Lelah dan ingin menyerah!
Itulah yang dirasakan Ji Soo saat memaksakan dirinya untuk terus berlari dengan sisa tenaga yang tersisa. Dia begitu muak dengan keadaan yang membingungkan. Berada pada situasi yang tidak pernah ia inginkan dan kenapa bisa dia berada diantara orang-orang aneh yang tidak ia kenali.
Ji Soo melambatkan kedua kakinya, saat dia melihat dari kejauhan sesuatu yang begitu silau. Ternyata, itu adalah sebuah pintu tingkap yang tingginya mencapai tiga meter. Bahkan Ji Soo harus mendongak untuk bisa melihat bagian atas dari pintu tersebut.
Sebuah ruangan dengan lokasi yang sangat aneh dan sulit untuk ditemukan. Bagaimana tidak, jika ada sebuah ruangan rahasia ditengah lautan, dengan jembatan curam sebagai penghubungnya.
Untuk apa ada ruangan seperti ini, dan siapa juga yang memiliki ide gila seperti ini?
"Sudahlah, Ji Soo! Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal seperti itu," ucap Ji Soo dan membuyarkan lamunannya sendiri.
Pintu besar dengan warna perak itu tidak bisa dikatakan sebagai pintu pada umumnya. Gagang pintu yang sangat besar dengan bentuk kepala serigala yang sedang memamerkan deretan gigi yang berbahaya.
"Jadi… ini tempat dimana seharusnya aku berada? Rasanya seperti masuk kedalam jebakan. Oh... kenapa aku bisa percaya dengan perkataan wanita itu?" ucap Ji Soo sambil dia bergidik seram, menyesali keputusannya karena menuruti perintah Suzy.
"Bagaimana kalau didalam sana ada sesuatu yang lebih seram? Aku bisa mati dan hidupku benar-benar akan berakhir!" pikir Ji Soo, tapi dia menoleh ke arah belakangnya.
"Suara itu...?" Ji Soo melebarkan keuda matanya dengan cemas.
"Tadi… itu suara lolongan serigala, bukan? Kenapa mereka mengejarku? Sebenarnya siapa mereka? Ya Tuhan, aku tidak mau mati seperti ini," ucap Ji Soo sambil terus mengamati kabut putih yang berada di ujung sana dan menghalangi penglihatannya.
Ji Soo kembali fokus dan melihat kearah pintu besar berwarna perak itu. Satu tangan kanannya sudah memegangi gagang pintu, dan anehnya pintu itu tidak bisa bergerak sedikitpun. Sejenak Ji Soo berpikir, apakah dia tidak menggunakan kekuatannya dengan benar?
Kali ini Ji Soo menggunakan kedua tangannya, bahkan dia menarik napas dalam sambil mengumpulkan kembali kekuatannya. Ji Soo berusaha sekuat mungkin agar bisa mendorong pintu besar tersebut, tapi hasilnya tetap sama, pintu itu tidak bisa bergeser sedikit pun.
"Hahaha… Konyol! Ini sungguh sangat konyol!"
Tawa lepas itu muncul seketika disaat Ji Soo sadar jika ruangan itu terkunci. Bukan karena dia merasa senang, tapi Ji Soo merasa jika dirinya sudah dibodohi oleh semua orang yang berusaha menyelamatkannya atau justru memberikan jebakan maut.
"Ini sama sekali tidak lucu! Bahkan pundakku digigit oleh pria tampan yang ternyata seorang psikopat. Aku berlari kesana kemari menghindari pelayan tua yang berubah menjadi serigala, lalu… lalu… aku berlari lagi, rasanya dadaku akan meledak karena sesak napas!"
"APA SIH YANG MEREKA PIKIRKAN! APA INI APRIL MOP?" Teriak Ji Soo kesal.
"Ini… ini sama sekali tidak lucu! Aaaarrrgghh…!!"
Ji Soo memukul sisi pintu besar itu dengan kedua tangannya, entah apa yang dia pikirkan, tapi hanya itu yang bisa dia lakukan. Luka pada pundak kanan yang dibalut perban itu, sudah tidak berwarna putih. Darah mulai merembes keluar, dengan wajahnya yang semakin pucat.
"Aku baru saja lulus sekolah, bahkan… aku belum memiliki kekasih. Apa aku akan mati dengan cara seperti ini!" pikirnya kesal dan air mata sudah mengalir melewati pelupuk matanya.
Ji Soo membalikkan tubuhnya, seraya menyandarkan punggungnya. Energinya sudah terkuran habis, hingga rasanya Ji Soo tidak bisa lagi berdiri tegak. Dia duduk dengan menekuk kedua kakinya, sambil menatap jauh kearah kabut putih yang berada di sekitar jembatan penghubung.
"Jadi.. aku akan mati seperti ini?" pikirnya sambil memejamkan kedua matanya.
"Lagi pula untuk apa aku hidup?" ucapnya lebih putus asa.
"Mungkin aku bisa bertemu dengan kakek? Hhh… rasanya hidup begitu sulit jika aku harus menjalaninya sendiri. Aku pikir ... aku bisa kuat dan tegar," ucap Ji Soo.
Tanpa dia sadari, saat Ji Soo menyandarkan punggungnya pada sisi pintu. Darah yang merembes keluar dari perban mengenai gagang pintu. Entah itu suatu kebetulan, atau sebuah takdir saat darah Ji Soo menempel pada gagang pintu dengan kepala serigala, pintu mulai bergerak perlahan.
Untuk beberapa detik, JI Soo belum sadar saat pintu besar itu mulai bergerak. Tapi tak lama dia pun menoleh kearah belakang dan melihat sebuah celah yang semakin lama semakin terbuka lebar.
"Ba… bagaimana bisa pintu ini terbuka? Tadi… ahh… aku sungguh bingung!" ucap Ji Soo heran dan mulai beranjak dari duduknya.
"Fuh… fuh…" Ji Soo sesering mungkin menarik napasnya. Dia mencoba untuk menjernikah pikirannya, saat melihat sebuah ruangan yang begitu luas dari balik pintu tersebut.
"Baiklah, Ji Soo. Aku tahu ini terdengar begitu gila, tapi dia bilang aku harus bersembunyi di tempat ini."
Dengan langkah kaki pelan dan sikap waspada, Ji Soo sudah memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan tersebut.
Ternyata didalam ruangan tersebut memiliki atap yang menjulang tinggi. Ruangan dengan bentuk ligkaran, dan ada pilar besar yang berada ditengah-tengahnya. Ji Soo menatap kearah atas, dia hanya ingin memastikan seberapa tinggi atap tersebut.
Saking tingginya, bahkan Ji Soo tidak bisa melihat ujung dari atap tersebut dengan jelas. Ada hal lain yang membuat Ji Soo menatap heran. Ada banyak patung serigala yang berada ada setiap sisi ruangan bundar tersebut.
Patung serigala berwarna perak dengan gestur yang seakan-akan ingin menerkam sesuatu. Setidaknya ada tujuh patung serigala didalam ruangan tersebut. Semua patung itu diletakkan secara memutar, mengikuti bentuk ruangan.
"Tempat apa ini?" Ji Soo justru merasa semakin takut berada didalam tempat tersebut. "Apa mungkin tempat ini bisa membuatku aman,"
Lolongan serigala yang menyeramkan kembali terdengar, membuat Ji Soo menoleh ke arah pintu masuk. Kali ini suaranya terdengar begitu dekat, membuat Ji Soo mulai diliputi kepanikan.
"Hhh… kenapa pintu itu tidak tertutup? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumamnya dan mulai mengamati keadaan sekelilingnya.
"Sembunyi, Ji Soo!" Sebuah suara tiba-tiba saja terlintas di benak Ji Soo.
"Sembunyi?" Ji Soo mengulangi kalimat tersebut dengan bingung. "Dimana aku harus bersembunyi?"
Ji Soo melihat sebuah patung serigala dengan bentuk yang lebih besar dari yang lainnya. Patung serigala berdiri dengan kedua tangan yang merentang lurus kearah depan, memamerkan deretan kukunya yang tajam dengan mulut terbuka seakan-akan sedang memberikan peringatan keras pada musuhnya.
Dengan susah payah, Ji Soo menyeret paksa kedua kakinya. Dia berhasil menuju patung paling besar, dan bersembunyi di baliknya. Ji Soo merapatkan tubuhnya pada patung tersebut, sembari dia mengintip ke arah pintu masuk yang masih terbuka lebar.
Seekor serigala dengan tubuhnya yang besar dengan bulu berwarna hitam legam, baru saja masuk sambil memandangi ruangan tersebut. Mata hitam itu menyorot tajam pada setiap sisi ruangan. Tapi bagi serigala itu, ruangan perak itu cukup menyilaukan matanya segingga pandangannya menjadi kabur.
Serigala itu menggeram dengan suara yang seram, dia tampak kesal karena mengalami gangguan dan tidak bisa menemukan Ji Soo.
Ji Soo tidak lagi berani untuk mengintip, dia terus merapatkan tubuhnya, berharap serigala hitam itu tidak menemukannya.
"Aku mohon… aku mohon… siapapun tolong aku," pikir Ji Soo ketakutan.