Svard menatap kosong ke luar apartemen lewat balkonnya, membiarkan udara dingin dini hari menerpa wajah dan dadanya yang hanya tertutup piyama berbahan tipis. Sunyi, senyap, dan hampa. Terkadang Svard justru mencari momen-momen seperti itu untuk menenangkan pikirannya. Namun, Svard sebenarnya tidak mengerti apa yang membuat pikirannya sibuk belakangan ini. Rentetan masalah yang terjadi bukanlah tanggung jawabnya, pun bukan salahnya. Hanya saja, sulit bagi Svard untuk bersikap apatis tentang apa yang terjadi di depan matanya.
Svard ingin bertanggung jawab, memperbaiki sesuatu, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya. Ia bingung mencari cara yang efektif menyelesaikan masalah dua dunia yang kian bersatu tak terkendali.
Oh, dua dunia itu.