Satu persatu para awak kapal berhasil mereka ringkus. Tidak ada perlawanan yang berarti dari para awak kapal itu, apalagi sang kapten adalah orang pertama yang ditawan oleh para pendekar itu.
Firon dan Noi masih tetap pada posisinya, sama seperti para saudagar dan para bangsawan yang tetap terlelap dalam mimpinya masing-masing.
Seorang lelaki berkepala botak tiba-tiba berada di atas kepala Firon, "Yakin kamu tidak mau melakukan sesuatu?"
Noi dan Firon sama-sama terperanjat melihat kemunculan lelaki botak itu.
"Eh, Biksu Genit! Kenapa kau tiba-tiba ada disini?!" tanya Firon.
"Aku mengikutimu dari tadi malam, kau saja yang tidak menyadarinya." Bhan Tang kemudian duduk di samping Firon sambil mengorek-ngorek lubang hidungnya, "Oyah, kamu tau, tidak? Selain aku, masih ada dua orang yang mengikutimu."
Firon mengerutkan dahi dan memandang ke arah Bhan Tang, "Siapa?"
"Nanti juga kamu akan tau." Bhan Tang mengacungkan telunjuknya ke arah Noi, "Itu... Suruh temanmu itu mengganti pakaiannya! Kalau tidak, kau pasti akan mendapat masalah."
Firon melirik ke arah Noi, "Benar juga ucapan si Biksu Genit, seragam Noi pasti akan membawa masalah," batinnya.
Bhan Tang melemparkan beberapa helai pakaian ke arah Noi, "Itu... Aku mencurinya dari ruang awak kapal. Pakai sekarang dan sembunyikan seragammu itu!"
Noi menoleh ke arah Firon.
Firon mengangguk tanda setuju.
"Bagaimana? Apa kita akan diam saja melihat kapal ini diambil alih?" tanya Bhan Tang.
"Aku punya rencana! Sebaiknya kamu jangan mengganggu rencanaku!" jawab Firon.
"Baiklah." Bhan Tang merebahkan tubuhnya di samping Firon.
Sementara itu, para pendekar yang berjumlah sekitar dua puluh orang itu telah berhasil mengambil alih kapal.
"Putar haluan ke arah selatan sekarang!" perintah pemimpin para pendekar itu.
Para penumpang bisa merasakan perubahan arah kapal ketika salah seorang pendekar itu memutar kemudi.
"Apa yang terjadi? Kenapa arah kapal jadi berubah?" tanya salah seorang bangsawan yang menyadari perputaran arah kapal.
"Kalian semua tenang! Kapal ini sedang dibajak. Jika kalian tidak ingin celaka, maka tetaplah pada posisi kalian dan jangan berkata apa-apa!" jawab Firon menggunakan ilmu telepati.
Para bangsawan dan para saudagar itu langsung bereaksi dan mencoba mencari sumber suara.
Firon mengangkat tangan, "Aku disini! Kalian tidak perlu khawatir! Kalian cukup mematuhi arahanku, dan aku akan melindungi kalian."
Bhan Tang tersenyum lebar, "Memangnya kamu bisa melindungi mereka semua?" tanya Bhan Tang dengan nada mengejek.
"Kan ada kamu, Biksu Genit," jawab Firon ketus.
"Kamu jangan melupakan dua orang yang sedang mengikutimu, Anak Muda! Apalagi aku lihat mereka berdua punya tujuan yang berbeda."
"Bagaimana kamu bisa mengetahui kalau mereka punya tujuan yang berbeda?"
"Itu karena mereka mengintaimu dari tempat yang berbeda. Dan satu lagi, salah seorang di antaranya adalah seorang gadis."
"Seorang gadis?" batin Firon penasaran. Meski begitu, ia memilih untuk tidak memikirkan hal itu lebih jauh, "Oyah, Biksu genit, biarkan mereka membawa kita ke Pulau Air Terjun. Kebetulan aku punya urusan disana."
"Terserah kamu saja," jawab Bhan Tang seolah tak peduli. Ia kemudian memperbaiki posisinya dan mencoba memejamkan matanya.
Tidak lama kemudian, lima orang pendekar memasuki dek penumpang dan menyeret kapten dan para awak kapal dalam keadaan terikat dan tubuh yang sudah babak-belur, "Kapal ini sudah kami kuasai, jika kalian ingin selamat, maka jangan berbuat macam-macam!" ucap salah seorang di antara mereka.
Para saudagar dan para bangsawan yang berada diruangan itu terlihat ketakutan.
"Kemarin aku melihat ada seorang prajurit di ruangan ini. Cari dan seret dia ke hadapan Tetua!" ucap pendekar itu lagi.
Dua orang di antara kelima pendekar itu langsung menghampiri Firon, "Hey, Bocah! Dimana prajurit itu?"
"Maaf, Tuan. Aku tidak melihatnya sejak tadi sore," jawab Firon mencoba mengelabui kedua pendekar itu.
"Kau jangan membohongiku, Bocah!"
"Kalau tidak percaya, silahkan kau periksa sendiri!"
Dua pendekar itu kemudian menghampiri Noi, "Hey, Kau!" hardik pendekar itu sambil menendang tubuh Noi, "Kemana perginya prajurit itu, hah?!"
"A-Aku tidak tau, Tuan!" jawab Noi terbata-bata.
"Jangan berbohong!"
Tiba-tiba, sebuah tongkat melayang kesana-kemari sambil sesekali menyambar para penumpang yang ada di ruangan itu.
Semua orang menjadi panik, terkecuali Firon dan Bhan Tang yang mencoba menyembunyikan senyumannya.
Tongkat itu kemudian memukul kepala Noi, lalu ke-dua pendekar itu, kemudian memukul kepala Firon dan Bhan Tang, lalu beralih ke kepala tiga orang pendekar lainnya.
"Apa yang terjadi? Darimana datangnya tongkat itu?" teriak pendekar yang tadi menendang tubuh Noi.
Tongkat berwarna emas itu kembali mendatangi pendekar yang berteriak tadi dan menghantam kepalanya secara bertubi-tubi.
Pendekar itu meringis kesakitan, sedangkan Bhan Tang terlihat membekap mulutnya agar suara tawanya tidak keluar.
Tongkat itu tiba-tiba berhenti di udara. Para pendekar itu kemudian mengendap-endap menghampiri tongkat itu. Mereka hendak menangkapnya, namun ketika mereka bersamaan melompat untuk menyergap, tongkat itu tiba-tiba mengecil dan menghilang dari pandangan para pendekar itu dan mengakibatkan mereka saling bertubrukan.
"Hantu!" teriak Firon mencoba menakut-nakuti para pendekar itu.
Seisi ruangan sontak ketakutan, kecuali Firon dan Bhan Tang yang hanya pura-pura.
Para pendekar itu kemudian bangkit dan bergegas meninggalkan ruangan karena ketakutan.
"Lapor, Tetua." ucap salah seorang pendekar yang baru saja keluar dari dek penumpang.
"Ada apa? Dimana prajurit itu?" tanya tetua itu.
"Prajuri itu menghilang dan di-di dalam ada hantu, Tetua."
"Hantu...? Hantu apa, hah?"
"Hantu tongkat, Tetua."
Tetua itu menjadi berang dan mengangkat leher baju anggotanya, "Awas kalau kau mempermainkan aku!" Tetua itu kemudian menghempaskan tubuh anggotanya ke lantai, "Ikut aku, sekarang!"
Tetua itu memasuki ruangan penumpang dengan emosi yang meluap-luap, "Mana hantunya?!"
Tidak ada penghuni ruangan itu yang menjawab. Tetua itu kemudian mengitari seluruh ruangan dan tidak menemukan apa-apa.
Tetua itu kemudian menghampiri anggotanya yang tadi memberi laporan dan kembali mengangkat leher bajunya, "Berani sekali kau mempermainkan aku!" hardiknya sambil melemparkan anggotanya itu ke lantai, "Ikat dan gantung dia di dinding kapal!"
Semua pendekar itu kemudian meninggalkan dek penumpang dan mengunci pintunya dari luar.
Firon tersenyum puas, "Noi...! Bagaimana keadaanmu?"
"Aku tidak apa-apa, Tuan," jawab Noi.
Sementara itu Bhan Tang menatap wajah Firon sambil tersenyum lebar, "Rupanya tongkat itu sudah menyatu denganmu. Kau bahkan sudah mampu mengendalikannya hanya dengan menggunakan fikiranmu," ucap Bhan Tang menggunakan telepati.
Firon menoleh ke arah Bhan Tang sambil tersenyum lebar. Sesaat kemudian ia kembali merebahkan tubuhnya dan mencoba tidur.
Sementara itu, para penumpang lainnya hanya bisa pasrah sambil berharap tidak ada hal yang buruk terjadi berikutnya.
Kapal pun berlayar menuju Pulau Air Terjun--Kampung kelahiran Aron Go, ayahnya.