Cukup lama Tanisha merenungi diri di ruangannya, sebelum akhirnya memutuskan siap untuk bertemu kembali dengan pria itu lagi.
"Baiklah Annita mari kita berangkat" ucapnya dengan mantap kepada sang sekretaris cantik nan ayu itu.
Annita mengangguk secepat mungkin lewat semangat dan senyum terindah nya.
Kedua manusia itu masih mendengar kan beberapa pendapat dari para petinggi perusahaan, menunggu keputusan dari mereka, baru akan menanggapi ide ide brilliant tersebut.
Di samping itu curi curi pandang antara tuan muda dan nona songong sempat terjadi, seperti tengah membuyarkan konsentrasi keduanya.
Duduk sangat berjauhan satu di barat satu di timur namun mata tau arah mana yang ingin dia lirik.
Para staf tengah bersitegang adu pendapat justru para bos mereka malah terlihat santai dan acuh, seakan di dalam ruangan beberapa meter persegi itu hening di telinga keduanya saat ini.
"Nona, mereka tidak mau mengalah, mereka mau namanya di ganti" bisik sang sekretaris, tapi nona CEO judes dan ganas itu malah diam saja dalam tatapan satu titik menuju arah depannya.
"Nona...." panggil sekretaris cantik itu lagi sambil menggoyang lengan nona nya tersebut.
"Apaan sih Ann?" Ucapnya yang langsung tersentak.
"Itu mereka ngotot gak mau mengalah dari kita, padahal ini proyek milik kita"
"Ahh sudahlah biarkan saja" Jawabnya dengan entengnya namun mata bulat yang tajam itu tidak melirik sedikit pun ke arah sang sekretaris.
"Biarkan? Nona, ini hotel kita, nona mau namanya di ganti?"
"Biarkan saja" Jawabnya masih datar mata itu juga masih dalam satu titik.
Melihat aksi tersebut sang sekretaris kesal, lantas mengikuti arah pandangan mata dari CEO nya tersebut, yang ternyata mengarah ke ujung sana, CEO yang tampan dari pihak Dravinda tak jauh beda merenung persis seperti yang nona itu lakukan saat ini.
"Ini orang berdua mencurigakan?" Pikirnya.
Sekretaris cantik itu membenahi dirinya, lantas menatap tegas semua peserta meeting.
"Ok! Jika rekan rekan semua tidak setujui dengan kami, coba kita tanya pendapat dari pak Vindra terlebih dahulu" ucap nya dengan lantang.
Semua mengangguk setuju dan mengarahkan pandangannya pada pria tersebut, pria yang terlihat tersenyum samar tanpa kedipan mata, membuat seisi ruangan meeting para manusia manusia pintar dan berkelas itu tergiling akalnya karna kebingungan, ini tidak seperti biasanya, seorang CEO Dravinda Corp terperangah diam di ruangan meeting? Tanda tanya besar bagi mereka semua.
"Vin" Panggil asisten nya.
Namun pria itu sudah seperti patung tampan, diam dan tak bergeming sedikitpun.
Sang asisten mengikuti arah pandangan mata dari CEO nya tersebut, pria itu tersenyum miring, kemudian berucap.
"Bagiamana kalau nama nya Vintan Hotel?"
Sebelum yang lain menyetujui nya, kedua manusia yang mendadak bak seseorang yang tengah kasmaran itupun spontan kompak menjawab
"SETUJU"
Jelas saja semua yang ada di ruangan itu terperangah, tanpa berfikir panjang kedua atasannya sudah setuju, apa boleh buat jadi lah demikian.
"Anton aku curiga, kau curiga gak sih?" Bisik sekretaris CEO Dhanda kepada pria Jangkung yang merupakan asisten dari Dravinda.
"Karna kecurigaan ku itulah muncul ide demikian, Ann sebaiknya kita sama sama awasi saja mereka, mana tau kan, Dravinda sama Dhanda beneran bakalan menjadi Vintan company haha" jawab pria itu. Annita terkekeh sangat manis, membuat hati Anton meleleh saja.
*
Nona CEO yang terhormat itu melebarkan matanya dengan sangat sempurna, ketika sang ayah mengatakan tentang nama hotel barunya tersebut.
"Daddy kira kamu dan Vin sudah baikan mau menjalin hubungan yang serius karna itu kalian memberi nama hotel baru itu dengan Vintan hotel, yang berarti Vindra dan Tanisha, kedua perusahaan berdebat perihal nama nya makannya karna di rasa kalian punya hubungan spesial mereka memutuskan memberikan nama itu untuk hotel yang akan kalian bangun ini, mereka bilang kalian berdua setuju kok?" Jelas sang ayah.
Tanisha lebih terperangah kaget lagi, seperti nya nona ini tidak sadar telah menyetujui nama itu, ada di mana pikirannya ketika bilang setuju berbarengan bersama CEO Dravinda di ruangan meeting beberapa saat lalu itu?
Di kantor Dravinda juga terjadi kekeliruan demikian, Vindra tidak sadar telah ikut mengiyakan nama tersebut.
"Vin kalau bukan karna kau dan Tan yang setuju kami gak bakalan menyetujui nya, ada di mana pikiran mu saat bilang setuju itu? Apa yang sedang kau pikirkan hah? Lantas apa yang kau setujui itu? Kau seperti nya berbeda semenjak mengenal Tanisha? Kalian berdua ada something?"
Gelagat kecurigaan sang asisten membuat Vindra gugup setengah mati, tak lama pintu ruangan nya pun bergetar seseorang mengetuk dengan keras dari luar.
"Nona Tanisha?" Sang asisten langsung terbelalak sempurna ketika melihat kedatangan CEO paling judes sedunia itu.
Wajah ganas penuh amarah itu sampai membuat sang asisten grogi ketakutan, dan segera hengkang dari ruangan tersebut.
"Apa maksud nya ini Vin? Kau sengaja kan?" Bentak nya.
"Bukan aku Tan, aku juga bingung kenapa?" Jawab pria itu.
"Lalu siapa yang salah? Asisten kamu? Sekretaris ku? Hah?"
"Bukanlah, kita yang salah, kau tidak sadar telah menyetujui nya, aku pun tidak sadar Tan"
"Kau sengaja kan? Kau mau dunia menganggap ku bagian dari diri mu iya kan?" Bentak nya lagi.
Dan kini tatapan tajam keduanya beradu penuh ambisi dan rasa.
"Tan, kau tanyakan pada seluruh staf kita, mereka menyaksikan sendiri kita sama sama seperti orang tidak waras di ruangan meeting itu? Lalu bilang setuju begitu saja, aku beneran tidak sadar hal ini sumpah Tan, aku jujur ini bukan niat ku?" Penjelasan itu membuat tatapan sang nona semakin menajam saja, Vindra jadi sedikit gugup.
"Kau tidak mempercayai ku? Untuk apa aku melakukan nya? Aku tidak menyukai mu? Puas? Aku hanya suka bercanda bilang suka padamu? Puas? Hah?"
"Tidak puas Vin?"
"Lalu apa maumu? Dunia sudah keburu mengenali nama itu? Mau di apakan lagi? Semuanya sudah deal Tanisha, ayolah mungkin memang jalan nya seperti itu, terima saja mungkin ini rencananya Tuhan?"
Ucapan sang CEO Dravinda seolah santai tapi sebenarnya gugup di dalam hati, apalagi tatapan tajam dari mata bulat menyilaukan dunia itu, membuatnya merasa gamang dalam berkata kata.
"Ini hotel pertama yang aku tangani sendiri Vin? Ini impian ku? Kenapa harus ada nama mu di dalam nya?" Ucapnya lagi dengan keras, dan malah tanpa sadar Tanisha memperlihatkan kebodohan dirinya dengan menitikkan luka pada sela sela kelopak mata yang sudah memerah itu.
"Kau terluka Tan?" Pria itu lantas mengusap air mata sang nona yang terlanjur jatuh dengan ibu jarinya.
"Kau tanyakan aku terluka atau tidak Vin hah? Sudah ku katakan ini hotel impian ku, segalanya harus atas kehendak ku, segalanya termasuk namanya yang akan di panggil dan di kenal di seluruh dunia, kau mengerti kan?" Teriaknya lalu menepis dengan kecangnya tangan pria yang berada di pipinya tersebut.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang Tan? Aku bisa apa Tan? Lagian aku tanya sekarang sama kamu kenapa kamu bengong di ruangan meeting itu? Apa yang sedang kamu pikirkan hah?"
Mendengar pertanyaan itu, Tanisha gugup pandangan tajamnya langsung menurun.
Dia sendiri bingung kenapa?
"Kalau aku jujur Tan, semua gara gara kamu, aku terpesona kembali setelah sekian lama tidak bertemu dengan kamu, apa salah nya sih Tan kita berteman baik dan jangan berdebat terus seperti ini?"
Sang nona membungkam, perlahan langkah kaki jenjang itupun mundur bersama wajah nya yang menunduk, dia berbalik dan langsung keluar dari ruangan tersebut.
Vindra tak mencegah, dia hanya menghela nafas dengan kasarnya, Tanisha memang sulit baginya sangat sulit harus bagaimana lagi cara melunakkan hati gadis itu?