Tuan muda Dravinda melangkah menuju istrinya yang tengah melipat kedua lututnya kedada, dalam kondisi punggung yang tersandar pada tembok.
"Boleh tinggalkan kami berdua saja" Pintanya.
Semua orang menyendu, angkat kaki perlahan lahan menutup pintu, keheningan sangat berasa, hanya saja sesekali senyap ini di pecahkan oleh isak tangis yang tak sanggup terbendung oleh Tanisha.
Vin bersimpuh di hadapannya, dia mengulurkan lembaran kertas putih bertinta hitam, disana gemetar tangan sang istri menerimanya, gugur deras sudah rasanya air mata.
"Kalau sebegini cintanya sama aku, kenapa kekecewaan tak pernah di redam ketika dia menghasutmu untuk menjauh dan bersembunyi dariku" ucap Vin dalam suara yang terdengar gemetar dan parau. Sang istri menyeka air mata berkali kali pulalah gugur sampai kerudung putihnya basah.
"Kalau saja sebuah penyesalan itu terjadi di awal, mungkin semua akan baik baik saja" balas Tanisha dengan suara yang lirih.
