"Aku melakukannya, karena hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mengurangi beban pikiran Rosalin, kekasihku!" jawab Jordan sambil menepis tangan Delia. Sikapnya ini sangat tegas dan jelas hingga membuat Delia semakin bertekad untuk bertindak lebih jauh.
Sementara itu di dalam mobil jenazah, Rosalin tengah berbicara dengan mayat sang ayah.
"Ayah, hari ini aku bermimpi sangat buruk tentang mu. Ku harap itu hanya bunga tidur dari bisikan setan," ucap Rosalin sambil memeluk keranda yang di tutup kain berwarna hijau tua itu.
Tiba-tiba angin lembut berhembus membawa aroma wangi yang tak asing di indera penciuman Rosalin.
Ya! Itu adalah aroma bunga mawar yang sama persis seperti aroma bunga di kamar misterius yang ada di rumahnya itu.
"Aroma ini—"
Bruk!
Rosalin kembali tak sadarkan diri.
Di dalam alam bawah sadarnya ia kembali bertemu dengan sosok bayangan makhluk menyeramkan yang mengalungkan rantai pada sang ayah.
"Siapa kau? Apa maumu?" ucap Rosalin.
Bayangan itu terus berjalan mendekat ke arahnya. Nampak sepasang tanduk di kepalanya, sepasang sayap berwarna hitam di belakang punggungnya yang gagah, rambutnya yang panjang, dan keelokan paras yang di atas rata-rata menunjukkan bahwa makhluk tersebut bukanlah manusia.
"Makhluk apa kau?" tanya Rosalin yang berjalan perlahan mengitari makhluk itu berdiri. Ia mengamati makhluk itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Amatilah aku sepuas-puasnya, karena ini adalah kesempatan langka bagimu untuk melihat wujud asliku," ucap makhluk tersebut.
Rosalin menghentikan langkahnya tepat didepan makhluk itu. Ia menatap tajam pada sepasang mata yang berwarna merah menyala itu.
"Tidakkah kamu takut padaku?" tanya sang makhluk.
"Kenapa aku harus takut pada makhluk yang tak sempurna sepertimu?" jawab Rosalin membuat makhluk itu tertawa.
"Tak sempurna katamu? Aku di ciptakan dari api! Sedangkan kamu tercipta dari tanah yang kotor dan menjijikkan! Sudah jelas, bukan? Siapa yang sempurna diantara kita?" jawab makhluk itu.
"Oh—jadi kamu adalah Iblis durhaka yang di usir karena kesombongannya itu, ya?" tanya Rosalin dengan wajah takjubnya.
"Yah—meskipun itu bukan aku tapi anggap saja seperti itu," jawab makhluk tersebut.
Iblis tersebut heran melihat Rosalin yang tengah sibuk menghadapi kantong bajunya.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya iblis tersebut.
"Aku mencari smartphone ku," jawab Rosalin singkat.
"Untuk apa?" tanya makhluk tersebut.
"Untuk mengambil foto denganmu. Setelah itu akan ku tunjukkan pada Delia bahwa aku bertemu dengan iblis legendaris" jawab Rosalin.
Iblis itu tertawa terbahak-bahak hingga gigi gerahamnya terlihat.
"Ini sedang berada di alam bawah sadarmu. Tentu saja kamu takkan bisa membawa benda seperti itu," terang makhluk tersebut.
"Benarkah? Kalau begitu sayang sekali. Lalu namamu?" tanya Rosalin
"Namaku adalah ...."
"Alin! Alin! Bangun! Alin!" panggil Jordan seraya menepuk pelan kedua pipi Rosalin.
Perlahan-lahan Rosalin membuka matanya.
"Di mana ini?" tanyanya dengan suara yang lemah.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu pingsan lagi?" tanya Jordan.
"Aku tidak pingsan, aku hanya ketiduran," jawab Rosalin.
"Syukurlah kalau memang seperti itu," pungkas Jordan yang kini bernapas lega mendengar penjelasan Rosalin.
Segera mereka mengebumikan jenazah Muldoko.
Perlahan-lahan mereka menurunkan jenazah Muldoko ke liang lahat. Isak tangis dari orang-orang yang mengagumi dan menyayangi dirinya mengiringi kepergiannya.
Delia semakin histeris saat melihat tanah yang mulai digugurkan untuk mengubur jenazah sang ayah. Beberapa pelayan berusaha memegangi Delia.
Sedang Rosalin justru mengedarkan pandangannya pada kerumunan pelayat yang hadir. Ia menemukan sesosok pria yang memiliki sepasang bola mata berwarna merah, serta wajah yang pucat tengah tersenyum padanya.
"Dan! Apa kamu melihat pria yang tersenyum itu?" tanya Rosalin pada Jordan yang berdiri di sampingnya sambil merangkul dirinya.
"Mana?" tanya Jordan sambil mengarahkan pandangannya ke arah yang di tunjuk Rosalin.
"Itu ayahku. Dia tidak tersenyum. Justru dia terlihat menangis," jawab Jordan.
Rosalin berpaling melotot pada Jordan karena memberikan jawaban ngaco.
"Aku juga melihat kalau itu ayahmu yang sedang menangis! Maksudku pria tampan di samping ayahmu itu!" tunjuk Rosalin lagi.
Jordan menutup mulutnya menahan tawa sambil berbisik pada Rosalin,
"Ku rasa kamu harus membasuh muka mu dulu, agar penglihatanmu jelas. Apakah pria tampan yang kamu maksud adalah pak Burhan, sahabat dekat ayahmu?"
Seketika Rosalin kembali menoleh dengan wajah terkejut. Ia tak lagi melihat sosok pria misterius yang tadi tersenyum padanya di sana.
Kembali matanya berkelana mencari sosok tersebut di antara kerumunan para , tapi tetap saja ia tak menemukannya.
"Mungkin itu hanya halusinasiku
karena aku terlalu lelah," gumam Rosalin menyangkal apa yang baru ia lihat.
Acara pemakaman telah usai. Satu persatu dari pelayat yang ikut ke pemakaman itu pergi dari sana. Kini hanya tersisa Delia, Rosalin dan Jordan di tempat pemakaman itu.
"Hari mulai gelap, sebaiknya kita segera pulang. Lagi pula kasihan mas Jordan sedari tadi sibuk mengurusi kamu," ucap Delia sinis.
"Kalian pulang lah dulu. Kirim sopir untukku. Aku masih ingin di sini sesaat lagi menemani ayah," jawab Rosalin.
Tak seperti biasanya, kini Rosalin tak menanggapi omong kosong Delia.
Sedang Jordan malah menelepon pak Tarno untuk segera menjemput Delia.
Mendengar Jordan menelepon pak Tarno, Delia semakin marah. Ia beralasan bahwa dirinya sudah terlalu lelah untuk menunggu.
Jordan yang muak pun melemparkan kunci mobilnya pada Delia.
"Pulanglah sendiri dengan mobilku. Kurasa energimu masih tersisa untuk sekedar menyetir mobil yang hanya berjarak satu kilometer sampai rumahmu," ucap Jordan kesal dengan tingkah laku Delia.
Rosalin yang merasa pertengkaran mereka karena keinginannya pun melupakan egonya, dan langsung beranjak dari sana.
"Mau sampai kapan kalian bertengkar di kuburan? Kalian tidak takut pada penunggu di sana?" ucap Rosalin yang sudah berdiri di pintu makam. Keduanya bergegas mengejar Rosalin.
Sementara itu, sosok pria yang tadi di lihat Rosalin muncul dari balik pohon mengawasi mereka.
Ia tersenyum dengan mata merahnya.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku!" gumam pria tersebut.
Di tengah perjalanan, Rosalin sempat bertanya pada Jordan mengenai sikapnya pada Delia tadi.
"Aku hanya tidak nyaman melihat tingkah manja adikmu yang sudah keterlaluan," jawab Jordan. Sementara itu Delia pura-pura tidur di kursi belakang.
"Wajar jika dia masih seperti itu. Karena sedari kecil dia memang selalu dimanjakan oleh kedua orangtuaku. Bukankah kamu tahu itu?" jawab Rosalin membela adiknya.
"Iya aku tahu itu. Tapi aku tidak bisa terus-terusan memperlakukan dia seperti anak kecil. Aku adalah pria normal yang bisa saja hilang kendali. Jadi jangan lagi mendorongku terlalu jauh," ucap Jordan memperingatkan Rosalin.
Sementara Delia menyeringai mendengar pengakuan Jordan.