Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Pendekar Pedang Langit S2

🇮🇩IE_Dyozh
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.4k
Views
Synopsis
Demi melindungi bumi dari kehancuran, Firon harus menempuh perjalanan jauh dari Benua Hitam ke Benua Kuning. Zhang Lee yang tak lain adalah pamannya sendiri, harus ia hentikan. Gerbang Naga tidak boleh terbuka, atau bumi akan hancur. Bagaimana Firon menghadapi situasi ini?
VIEW MORE

Chapter 1 - Perjalanan ke Benua Kuning

Setelah berhasil memenangkan pertempuran dengan pihak lawan, Jenderal Matsuno dan Jenderal Yorinaga kemudian bersepakat untuk menjemput Noguchi agar bisa dilantik menjadi kaisar secepatnya.

Jenderal Yorinaga tetap di istana untuk menjaga keamanan istana dan mengontrol para tawanan, sedangkan Jenderal Matsuno berangkat ke kota Hidden untuk menjemput Noguchi.

Jenderal Matsuno memegang pundak Firon sambil tersenyum, "Terima kasih karena telah membantu kami menghancurkan kekuasaan Fujiwara. Sebagai tanda balas budi..." Jenderal Matsuno mengambil sebuah lencana di balik bajunya, "Ambillah ini! Lencana ini bernama Lencana Awan Emas. Lencana ini akan memberi kamu akses penuh untuk menggapai puncak Kuil Awan dan bertemu dengan pimpinan kuil, yakni Pendeta Suci Yatsu Renko."

Firon meraih lencana itu, "Terima kasih, Jenderal," ucapnya sambil membungkukkan badannya.

"Sama-sama..." Jenderal Matsuno kembali memegang kedua pundak Firon sambil tersenyum, "Kalau boleh tau, selain ingin ke Kuil Awan, apakah kamu tidak punya tujuan lain di Benua Kuning? Siapa tau aku bisa membantumu."

Firon berfikir sejenak, "Kurang dari tiga tahun, seorang jenderal dari Kekaisaran Mojo akan membuka kembali Gerbang Naga, dan aku harus menghentikannya."

Raut wajah Jenderal Matsuno sontak berubah, "Gerbang Naga?!"

"Iya, Jenderal."

"Tapi bagaimana kamu akan menghentikannya?"

"Aku akan berusaha menghentikan jenderal itu sebelum ia berhasil membuka Gerbang Naga."

"Tapi bagaimana jika jenderal itu berhasil membuka Gerbang Naga?"

"Suatu bencana yang lebih dahsyat daripada bencana yang terjadi dua puluh tahun yang lalu akan terjadi."

Jenderal Matsuno mengerutkan dahi sambil menatap tajam ke arah Firon, "Siapa sebenarnya anak muda ini?" batinnya.

"Jenderal... Ketika anda tiba di Kota Hidden, anda pasti akan bertemu dengan kakekku, Sin Toru, ketua Kota Hidden. Dia yang akan menjelaskan lebih lanjut tentang Gerbang Naga. Mohon Jenderal mau menyampaikan salamku padanya."

Jenderal Matsuno menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Ia kemudian tersenyum kembali, "Baiklah, Anak Muda, sepertinya kita akan berpisah disini. Kuharap kita bisa bertemu lagi di lain waktu," ucapnya sambil membalikkan badan dan melangkah ke arah kudanya.

Firon yang didampingi empat orang prajurit kekaisaran melangkah menuju pelabuhan, sedangkan Jenderal Matsuno bersama ratusan prajurit berkuda menuju Kota Hidden.

Sesampainya di kapal, Firon disambut hangat oleh kapten kapal yang memang sudah sejak tadi menunggunya.

"Baiklah... Orang yang kita tunggu sudah datang. Sekarang saatnya kita berangkat!" teriak sang kapten kapal.

Para awak kapal langsung bergerak mengerjakan tugasnya masing-masing. Ada yang membuka ikatan tambang pengikat kapal dan ada pula yang menariknya. Yang lainnya terlihat sedang mengembangkan layar kapal.

Firon beserta empat orang prajurit yang mengawalnya melangkah menuju dek penumpang, namun ketika tiba di depan pintu dek, Firon tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah para prajurit itu, "Kalian boleh kembali ke istana sekarang!"

"Tapi, Tuan Muda. Kami disuruh menemani anda terus," jawab salah seorang prajurit itu.

"Tidak perlu! Kalian tidak tau betapa bahayanya misi yang sedang aku emban, aku hanya tidak ingin membahayakan nyawa kalian."

"Tapi kami siap mati, Tuan!"

"Kalian tidak akan banyak membantu, jadi kalian kembalilah! Sampaikan salamku kepada Jenderal Yorinaga."

"Baik, Tuan." para prajurit itu kemudian memberi hormat dan melangkah pergi.

Karena para awak kapal sudah menanggalkan jembatan penghubung dari kapal ke pelabuhan,maka mau tidak mau, para prajurit itu harus melompat ke pelabuhan.

Tiga orang prajurit berhasil mendarat di pelabuhan namun seorang lagi terlihat enggan melompat. Ia bahkan kembali mendatangi Firon yg masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.

Prajurit yang terlihat hampir sebaya dengan Firon itu mendekat dan segera berlutut di hadapan Firon, "Maaf, Tuan! Bukannya aku tidak ingin menuruti perintahmu, namun kumohon Tuan bersedia membawaku pergi ke Benua Kuning."

"Berdiri...!" Firon memegang lengan prajurit itu dan membantunya berdiri.

Prajurit itu berdiri namun tetap menundukkan kepalanya.

"Apa yang membuatmu ingin sekali pergi ke Benua Kuning?" tanya Firon.

"Sebenarnya orang tuaku berasal dari sana, Tuan," jawab prajurit itu.

"Siapa namamu?"

"Orang-orang memanggilku Noi, tapi sebenarnya namaku Wu Tian."

"Baiklah, Noi... Karena kapalnya sudah cukup jauh dari pelabuhan, maka kamu boleh ikut ke Benua Kuning."

"Terima kasih, Tuan." Noi terlihat antusias.

Sudah ada puluhan penumpang yang mengisi dek penumpang sebelum Firon masuk. Para penumpang itu terdiri dari beberapa orang pendekar, saudagar dan bangsawan.

Firon mengambil tempat di sudut ruangan yang jauh dari posisi para pendekar itu. Hal itu ia lakukan karena instingnya mengatakan kalau para pendekar itu sangat berbahaya.

"Noi...!" Firon melambai ke arah Noi, "Duduklah disini!"

Noi yang tadinya ragu untuk mengambil tempat duduk langsung terlihat senang dan segera duduk di tempat yang ditunjuk oleh Firon.

Kapal yang ditumpangi Firon semakin jauh meninggalkan daratan. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya lautan di segala penjuru.

Hari pun akhirnya berganti malam. Sebagian besar penumpang terlihat sudah mulai terlelap, namun sebagian lainnya masih terlihat duduk-duduk dan melakukan percakapan.

Walaupun suara para pendekar yang melakukan percakapan itu terdengar samar di telinga orang normal, namun Firon yang memiliki daya pendengaran yang sangat kuat mampu mendengar dengan jelas isi percakapan mereka.

"Malam ini kita istirahat saja dulu, besok baru bergerak! Posisi jalur yang menuju Pulau Air Terjun masih sangat jauh dari sini." ucap salah seorang dari para pendekar itu.

"Tapi kalian harus ingat, ini adalah kesempatan kita mengunjungi pulau itu dan mengambil Pedang Langit. Tidak seperti waktu kita dari Benua Kuning kesini, kali ini hanya ada satu orang prajurit dan satu orang pendekar selain kita," ucap pendekar lainnya.

"Baik, Tetua."

Para pendekar itu kemudian mengakhiri dialognya dan segera merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya masing-masing.

"Pulau Air Terjun? Pedang Langit? Darimana mereka mengetahui kalau Pedang Langit berada di Pulau Air Terjun? Tidak! Seseorang pasti telah menyebarkan kabar bohong mengenai keberadaan Pedang Langit. Tapi sejak kapan Pedang Langit diketahui oleh orang-orang?" Pertanyaan demi pertanyaan terus mengisi pikiran Firon. Ia benar-benar tidak menduga kalau Pedang Langit kini menjadi incaran para pendekar di dunia persilatan.

Firon tidak pernah meninggalkan tempat tidurnya kecuali ketika ia ke kamar kecil. Hingga malam berikutnya tiba, ia masih bingung untuk mengambil tindakan terkait para pendekar yang hendak membajak kapal itu.

"Noi...! kamu jangan melakukan pergerakan apapun tanpa perintah dariku!" ucap Firon menggunakan ilmu telepati.

Noi tersentak kaget dan langsung menoleh ke arah Firon, "Tuan?"

Firon segera memasang telunjuknya di depan bibirnya sebagai aba-aba agar Noi diam, "Iya, itu aku... Kamu diam dulu! Tunggu perintah dariku."

Para pendekar itu mulai melakukan pergerakan. Mereka mengendap-endap di antara para penumpang yang tengah terlelap.

Karena rasa penasarannya terhadap Pulau Air Terjun dan Pedang Langit yang konon berada disana, Firon akhirnya memutuskan untuk membiarkan para pendekar itu mengambil alih kapal.