Pritam Rasendriya Alexandro, pesona luar biasa ada pada wajah tampannya, tentu saja disempurnakan oleh tubuh tinggi dengan fisik yang kekar dan bugar. Percaya saja, di balik jas yang ia kenakan sekarang, tersimpan otot pepak yang menyempurnakan semua pesona dan kesan 'pria' yang Pritam punya. Itu benar-benar menarik kaum hawa untuk datang padanya.
"Aku dengar kau cuti kemarin malam," katanya. Menyapa dengan cara yang lain. Ruang penyimpan sepi, hanya ada dia dan wanita ini. Si cantik jelita, Pritam membaca profilnya beberapa waktu lalu.
"Padahal gudang sedang sibuk-sibuknya, kau malah cuti tanpa surat ijin dari bosmu." Pritam berdiri di sisi rak besar, menghadap ke arah si wanita. Yang diajak berbicara masih bisu, bahkan terkesan tidak menghargai kehadirannya di sini.
Soal Pritam, seharusnya tidak ada yang bisa mengalihkan pandangan matanya untuk dia. Perempuan mana yang tidak terpesona dengan seseorang CEO muda yang tampan dan gagah berani? Tidak ada! Pesona Pritam melebihi siapapun.
Matanya tajam, bak elang yang membidik, duduk berjajar di bawah alis hitam legam berbentuk garis, menyiku di kedua sisinya sisinya. Hidungnya lancip bertengger nyata di atas bibir seksi yang menggoda. Wajahnya berbentuk oval dengan garis rahang yang tegas. Kumis dan jenggot tipis merata, membuat kesan dewasa yang sempurna.
Dia adalah lukisan paling indah, yang pernah diciptakan oleh Sang Kuasa.
"Kamu tidak mau memberi alasan?" Pritam terus mendesak. Tatapannya tak mau beralih dari tubuh molek gadis di sisinya itu. Dia masih fokus menata kardus di sana.
Buruh lepas, apapun dikerjakan.
"Mayya Damastri," katanya. Akhirnya dia manggil nama perempuan itu. "Aku tidak hafal setalah nama Damastri." Dia berbasa-basi. Bangkit dari posisinya. Berisi tegap, menatap Mayya.
"Kamu adalah buruh di sini?" Dia pergi pada poin pembicaraan. Menatap Mayya dengan penuh ketidakpercayaan. "Aku kira kau buruh lepas di bar," bisiknya menghina. Tersenyum aneh, menatap tubuh Mayya dari atas sampai bawah.
Mayya menghentikan aktivitas. Melepaskan kardus yang ada di dalam genggamannya.
"Aku salah?" tanya Pritam kala Mayya menatapnya dengan wajah yang lesu. Seakan dia baru saja mendapat kemalangan yang luar biasa. Bertemu dengan Pritam lagi.
"Aku salah kemarin malam?" tanya Pritam pada akhirnya, diam sejenak. Menatap Mayya yang terus saja mencoba menghindari tatapan mata dengannya.
"Kamu memberikan layanan dan aku membayarmu. Apa salahnya?" Pritam memulai lagi. "Kamu pergi begitu saja setelah pagi datang tanpa memberi apapun padaku," imbuh Pritam. "Seperti berpamitan barang kali. Itu membuatku sedikit sakit hati, padahal aku memberikan bonus untukmu. "
Mayya akhirnya menghela nafasnya. Perlahan namun pasti, akhirnya dia berani untuk menatap wajah Pritam.
Astaga! Dia benar-benar tampan! Mayya adalah gadis yang beruntung sebab bisa bermain di atas tubuhnya kemarin.
"Aku ..." Mayya memulai. Bibirnya lamat-lamat berbicara, suaranya sedikit lirih, ragu barangkali.
"Katakan." Pritam melirik jam di pergelangan tangannya. "Waktuku tidak banyak, jelaskan dan buat aku lega."
Mayya membuang nafasnya cepat. Dia menyerah. Tak bisa berbohong sebab dia tak tahu caranya berbohong.
"Aku melihat isi dompetmu," kata Mayya kemudian. "Aku terkejut saat tahu kamu adalah bos di tempat aku bekerja. Jadi aku memutuskan untuk pergi." Mayya membuat pengakuan. "Aku takut dipecat," tuturnya menambahkan. Dia menunduk, menyembunyikan wajahnya.
Pritam diam sejenak. Pria itu bermain dengan lidahnya, memendam marah. Kecewa juga, sebab wanita muda ini mempermainkan dirinya.
Pria itu mengusap puncak kepala Mayya, membuat gadis itu sedikit takut. Dia ganas, tanpa harus dijelaskan ganas dalam hal apa. Hubungan dan cinta satu malam menjawab arti ganas di sini.
Tiba-tiba saja Pritam menarik ujung rambutnya. Membuat Mayya mendongak dengan kasar, dipaksa menatap wajah Pritam. "Aku bermain dengan banyak wanita, Mayya." Dia memulai. Sesekali menyelingi dengan senyum aneh. "Semuanya tidak pernah mengecewakan. Bermain di malam hari dan menyambut pagi dengan cara yang manis dan seksi ... itulah yang disebut sebagai pelayanan untuk tamu VIP. Namun, kamu?" Pritam semakin kokoh menarik rambutnya. Membuat Mayya merintih kesakitan. "Pergi begitu saja dan mengambil beberapa uang di dompetku?"
Mayya membuka matanya lebar-lebar. Di dalam dompet Pritam banyak uang ratusan ribu, bahkan dollar. Dia berpikir jika kehilangan satu saja tidak akan masalah untuknya.
"Aku tidak mempermasalahkan apa yang kanu ambil, Mayya. Namun, apa yang sudah kamu lakukan!" Pritam mendorong tubuhnya gadis itu, membuatnya membentur sisi rak besar di sisinya.
Pritam kembali menarik tubuhnya, mendorongnya mendekati dinding yang ada di depan mereka sekarang, memojokkan gadis itu. Menguncinya dengan mengapitnya menggunakan tubuh kekar Pritam.
Pria itu meletakkan bibirnya di sisi leher jenjang milik Mayya. Mencumbu sesekali. "Haruskah aku memecat mu?" tanya Pritam, menggoda dengan jari jemarinya yang bermain di sana.
Mayya mulai meneteskan air matanya. Tangannya sakit sebab ditarik ke belakang dengan kuat oleh Pritam. Sudah dia katakan tadi bahwa pria ini adalah pria yang ganas, tidak semanis yang dikatakan oleh orang-orang.
"Aku ... aku akan mengembalikan uangnya," kata Mayya. "Jadi mohon, lepaskan aku ...."
Pritam tertawa. Dia memindah posisi, menarik tubuh Mayya dan membuatnya berhadapan dengan dirinya.
Sekarang Mayya merasakan punggungnya sakit sebab membentur dinding yang ada di belakangnya.
Pritam menatap tubuh Mayya, dari atas hingga bawah. Seakan sedang mencoba untuk menikmati pemandangan yang ada di depannya. Menggoda tentu saja. Pikirannya kembali di bawa saat dia dan Mayya bermain panas kemarin malam.
"Haruskah aku memperkosamu sekarang? Untuk memuaskan rasa kecewaku?"
Mayya menggelengkan kepalanya. "Ini di gudang," jawabnya. Menolak sebisanya. Berharap kalau Pritam mau melepaskannya sekarang.
"Tentu, tetapi ini gudang milikku. Jadi aku bisa melakukan apapun yang aku mau," ucap Pritam sembari tertawa. Tangannya mulai memaksa kancing baju milik Mayya untuk lepas. Gadis itu tak tinggal diam, sesekali dia meronta, menyingkirkan tangan Pritam dari atas dadanya. Pria itu sudah gila rupanya!
"Aku mohon! Aku janji akan membayarnya kembali," bujuk Mayya. Memohon.
Namun, Pritam keras kepala. Terus berusaha untuk melucuti pakaian gadis yang ada di depannya sekarang. Kancing demi kancing lepas begitu saja, menampilkan belahan dada milik Mayya. Bra berwarna merah terlihat begitu menggoda untuk dirinya.
"Aku benar-benar akan memakanmu sekarang!" Pritam terus melancarkan aksinya. Hingga ketukan pintu menyela. Membuat semuanya hilang begitu saja. Nafsu dan gairahnya!
"Siapa!" pekiknya meninggi.
Anak buahnya masuk ke dalam, menatap Pritam yang sedang melucuti pakaian seorang wanita.
"Maafkan saya, Pak. Namun, ada kabar baik yang saya ingin sampaikan."
Pritam melirik ke arah Mayya. Gadis itu meneteskan air matanya.
"Katakan!" perintah Pritam, seraya mendorong tubuh Mayya menjauh darinya.
"Wanita yang akan Anda ajak kencan buta secara palsu sudah dikonfirmasi, Pak."
Pritam berjalan mendekat sembari membenarkan jasnya. "Siapa?"
"Namanya Lova Tilotama Surandra," jawabnya.
... To be continued ...