"Hanya kamu harapan satu-satunya untuk mereka."
Kalimat itu terus berdengung di dalam kepalanya, seakan tidak pernah mau surut begitu saja. Rasa-rasanya dia ingin menggila, sejenak saja menumpahkan isi hatinya. Dia tidak ingin memaksakan dirinya sore ini, tetapi pada akhirnya dia harus kalah pada kemauannya sendiri.
Lova hanya bisa berdiri di depan kamar sewanya, pertemuannya dengan Marta tadi seakan menjadi momok yang paling menakutkan untuknya sekarang. Dia tidak pernah berpikir bahwa kejadiannya akan seperti ini. Dia dikalahkan oleh keadaan secara tidak sadar. Pada akhirnya, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain merenungnya.
"Lagi meratapi nasib, Nduk?" Seseorang tiba-tiba saja mendatanginya, seperti biasa dia membuang sampah jam segini Jadi mengharuskan dia keluar dari kamarnya.
Lova menoleh ke arahnya. Menyambut kedatangannya yang terkesan tiba-tiba.
"Mendung lagi pasti mau hujan lagi," katanya. Mendung yang ada di atas sana menjadi fokus keduanya sekarang.