Cafetaria, Jakarta.
Wanita itu menyerahkan amplop coklat padanya. Mendorongnya lebih dekat agar bisa dijangkau oleh lawan bicaranya saat ini.
"Ambillah. Itu adalah bayaran kamu. Kamu bekerja cukup bagus kali ini. Setidaknya aku bisa mengandalkan kamu untuk ke depannya."
Mariah masih mamaku di tempatnya tanpa berani bergerak sedikit pun. Dia hanya bergeming sembari sesekali melirik amplop coklat yang sedikit tebal di depannya, tanda bahwa tips yang diberikan kali ini cukup besar. Mungkin melebihi gaji yang dia miliki.
"Kenapa tidak mau diambil?" Rina menatapnya dengan heran saat pembantunya itu mematung di tempatnya. "Kamu adalah orangku dan memang seharusnya kamu berada di pihakku."
Dia menghela nafasnya panjang. "Tidak perlu takut tentang Pritam dan Lova," katanya. Dia mendorong amplop itu semakin mendekat seolah-olah memaksa untuk segera diterima. "Sudah kukatakan kamu tidak akan tertangkap basah Jika kamu tidak melakukan sesuatu di luar perintahku."