Chereads / I Love You So / Chapter 7 - Phone Call

Chapter 7 - Phone Call

Wajah Jerome kini berubah menjadi merah padam. Rahangnya pun mengeras, mencoba menahan amarah yang sudah hendak keluar sepenuhnya. Dengan tangan yang sudah mengepal sempurna, ia menatap Clarissa dengan tatapan tajam yang mematikan.

"Ada apa Jer?" tanya Reymon yang baru saja datang menghampiri Jerome.

Namun bukannya menjawab pertanyaan temannya, Jerome malah beranjak pergi, berjalan meninggalkan tempat itu. Reymon, Rouben dan Beni pun mengikuti dari belakang meski mereka bertiga masih penasaran dengan situasi tegang yang baru saja mereka lihat.

"Apa katamu? menurutmu karena kau adalah Tuan Muda sang pewaris perusahaan William Ains-Soft Grup dan juga pemilik yayasan kampus ini lantas bisa membuatmu berlaku seenaknya," teriak Clarissa sambil mencoba berdiri dari tempatnya sedang terjatuh tadi. "Di rumahku, ibuku juga memanggilku Tuan Putri. Jadi, jangan pernah menganggap remeh orang lain hanya karena kamu punya segalanya."

Langkah kaki yang sudah hendak bergerak pergi seketika terhenti setelah Jerome mendengar kalimat demi kalimat yang baru saja keluar dari mulut Clarissa. Al akhirnya berbalik badan lantas berjalan perlahan menuju ke arah Clarissa. Tatapannya tak juga lepas dari perempuan itu, benar-benar intens tanpa berkedip sama sekali. Clarissa yang melihat tingkah serius dari Jerome, mendadak terkejut dan menjadi takut sendiri. Tidak seharusnya ia membangunkan kembali macan yang sudah hendak tidur lagi.

Setelah berjarak satu meter di depan Clarissa, Jerome lalu membuka kemeja yang di pakainya hingga hanya menyisakan baju kaos putih polosnya saja, lalu ia pun melemparkan kemeja tersebut tepat ke wajah Clarissa.

"Buanglah! Tubuhku sungguh tak sudi memakainya lagi. Gadis gila sialan," teriak Jerome dengan intonasi yang begitu menyeramkan. Setelahnya ia berlalu pergi meninggalkan tempat itu tanpa pernah menoleh lagi.

"Jerome. Ada apasih sebenarnya. Kenapa kamu tampak begitu marah?" tanya Rouben yang mengikutinya dari belakang.

Selepas kepergian Jerome dan juga teman-temannya, Clarissa memonyongkan bibirnya, mengolok-olok Jerome dari jauh sambil memperagakan ucapan Jerome barusan. "Buanglahhh! Gadis gila sialan," dengan jengkel ia pun membuang kemeja itu ke lantai. Seolah jijik memegang lama-lama kemeja yang sudah setengah basah karena semburan air dari mulutnya tadi.

Namun baru saja ia hendak pergi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba saja terdengar bunyi handphone yang berasal dari kemeja yang telah tergeletak di lantai. Clarissa yang sedikit ragu kini mencoba memberanikan diri untuk mendekat ke lantai, perlahan ia memeriksa saku kemeja yang dilemparnya beberapa menit yang lalu.

Terlihat jelas di sana sebuah panggilan masuk di handphone milik Jerome. Ternyata lelaki itu telah melupakan handphonenya di saku kemejanya itu. Dengan hati-hati Clarissa mengambil ponsel tersebut karena lelah juga mendengar suara nada dering yang terus menerus berbunyi dan sialnya tanpa sengaja jemarinya menekan tombol terima panggilan.

"Halo. Jerome, aku tau kamu nggak mau bicara sama aku lagi. Jadi aku mohon dengarkan aku saja kali ini. Maafkan aku ya soal lamaranmu tempo hari. Aku benar-benar belum siap menikah Jer. Aku harap kamu bisa ngerti keadaanku dan nggak marah karena hal itu."

Baru saja Clarissa hendak menjawab suara perempuan di balik ponsel yang sedang ia pegang sekarang, tiba-tiba saja Jerome muncul dan dengan cepat merebut handphone itu dari tangan Clarissa. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi ia langsung mematikan panggilan masuk di handphonenya dengan cepat.

Jerome lagi-lagi menatap tajam ke arah Clarissa, namun tanpa suara sama sekali. Dengan cepat Jerome berdiri dan berjalan meninggalkan Clarissa. Sementara Clarissa, gadis itu tetap diam di tempat, ia masih kaget dengan kenyataan yang baru saja didengarnya di balik telepon barusan.

"Jadi dia benar-benar bakal menikah?" tanya Clarissa kepada dirinya sendiri. Dengan cepat ia menutup mulut kembali dengan menggunakan kedua tangannya. Ia lantas melihat ke sekelilingnya, memastikan tidak ada orang yang mendengar ucapannya barusan.

Gara-gara ulah temannya yang mengajaknya berkejar-kejar sambil bermain sembur-semburan minuman, Clarissa menjadi terjebak dengan kejadian yang tidak ia harapkan sama sekali. Bahkan hingga harus melibatkan dirinya dengan lelaki yang bernama Jerome. Lelaki arogan yang pernah ia temui selama hidupnya di bumi. Namun kini tidak ada yang bisa ia lakukan sebab nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Segalanya sudah terjadi. Dan kini ia sudah mengetahui kebenaran dari berita-berita yang sedang berkeliaran di berbagai media sosial yang ada.

***

Mata kuliah terakhir akhirnya telah usai sepenuhnya. Dosen yang mengajar pun kini sudah meninggalkan kelas. Hal tersebut tentu saja menjadi momen yang paling ditunggu oleh mahasiswa dan mahasiswi yang ada. Sambil berteriak kegirangan perlahan penghuni kelas yang ada keluar satu demi satu. Clarissa yang sedari tadi telah membereskan buku-bukunya pun segera mengambil tasnya dan berlari menuju parkiran kampus setelah mengucapkan selamat tinggal kepada ketiga temannya. Dengan ceria ia mengambil sepadanya dan mendorongnya untuk berjalan keluar meninggalkan pelataran kampus yang begitu luas dan ramai.

Namun baru saja ia hendak keluar dari gerbang kampus, langkahnya mendadak terhenti karena melihat Jerome yang kini tengah berdiri tegak tepat di hadapannya. Lelaki itu melihatnya mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Setelah puas meneliti, ia lalu mengarahkan pandangannya ke wajah Clarissa.

Seolah acuh, Clarissa tetap berjalan mendorong sepadanya. Ia sama sekali tidak mengindahkan kehadiran Jerome yang kini sedang menghalangi jalannya. Clarissa mengambil langkah ke samping lalu berjalan melewati Jerome begitu saja. Sambil berjalan, Clarissa menundukkan kepalanya karena terlalu takut melihat wajah seram dari Jerome. Namun belum sempat Clarissa berjalan terlalu jauh, Jerome sudah dengan cepat menghalanginya lagi.

"Ada apa denganmu?"

"Rupanya selain mengotori wajah orang lain kau juga suka mengangkat telepon orang lain yah. Gadis konyol yang lancang. Mungkin bagimu itu hanyalah gosip. Tapi bagiku ini sangatlah penting."

"Ap-" Belum sempat Clarissa melanjutkan kalimatnya, Jerome langsung meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Clarissa. Membuat Clarissa tidak dapat melanjutkan ucapannya lagi.

"Jika kamu terlalu banyak bicara, akan ku pastikan kamu akan mendapat banyak masalah. Jadi jangan sampai apa yang sudah kamu dengar di telepon tadi sampai menyebar ke orang lain. Ingat itu." ucap Jerome dengan tegas, lalu pergi dan melap tangannya dengan menggunakan celana yang dipakainya, seolah jijik karena telah meletakkan tangannya di bibir Clarissa.

***

"Ben hari ini aku ingin mampir dulu ke suatu tempat, kamu pulang lebih awal saja. Kalau bisa kamu sekalian coba cari alamat calon tunanganku itu yah. Coba minta alamatnya sama Papa. Sekalian nanti saya mau cek tempatnya."

Begitu Ben selesai membaca pesan singkat dari Jerome, mendadak ia langsung menghubungi Bodi dan segera meluncur menuju alamat yang telah dikirimkan kepadanya melalui whatsapp. Cukup sepuluh menit saja untuk sampai ke tempat yang dicarinya itu. Ben yang sudah tiba di alamat yang dimaksud kini memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Di sana terlihat dengan jelas sebuah perumahan kompleks yang biasa saja.

Setelah turun dari mobil, Ben mencoba lagi untuk memastikan alamat yang dimaksud oleh Bodi, takut jika sekiranya ia salah alamat. Barulah setelah segalanya benar-benar jelas dan tepat, ia mengarahkan padangan ke nomer rumah yang ada di layar ponselnya. Matanya tertuju pada sebuah rumah dengan cat warna biru muda dan pagar berwarna putih. Di bagian tembok pagar tergantung sebuah poster kecil bertuliskan Rumah Pangkas Rambut Martin.