depan mata Achan.

Dalam gerak pelan, darah yang berceceran di lantai, pelan-pelan bergerak menuju luka tusuk, kembali ke dalam tubuh. Setelah lantai bersih dari darah, pisau yang masih tertancap di dada Kakek Ito tiba-tiba menghilang, dan muncul kembali di tangan pria berusia 40 tahunan itu. Sementara robekan di dada, bekas tajamnya ujung pisau bersarang, sedikit demi sedikit mulai menutup. Diikuti benang-benang dari pakaian yang robek saling terjalin kembali, membentuk pakaian yang utuh.

'Stop!' Menatap warna kulit Kakek Ito yang tidak lagi pucat, Achan menghentikan jurus Rewind.

Tanpa perlu memeriksanya, Achan sangat yakin kondisi Kakek Ito baik-baik saja sekarang. Beres dengan urusan Kakek Ito, mata Achan beralih ke pria berusia 40 tahunan yang memegang pisau. Tak ketinggalan, pria berambut kuning juga dilirik Achan. Akan tetapi, saat mata Achan menatap wajah pria berambut kuning, salah satu alis Achan tiba-tiba naik.

Achan tidak sedang tertarik terhadap pria berambut kuning, melainkan wanita yang sedang disandera pria berambut kuning. Wanita itu memiliki rambut hitam yang panjangnya sebahu, dipadukan dengan wajah khas negara ini, yaitu oriental. Nah, wajah itulah yang menarik minat Achan. Tidak, bukan tertarik, lebih seperti dejavu terhadap wajah itu, pernah melihat di suatu tempat tapi lupa entah di mana.

Merasa familier, Achan mencoba mencari-cari diingatannya sembari kakinya berjalan mendekat ke wanita itu. "Oh iya, Irlana, top 100 aktris AV dengan penjualan DVD lebih dari 20 juta keping di seluruh dunia!" Bertepatan dengan Achan berhasil mengingat memori yang terlupakan, Achan berhenti tepat di depan wanita itu.

Dengan tinggi badan Achan yang hanya 150cm, dan wanita itu sekitar 170cm, mau tak mau Achan harus sedikit mendongak ke atas saat ingin memperhatikan wajah wanita itu dari dekat. "Tapi aku tidak yakin wanita ini adalah Irlana!" Achan masih sedikit ragu dengan tebakannya sendiri.

Setahu Achan, Irlana telah lama tiada. Seharusnya itu terjadi saat dia berusia 22 tahun, dia tahu kabar meninggalnya Irlana dari salah satu media populer yang membahas tentang AV, yaitu ChartAV. Diberitakan bahwa Irlana yang pada saat itu berusia 61 tahun, ditemukan gantung diri di kediamannya. Menurut rumor, kematian Irlana bukan murni bunuh diri, ada misteri di balik kematiannya, dan misteri itu berputar pada hubungan yang sedang dijalani Irlana dengan pacarnya.