"Tidak makan malam dulu, Mbak?" tanya Lania. Dia berjalan mendekati Lova yang duduk di ujung ranjang. "Mbak Lova dari pagi belum makan."
Lova tersenyum manis padanya. Dia menggelengkan kepalanya. "Aku sudah makan tadi di luar. Kamu habiskan saja makanannya nanti malah mubajir," kata Lova mengimbuhkan.
Lania menggelengkan kepalanya. Dia ikut duduk di depan Lova.
Tak ada yang berbicara. Keduanya sama-sama diam seribu bahasa. Lova tidak sanggup berkata apa-apa setelah semua yang terjadi. Lania pun tidak berani banyak bertanya. Pasal perceraian adalah hal yang sensitif untuk dibahas jika duka dan luka masih menyelimuti hati.
"Aku senang bertemu dengan Mas Karan," kata Lania tiba-tiba.
Lova langsung memandangnya. Dia tersenyum seadanya tanpa kata-kata.
"Maksudku aku senang melihat Mas Karan dan bisa akrab dengannya." Lania berusaha menjelaskan. "Aku merasa kalau aku satu usia dengan dia. Jadi semua pembicaraan yang kita bicarakan bisa saling terhubung satu sama lain."