"Wih, bawa motor? Outfit kayak gini? Gak takut kalau ketauan sama cowoknya?" tanya Arkan dengan nada bicara yang cukup serius sambil memperhatikan Retta.
Sekarang Retta ke Sekolah menggunakan motor 250 cc yang sudah pasti dia sekarang menggunakan celana jeans. Kali ini dia menggunakan leather jacket warna hitam yang dia selaraskan dengan warna jeans yang dia gunakan.
"Gak," jawab Retta menggunakan nada bicara yang cukup datar.
Retta tidak tahu apakah cowoknya akan marah atau tidak, tapi kalau dibandingkan dengan waktu itu di mana Rey yang sudah melihat Retta seperti ini, dia tidak marah, maka Retta beranggapan demikian.
Tatapan Arkan semakin serius sekarang, dia memperhatikan detail wajah Retta. "Yakin? Apakah dia akan suka dengan semua ini?" Arkan mengukirkan senyumannya yang terlihat begitu miring.
"Bukan urusan lo." Retta sama sekali tidak ingin memperpanjang masalah ini, karena kalau pun Rey akan marah dengan semua ini, maka masalah ini menjadi urusannya dan juga Rey.
"Galak amat, gue kasih tahu dia bagaimana? Tentang lo yang ke Sekolah bawa motor?" Arkan sepertinya berniat untuk membuat Retta takut dengan setengah mengancamnya.
"Gue gak takut, silakan." Dengan begitu enteng Retta berucap seperti ini, karena dia sama sekali tidak ingin berada di bawah tekanan Arkan.
Dia tidak akan sampai pada titik di mana dia mengemis pada Arkan agar dia tidak memberi tahu Rey kalau sekarang dia ke Sekolah menggunakan motor yang pada umumnya digunakan oleh laki-laki sehingga dia menggunakan outfit yang seperti ini.
Tatapan mata Arkan berubah kesal setelah mengetahui kalau cewek yang merupakan mantan pacarnya sekarang sudah merasa tidak takut dengan apa yang akan dia lakukan, padahal sebelumnya dia tidak seperti itu.
"Berani banget lo sama gue sekarang?" Arkan semakin menatap Retta dengan tatapan yang sangat serius.
Perlahan Retta menaikkan pandangannya dan menatap serius cowok yang berada di hadapannya. Memang Retta sadar kalau sebelumnya dia sama sekali tidak mau berkata seperti ini, apalagi menggunakan nada bicara yang seperti ini.
"Kenapa harus takut?" tanya balik Retta sambil menatap pas manik mata Arkan.
Tangan Arkan mengepal kuat dengan urat tangan yang sudah terlihat dengan jelas, emosi yang ada dalam dirinya sudah tidak bisa dia sembunyikan lagi. Dia benar-benar tidak suka dengan sikap Retta yang sekarang.
Ditatap oleh Retta dengan tatapan yang seperti itu membuat Arkan menatap balik Retta dengan tajam. "Punya backingan siapa lo sampai lo berani sama gue?!"
"Gue!" Rey berucap dengan nada yang penuh dengan penegasan sambil menahan tangan Arkan yang semula hendak menampar Retta.
Mendengar dan mengetahui ada yang datang, Retta langsung melirik ke arah di mana Rey berada. Memperhatikan ekspresi yang sekarang tengah pacarnya pasang saat menatap mantan pacarnya.
Tatapan mata Arkan semakin menajam, sedari awal dia begitu tidak suka pada Rey, ditambah dengan kejadian waktu itu di mana Rey yang malah membela anak Permata dan berkelahi dengannya.
Semua yang sudah terjadi tercampur dalam pikiran Arkan dan membuat rasa tidak suka dirinya pada Rey begitu besar, terlebih menjadi banyak orang yang membanding-bandingkan dirinya dengan Rey.
"Berani kasar sama dia, lo berurusan dengan gue!"
Nada bicara Rey terdengar begitu serius, apalagi melihat ekspresi yang sekarang tengah Rey pasang yang jauh dari ekspresi bercanda. Dia memang serius dengan apa yang sudah dia ucapkan barusan.
"Lo mau ribut dengan gue sekarang?" tanya setengah tantang Arkan. Tatapan mata Arkan begitu fokus pada Rey, dia tidak memedulikan siapa saja yang sekarang tengah menatap dirinya.