Pritam berdiri di depan jendela ruang kerjanya. Dia memandang jalanan kota yang padat lalu lalang orang di bawah sana. Sesekali Pritam menghela nafas, mengekspresikan bahwa meksipun raganya diam tak bergerak, tetapi hati dan pikirannya melayang ke segala arah. Bercabang memikirkan banyak hal.
Solusi dari semua permasalahan yang terjadi bukan hal yang mudah untuk ditemukan. Faktanya, dia hanya menggembar-gemborkan saja janji pada Mayya bahwa dirinya bisa menyelesaikan semuanya bahkan hanya dengan menutup mata saja.
Pada kenyataannya, dia tidak punya jalan keluarnya. Pritam harus bergerak dengan hati-hati, takut jika salah melangkah dirinya yang akan terkena imbasnya. Jika semua kacau, maka akan sulit mengembalikan pada posisi semula.
Suara pintu diketuk membayarkan fokus Pritam. Pria itu menoleh ketika seseorang membuka pintunya.
"Ada yang ingin menemui Anda, Pak." Sekretaris Pritam berbicara dari ambang pintu.