"Nenek belum cerita kenapa kita ke Sapporo. Musim dingin di sini seperti di Siberia. Tega sekali Nenek membawaku ke sini. Aku belum siap, tidak membawa mantel, penghangat lainnya, terlebih Yoo Joon menungguku di bandara Tokyo. kakek dengar?" Ja In berteriak di mobil sedan, bersilang tangan di depan dada. Mulutnya manyun ketika memandang Nenek Gao.
Nenek menyumpal mulut Ja In pakai uang. "Diamlah. Satu hari sepuluh juta won. Ouas? Lagipula cuma seminggu. Tidak lama. Ketika kita tiba di lokasi pernikahan Kakakmu, kita masih punya banyak waktu. Jadi diamlah."
Mata Ja In langsung hijau ketika menghitung uang. "Kurang seribu won."
"Aigo … cucu durhaka. Seribu won pun kau hitung?"
"Ya iyalah." Jarinya menari Nenek. "Mana Nek, uang ya uang. Keluarga ya keluarga. Jangan disatukan. Sini sini."
Kesal Nenek menaruh selembar uang lima ribu Won. "Kembaliannya sini."
"Dih, sama keluarga sendiri juga … perhitungan sekali." Dan bocah sialan menyimpan semua uang ke saku celananya.