Tapi tampaknya Delia lebih membutuhkan dirinya ketimbang Rosalin.
"Baiklah. Aku akan membantumu. Aku yakin kamu pasti bisa melalui semua ini," ucap Jordan memberikan dukungan. Sedangkan Rosalin hanya tersenyum sendu menanggapi ucapan Jordan.
Rosalin yang sebenarnya memang sangat menyayangi ayahnya itu memilih mengurus sendiri jenazah sang ayah. Ia hanya meminta bantuan beberapa pelayannya.
Rosalin yang notabene pernah mempelajari ilmu kedokteran walau sebentar itu dengan telaten menjahit sendiri perut sang ayah yang terbuka. Tak ada sedikitpun ekspresi jijik atau takut yang tersirat di wajahnya.
Hal itu membuat para pelayan yang melihatnya kagum sekaligus takut pada Rosalin.
Saat hendak memasukkan kembali organ tubuh ayahnya yang keluar, lagi-lagi ia menemukan sehelai bulu berwarna hitam yang terselip di antara uluhati ayahnya.
"Lagi? Sebenarnya siapa yang memusuhi mu, Ayah?" batin Rosalin. Kini ia menyadari, bahwa tak ada gunanya ia penasaran pada orang di balik kematian ayahnya saat ini. Akan lebih baik bagi Rosalin menunggu orang tersebut muncul sendiri di hadapannya suatu saat nanti.
Rosalin kembali menyelesaikan pekerjaannya menjahit perut sang ayah.
Kemudian ia memerintahkan pelayannya untuk mengangkat jenazah sang ayah ke tempat yang sudah di siapkan untuk memandikan jenazah.
Satu persatu proses ia lewati dengan tegar hingga membuatnya tampak seperti tak punya hati.
Tapi saat ayahnya sudah di balut kain kafan, kekuatan hati Rosalin lenyap begitu saja. Kesedihan yang ia tahan membuat dadanya sesak. Seolah mencekiknya hingga menyulitkannya bernafas.
Perlahan-lahan, pandangannya mulai gelap.
Bruk!
Rosalin jatuh pingsan di samping jenazah sang ayah.
Tentu saja hal itu membuat semua orang panik. Dengan sigap Jordan menggendong Rosalin ke kamarnya.
Melihat Jordan menggendong Rosalin, Delia yang mulai mampu menerima kenyataan itu bahkan kini merasa iri dan cemburu.
Delia hendak turut mengantar Rosalin ke kamarnya, tapi Jordan mencegahnya dan memintanya untuk membantu Rosalin mengurus sisanya.
"Ck! Sial! Pasti dia hanya pura-pura pingsan agar mas Jordan memperhatikannya! Dasar wanita rubah!" gerutunya kesal.
Dengan terpaksa Delia menghimbau para pelayan untuk turut serta berdoa bersama agar sang ayah tenang di alam sana.
Sementara itu, Rosalin yang masih tak sadarkan diri itu tengah bermimpi.
Di dalam mimpi tersebut, nampak sang ayah yang dikalungi rantai dan menangis minta maaf pada Rosalin.
Sedangkan di belakang sang ayah adalah bayangan sesosok makhluk bertubuh manusia, dengan sepasang sayap di punggungnya, serta sepasang tanduk di kepalanya tengah mengatakan sesuatu padanya.
"Kamu adalah budakku selanjutnya," ucap makhluk itu.
"Tidak! Ayah! Ayah! Lepaskan ayahku," guman Rosalin.
Jordan yang melihat Rosalin tampak ketakutan dalam kondisi tak sadarkan diri itu segera membangunkannya.
"Alin! Alin! Tenang, Alin. Ada aku bersamamu. Alin!" ucap Jordan berulang kali memanggil Rosalin.
Sedang Rosalin yang berada di alam bawah sadarnya mendengar gema suara Jordan yang berulang kali memanggilnya.
"Ayah!" teriak Rosalin yang berhasil bangun dari mimpi buruknya.
"Ada apa? Tenanglah. Aku di sini bersamamu," ucap Jordan yang langsung memeluk Rosalin.
Sesaat Rosalin diam sebab masih teringat dengan mimpi buruknya tadi. Tapi saat mulai mengingat sang ayah yang sudah terbujur kaku, dibalut dengan kain kafan, akhirnya tangis Rosalin pecah.
"Ayah—" teriaknya di sela-sela tangisannya.
"Iya! Menangis lah, menangis lah agar kamu merasa lega," ucap Jordan.
Rosalin terisak di pelukan Jordan. Sedang Delia turut menangis pilu tanpa suara dari balik pintu kamar Rosalin.
Satu jam berlalu, seorang pelayan mengabarkan pada Delia bahwa tanah makam sudah siap.
"Nona, pemakamannya sudah rampung digali. Kami menunggu instruksi Nona mengenai keberangkatan jenazah tuan besar," ucap pelayan tersebut.
"Baiklah. Tunggu sebentar di bawah. Suruh yang lainnya untuk bersiap-siap," titah Delia.
Delia menyeka air matanya sebelum mengetuk pintu kamar Rosalin.
Tok ... tok ... tok ....
"Alin! Apa kamu sudah sadar?" tanya Delia yang merasa konyol dengan pertanyaan yang baru saja ia ucapkan.
"Kenapa aku malah merasa tak enak padanya? Ini bukan gayaku!" batin Delia.
Ia langsung membukanya pintu kamar Rosalin yang tak dikunci.
"Kenapa kamu bertanya? Bukankah biasanya kamu langsung masuk tanpa mengetuk pintu?" tanya Rosalin yang kini sudah nampak baik-baik saja.
"Mulai lagi mulut pedasnya! Entah kenapa aku lebih suka dia pingsan atau tidur!" batin Delia kesal.
"Aku hanya menunjukkan sopan santun di hadapan calon kakak iparku! Apakah itu salah?" jawab Delia.
"Iya! Terserah kamulah! Katakan ada apa?" tanya Rosalin.
"Pemakamannya sudah siap. Ayah sudah siap untuk diberangkatkan. Kamu mau ikut mengantar ayah atau masih ingin tidur?" terang Delia.
Jordan terkekeh melihat cara kedua bersaudara itu berkomunikasi.
"Apa yang kamu tertawakan?" tanya Rosalin pada Jordan.
"Tidak ada. Aku hanya senang melihat keakraban kalian berdua," jawab Jordan.
"Akrab? Sama dia?" sangkal keduanya serempak dan saling menunjuk satu sama lain.
"Hahaha—kalian bahkan sangat kompak," ucap Jordan lagi.
"Sudahlah! Cepat kita keluar! Cacing tanah sudah tak sabar menunggu jasad ayah," ucap Rosalin.
"Alin! Tak bisakah mulutmu mengatakan ucapan yang lebih pantas untuk ayah?" bentak Delia menginterupsi kalimat Rosalin.
Rosalin melenggang mengabaikan ocehan Delia. Sedang Jordan hanya menggeleng sambil tersenyum melihat tingkah wanita pujaannya.
"Kenapa kamu tersenyum seperti itu? Apakah sikap kurang ajar Rosalin itu, yang membuatmu terpikat selama ini?" tanya Delia atas reaksi Jordan.
Jordan hanya mengedikkan bahunya seraya melangkah menyusul Rosalin.
"Kalian berdua memang pasangan gila!" umpat Delia sambil menyusul mereka dengan menghentakkan kakinya.
Melihat Jordan menggenggam erat tangan Rosalin, Delia mulai merasa iri di hatinya.
"Kamu mendapatkan terlalu banyak untuk ukuran seorang gadis yang tak punya hati sepertimu, Alin!" gumam Delia mentap benci pada Rosalin yang sudah berada di bawah.
"Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk terlihat kuat saat ini," bisik Jordan pada Rosalin.
"Ini harus! Atau mereka akan meremehkan aku!" jawab Rosalin yang merujuk pada para kolega yang datang melayat.
Kini jenazah sang ayah sudah berangkat menuju tempat peristirahatan terakhirnya menggunakan mobil jenazah.
Rosalin segera turut masuk ke dalam mobil jenazah tersebut. Sedang Delia justru menempel pada Jordan dengan alasan takut.
Sedang Jordan malah bersikeras ingin menemani Rosalin di dalam mobil jenazah itu.
"Aku tidak apa-apa. Aku mengandalkan mu untuk menjaga Delia," ucap Rosalin.
"Baiklah! Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membantumu saat ini," jawab Jordan dengan berat hati menuruti permintaan Rosalin.
Pintu mobil jenazah telah tertutup dan mulai melaju. Begitu pula dengan Jordan dan Delia yang bergegas naik ke dalam mobil untuk mengiringi mobil jenazah Muldoko.
"Aku sangat berterima kasih atas kesediaan Mas Jordan menjaga ku," ucap Delia sambil menggenggam tangan Jordan.